Jul 11, 2020

Pengaruh Iman dalam Kehidupan


Setelah shalat malam SettiaBlog melanjutkan mengetik keresahan ini. Belakangan ini SettiaBlog sering melihat gambaran - gambaran yang kurang baik melintas, itu yang membuat SettiaBlog resah. Gambar di atas adalah logo PT Mutiara Amanah. Jumlah sudutnya 6(enam) merupakan Rukun Iman,
- menunjukan komitmen PT Mutiara Amanah yang dalam menjalankan usahanya tidak akan lepas dari koridor agama.
- menunjukan kereligiusan staff PT Mutiara Amanah dan kehidupan dalam bermasyarakat yang selalu berlandaskan pada agama.
- Kegigihan dan ketahanan PT Mutiara Amanah dalam menghadapi semua tantangan di masa depan.


Manusia adalah jasad dan ruh. Di dalamnya terdapat berbagai gharizah (instinct) secara fitrah berupa keperluan-keperluan jasmani. dan juga memiliki berbagai keinginan (raghbah) dan naluri berupa kebutuhan-kebutuhan ruhani. Seandainya berbagai keinginannya itu dibiarkan tanpa kendali, niscaya akan mengajak pada kekacauan dan keributan serta membantu tersebarnya kerusakan di muka bumi, sebagai akibat dan perbenturan antar berbagai keinginan, serta adanya persaingan umat manusia dalam merealisasikannya.

Allah membedakan manusia dan seluruh jenis hewan dengan akal, dan menyinarinya dengan fitrah, serta menyempurnakannya dengan kenabian. Manusia secara nalurinya adalah makhluk berbudaya. Karena itu setiap individu, pandangan dan perasaannya terhadap masyarakatnya atau sekitarnya haruslah konstruktif, sebagaimana ia mengambil maka ia harus memberi. Seperti halnya orang lain membantu apa yang diperlukannya, maka ia pun harus prihatin dalam memenuhi hajat orang lain. Akan tetapi sikap egois atau perbedaan pemahaman dan potensi beramal sering membuat sebagian manusia menjauhi kebenaran; entah kerana malas, salah tindakan atau karena unsur penipuan, dan dia menempuh berbagai tindakan bagi tujuan memenuhi keinginan dan gharizahnya.

Berbagai kejahatan dirancang dalam kesunyian dan disiapkan dalam kegelapan jauh dari mata pengawas, dan jauh dari keadilan seandainya hal itu dilakukan di tengah-tengah manusia. Dan tidak mungkin boleh mengendalikan setiap aspek perlaksanaan atau perlakuan ini karena biasanya tidak tampak kepada masyarakat, dan tidak mungkin berupaya mengendalikan serta mengaturnya kecuali kekuatan dari dalam dan pengawasan yang kuat.

Perkataan iman yang berarti 'membenarkan' itu disebutkan dalam al-Quran, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: "Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman." Iman itu ditujukan kepada Allah , kitab kitab dan Rasul. Iman itu ada dua Iman Hak dan Iman Batil.

Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang - orang beriman adalah mereka yang didalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan sikap hidup.

Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota." Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)." Iman memiliki pengaruh sangat besar dalam kehidupan seorang mukmin jika iman itu benar maka akan memberikan pengaruh positif yang akan mendatangkan keberuntungan dan kebahagiaan ,namun sebaliknya jika iman itu salah karena bercampur dengan syirik maka akan memberikan pengaruh negatif yang menyengsarakan kehidupan dunia dan akhirat untuk lebih jelasnya dapat kita kaji dari pendapat AL-MAUDUDI yang mengemukakan pengaruh iman dalam kehidupan manusia antara lain:

1. Manusia yang beriman tidak mungkin orang yang berpandangan sempit dan berakal pendek ia percaya kepada Allah SWT sebagai penguasa dan pemeliharan alam semesta dia tidak akan pernah merasa asing dengan apapun yang ada didunia pandangannya menjadi luas wawasan intelektualnya menjadi terbuka pendirianya bebas seperti kekuasaan Allah SWT.

2. Keimanan ini mengangkat manusia kederjat yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai manusia ,orang yang beriman percaya hanya kepada Allah SWT yang maha kuasa dan tidak ada selainnya yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang.

3. Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi keimanan juga mengalirkan ke dalam diri manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan ,ia menjadi orang yang tidak menyukai sifat pamer atau kepura puraan , orang yang beriman tidak pernah angkuh ,kelebihan harta atau kekuasaan tidak membuatnya sombong karena ia tahu semua itu berasal dari Allah ,setiap saat Allah dapat mengambil apa yang penah di berikan-NYA kepada manusia.

4. Keimanan membuat manusia menjadi suci daan benar, ia yakin tidak ada jalan lain untuk mencapai kesuksesan dan keselamatan kecuali dengan kesucian jiwa dan tingkah laku yang baik, ia yakin tuhan berada di atas segalanya yang ada ia mempuyai keyakinan kuat ,Allah SWT adalah penguasa seluruh kekayaan yang ada di bumi dan di langit.

5. Orang yang beriman mempunyai kemauan kuat, kesabaran yang tinggi dan kepercayaan yang teguh kepada Allah dalam segala hal tidak mempunyai hubungan khusus dengan siapapun atau apapun yang menyebabkan rusaknya iman ,orang beriman meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang dapat ikut campur tangan terhadap kekuasaan Allah dalam kehidupan , keyakinan ini membuat orang beriman sadar bahwa jika ia berbuat dan bersikap benar serta adil maka akan meraih kesuksesan .

6. Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hati dengan keadaan yang di hadapi ketika orang beriman memutuskan untuk menjalankan perintah perintah-NYA maka ia yakin akan mendapat dukungan dan pertolongan Allah keyakinan ini membuat orang beriman tetap kukuh dan mantap dalam menjalani kehidupan.

7. Keimanan menumbuhkan keberanian dalam diri manusia dalam hubungan ini ada dua hal yang membuat manusia menjadi pengecut (a) takut mati dan (b) pemikiran yang menyatakan bahwa ada orang lain selain allah yang dapat mencabut nyawanya “keimanan kepada kalimat LAILAAHA ILLA ALLAH menghapus kedua pemikiran di atas.

8. Orang-orang beriman selalu menghindari cara-cara yang rendah dalam mencapai tujuan nya mereka percaya bahwa kesejahteraan manusia berada di tangan Allah SWT, dan Allah memberikannya kepada manusia dengan kehendaknya ,tugas manusia hanya berusaha keras untuk mendapatkannya dengan cara yang benar ,mereka mengetahui tercapai tidaknya tuuan manusia dalam hidup ini tergantung kepada kehendak Allah SWT semata.

9. Pengaruh keimanan membuat manusia menjadi taat dan ptuh kepada hokum hukum Allah , seseorang yang beriman yakin bahwa Allah mengetahui segalanya baik yang nyata maupun yang tersembunyi dari pandangan manusia ,manusia dapat menyenbunyikan sesuatu kepada orang lain , tetapi tidak dapat menyembunyikannya di hadapan Allah SWT.

Demikian beberapa dampak keimanan dalam kehidupan manusia sehari hari karena alasan inilah, keimanan ini menjadi aspek yang pertama dan terpenting untuk menjadi seorang muslim sejati. Kepatuhan kepada Allah SWT tidak mungkin tumbuh dalam diri seseorang jika ia tidak mempunyai keyakinan dan keimanan terhadap kalimat tauhid tersebut, atau dengan kata lain , tidak ada yang berhak di sembah kecuali Allah SWT.

Di samping keimanan seperti yang di kemukakan di atas memberikan dampak positif terhadap kehidupan seorang muslim itu sendiri, ia juga dapat memberikan kenikmatan bagi orang lain dan lingkungan nya ,seperti firmanNYA dalam surah Ibrahim[14]:24-27 ]

Artinya: "Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik ,akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit (24)(pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seiring tuhannya ,dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat (25)dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk ,ang telah di cabut akar akarnya dr permukaan bumi :tidak dapat (tegak) sedikitpun (26)Allah meneguhkan iman orang -orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) didunia dan diakhirat : dan Allah menyesatkan orang- orang yang zalim dan Allah berbuat apa yang dia hendaki(27) (Q.S.Ibrahim [14]:24-27)

Pada ayat ini secara metafora (perbandingan) Allah mengumpamakan kalimat tayyibah (ucapan yang baik) itu laksana sepohon kayu yang besar dan kuat , jadi kondisi dan fungsi orang-orang yang beriman menurut ayat tersebut adalah laksana pohon yang besar yang mempunyai tiga ciri khas:

1. Dia berdiri teguh dan kuat dalam kehidupan dan mempunyai pendirian ,tidah mudah goyah dan di goncang ,tidak mudah di pengaruhi.

