Jul 13, 2023

Selalu Eling lan Waspada

 


Tay, tadi SettiaBlog menemukan daun yang bentuknya mirip daun Maple, ndak tahu pohon apa ini, bentuknya merambat. Lha wong SettiaBlog menemukannya merambat liar di pinggir kali, terus SettiaBlog jepret pakai kamera handphone. SettiaBlog ambil lagu kamu Tay, yang "back to December" dan ini di cover sama teman. Tema lagu "back to December" ini tentang penyesalan. Jika waktu bisa diputar kembali, benarkah manusia akan memperbaiki kesalahannya Tergantung manusianya. JIka dia tidak ingin memperbaiki kesalahannya, berarti dia memilih untuk tetap seperti biasa. Jika dia ingin memilih untuk memperbaiki kesalahannya, pertanyaannya kesalahan yang mana? Sudah tentukan itu sebuah kesalahan? Darimana dia tahu itu sebuah kesalahan?

Jika di masa depan dia melihat itu sebuah kesalahan, dan dia kembali ke masa lalu, SettiaBlog rasa itu kembali ke sebuah probabilitas. Kesalahan di masa depan itu kembali menjadi sebuah yang belum tentu suatu kesalahan di masa lalu. Mari kita buat contoh sederhananya: Anda bersama seorang teman Anda sedang melempar koin dengan mempunyai taruhan Rp.10.000. Anda memilih koin dengan sisi A. Teman Anda memilih sisi B. Ternyata setelah koin dilempar teman Anda menang karena sisi B yang di atas. Keadaan melempar koin ini selalu adil, karena mempunyai 2 kemungkinan, dengan 2 pilihan masing-masing. Yakni, sisi A atau B artinya 50%, 50% kemungkinan benarnya. Dan jika menggunakan 2 koin