2. Dia mempersembahkan buahnya kepada manusia untuk di nikmati dan di makan.

3. Dia menjadikan dirinya tempat bernaung ,memberikan perlindungan kepada sesame manusia ,membela orang yang teraniaya dan lain sebagainya.

Dan hal itu tidak lain adalah agama dan cahaya iman yang menjadikan setiap individu merasa bahwa Allah Yang Maha-Tahu sentiasa mengawasi gerak-geriknya. Dia merasa bahwa Allah yang tampak bagi-Nya seluruh apa yang ada di langit dan di bumi akan membalas semua orang atas amal-amalnya. Maka datanglah ajaran samawi untuk membimbing manusia menuju kebahagiaan dengan sangat memperhatikan ruh dan jasad secara seimbang. Ia menggariskan suatu jalan yang harus dilalui untuk mewujudkan keinginan dan gharizahnya. Maka Islam mengharamkan pembunuhan dan kerahiban. (Karena mengekang naluri dan keinginan manusia) Ia memerintahkan untuk menikmati rezeki yang halal lagi baik, serta mengharamkan khaba’its (yang kotor dan menjijikkan). Ia memerintahkan untuk beribadah kepada-Nya dengan memurnikan keikhlasan untuk-Nya dan melarang kekufuran, kefasikan serta kemaksiatan dalam banyak ayat al-Quran.

Nabi Muhammad SAW berlepas diri dari orang-orang yang ingin menambah-nambah dalam beribadah, melebihi apa yang dibawa oleh baginda Rasul SAW, tanpa mengendahkan hak-hak tubuh mereka. Anas bin Malik r.a. menceritakan bahawa ada tiga orang laki-laki datang ke rumah para istri Nabi untuk menanyakan ibadah Rasulullah SAW. Maka tatkala mereka diberitahu tentang ibadah beliau, mereka menganggapnya sedikit (tidak seberapa atau biasa-biasa saja) dan mengatakan, “Apalah kita, kalau dibandingkan dengan Nabi beliau telah diampuni dosanya yang telah lalu dan yang kemudian?!” Salah seorang dari mereka berkata, “Kalau saya, maka akan shalat malam selamanya." Yang lain mengatakan, “Saya akan puasa dari (sepanjang tahun) selamanya, tidak berbuka.” Yang lain lagi berkata, “Saya akan menjauhi wanita, tidak akan menikah selamanya.” Kemudian Rasulullah SAW, datang dan bersabda, “Kalian yang mengatakan begini dan begitu?! Ingatlah, demi Allah, aku ini orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan yang paling takwa, tetapi (sekalipun demikian) aku puasa dan juga berbuka, aku solat dan tidur, dan aku mengahwini wanita. Maka siapa yang tidak menyukai sunnahku (syari’atku) dia bukan termasuk golonganku.” (Hadis Riwayat al-Bukhari 7/2 bab Nikah, lihat Muslim 11/1020). Jadi Islam itu bagaikan bangunan yang kekal, kukuh, kuat dan sempurna. Di dalamnya terdapat segala macam sebab kehidupan yang ideal, dan segala sarana kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan di dunia dan berhujung dengan kebahagiaan di akhirat yang lebih sempurna dan lebih tinggi, yang mana kebahagiaan tersebut bukan balasan sepadan seperti harga dan barang, karena yang terbatas dan dangkal tidaklah menjadi harga bagi sesuatu yang langgeng dan yang tak terbatas. Akan tetapi ia adalah karunia atau anugerah dari Allah dan rahmat-Nya bagi siapa saja yang benar imannya kepada Allah, malaikat-Nya, para rasul-Nya, Hari Kiamat, Hari Akhir, dan takdir-Nya, yang baik maupun yang buruk.

Mengerjakan setiap rukun dari rukun-rukun ini memberikan buah dan hasil yang banyak. Pertama bagi peribadi si pelaku dan kedua bagi jamaah (masyarakat), dengan syarat mengaitkan setiap rukun dengan yang lain. Kerana mendustakan salah satunya bererti mendustakan seluruhnya. Manusia diciptakan untuk diuji. Allah berfirman,“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setitis mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), kerana itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (Al-Insan: 2)

Dan Allah telah melengkapinya dengan bekal yang memang diperlukan untuk setiap ujian yang diberikan. Maka Allah menjadikannya berakal, mendengar, melihat, berupaya bergerak, juga meletakkan padanya keinginan, kemauan, dan semangat jasmani maupun rohani. Allah telah mengutus para rasul bagi tujuan menjelaskan jalan yang lurus yang harus dilalui agar dapat mencapai hidup bahagia di dunia dan dapat menghantarkan kepada kenikmatan abadi di akhirat. Para rasul tersebut juga memperingatkan dari jalan-jalan yang menghantarkan kepada siksa neraka. Allah berfirman menjelaskan hal tersebut,

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku, Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pernberi rezeki Yang mempunyai kekuatan lagi Sangat kukuh.” (Adz-Dzariyat: 56-58).

Keluar dari ibadah adalah keluar dari jalan yang lurus. Ibadah yang sebenarnya adalah ibadah yang memenuhi syarat ikhlas dan ittiba’ (mengikuti Nabi SAW). Ikhlas dalam niatnya (kerana Allah) dan ittiba’ dengan konsisten mengikuti ajaran-ajaran samawi berdasarkan firman Allah SWT,

“...agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya...”
(Hud: 7)

Ujian adalah cobaan untuk mengetahui siapa yang paling baik amalnya dengan mengikuti perintah setepat-tepatnya dan dengan menjauhi larangan sejauh-jauhnya.

Berdasarkan uraian ini maka beriman kepada semua rukun adalah merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, sebagiannya terkait dengan sebagian yang lain. Pengaruh masing-masing rukun iman adalah bererti pengaruh rukun iman yang lain. Kerana itu, dalam realisasinya, satu rukun dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Begitu pula pengaruhnya kepada pribadi dan jamaah, tidak dapat dipisahkan. Sebab individu adalah batu pertama bagi terbentuknya bangunan masyarakat. Ajaran-ajaran samawi ditujukan untuk per-orangan, kerana kebaikan mereka adalah kebaikan jamaah. Adapun buah iman, di antaranya adalah:

a. Sesungguhnya iman kepada Allah itu adalah kehidupan hati, memasak (sebagai asas) kekuatan kepadanya untuk menaiki tangga kesempurnaan. Ia adalah pendorong bagi jiwa agar menghiasi diri dengan budi pekerti yang baik, jauh dari kehidupan dan hal-hal yang tidak berguna. Sebagaimana Allah berfirman,
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Karni berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah rnasyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 122)

b. Iman itu adalah sumber ketenangan dan kedamaian bagi setiap orang, kerana ia sejalan dengan fitrah dan seiring dengan tabiatnya. Ia adalah sumber kebahagiaan bagi masyarakat, kerana ia mengukuhkan ikatan-ikatan masyarakat, merapatkan tali kekeluargaan dan membersihkan perasaan-perasaan, dan dengan itu semua masyarakat meningkat menggapai kemuliaan (fadhilah). Dan fadhilah itu adalah nikmat kerelaan (redha) dalam segala hal, dalam kondisi lapang atau sempit, mudah atau sulit serta manis atau pahit, karena beriman kepada qadha’ Allah dan hikmah-Nya. Sebagaimana firman Allah,
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Imam Muslim dengan sanadnya dan Shuhaib meriwayatkan, Rasulullah SWT, bersabda,
“Sungguh mengherankan urusan orang mukmin itu. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Tidaklah hal itu berlaku bagi seseorang kecuali bagi seorang mukmin. Jika ia mendapat nikmat ia bersyukur maka menjadi baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah ia bersabar, maka menjadi baik untuknya.” (Hadis Riwayat 4/2295, Ahmad 4/332-333, 6/15-16)

Maka orang mukmin yang menjiwai dan merasakan seperti ini akan tenang hatinya, selesai badan dan jiwanya. Kehidupannya penuh dengan kebahagiaan, dinaungi oleh perasaan ridha dan damai, serta merasa tenang atas rahmat Allah dan keadilan-Nya, karena Dia adalah tumpuan harapannya, benteng perlindungannya, permata hatinnya dan kenyamanan imannya.

c. Sucinya hati dan kejernihan jiwa. Membawa maksud, iman itu menyucikan jiwa dari persangkaan-persangkaan, khurafat dan takhayul. Dengan begitu ia akan jernih dan bersih sesuai fitrahnya, keadaannya akan meningkat dengan karamah yang ada padanya. Maka setiap rasa tunduk dan khusyu’ di dalamnya untuk menyatukan arah kepada Penciptanya, Yang memiliki karunia atas dirinya dan atas seluruh makhluk, serta menjamin kepentingan mereka semua. Bilamana ia merasakan pada dirinya keutuhan penciptaan dan tenjaminnya rezeki maka sirnalah (lenyaplah) ikatan-ikatan takhayul, takut dan harapannya dari makhluk lain, baik para pembesar manusia maupun bayangan menakutkan yang diciptakan oleh daya khayal yang disangka ada pada benda-benda langit (planet dan binatang), pepohonan, bebatuan dan sejenisnya, atau kuburan dari ahli kubur yang dikeramatkan. Maka dengan iman itu ia akan bergantung kepada Allah, Tuhan Yang Maha haq, dan akan berpaling dari yang selain-Nya. Maka bersatulah manusia dalam ketergantungan (ta’alluq) dan tujuan (hadaf), serta hilanglah dorongan-dorongan untuk bersaing dan berselisih.

d. Menampakkan kemuliaan (izzah) dan kekebalan (mana’ah). Orang yang beriman percaya bahwa dunia adalah mazra’atul akhirah (ladang untuk akhirat), seperti dalam firman Allah, “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah: 110)
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, nescaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, nescaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Az-Zalzalah: 7-8)

Dan ia mengimani bahwa apa yang ditakdirkan luput darinya, tidak akan mengenainya, dan apa yang ditakdirkan menimpanya pasti mengenainya. Dengan itu, terhapuslah dari dalam hatinya terhadap perihal kekhuwatiran dari segala macam rasa takut. Maka dia tidak akan rela kehinaan dan kerendahan untuk dirinya, ia tidak akan tinggal diam atas kekalahan dan penindasan.

Dari sini kita mengetahui dengan jelas bagaimana tugas-tugas berat dan agung mampu ditempuh melalui tangan Rasulullah dan juga tangan-tangan para sahabatnya. Sesungguhnya kekuatan bumi semuanya tidak mampu menghadang di depan orang yang hatinya dipenuhi oleh pancaran iman, amalnya didasarkan pada pengawasan Allah dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan akhirnya. Kita juga memahami bagaimana para rasul dan para nabi di mana mereka sendirian menghadapi kaum dan umatnya yang bersatu, mereka tidak mempedulikan jumlah manusia dan kekuatannya. Dalam Sejarah Nabi Ibrahim dan Hud terdapat sikap yang dapat menjelaskan dan menampakkan kekuatan iman yang sebenarnya.

e. Berhias dengan akhlak mulia. Sesungguhnya iman seseorang kepada suatu kehidupan sesudah kehidupan duniawi ini dan di sana akan dibalas segala perbuatan akan membuat dia merasa bahawa hidupnya mempunyai tujuan dan makna yang tinggi; suatu perkara yang dapat mendorongnya untuk berbuat baik, berbudi luhur dan berhias dengan keutamaan, menjauhi kejahatan dan melepas pakaian kehinaan. Dengan begini akan terwujudlah peribadi yang utama dan masyarakat yang mulia serta negara yang makmur.

f. Bersemangat, giat serta rajin bekerja. Sesungguhnya orang yang beriman kepada qadha’ Allah dan qadar-Nya, mengetahui kaitan antara sebab dan akibat, mengerti nilai amal, kedudukan dan keutamaannya, ia akan mengetahui bahawa di antara taufik Allah bagi manusia adalah petunjuk-Nya untuk mengupayakan sebab-sebab yang dapat menghantarkan kepada tujuan. Dan dia tidak akan berputus-asa apabila ada sesuatu yang tidak dia capai, sebagaimana dia tidak akan lupa diri dan sombong apabila berhasil meraih keuntungan dunia, sebagai wujud dan iman kepada firman Allah SWT

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan din.” (Al-Hadid: 22-23)

No comments:

Post a Comment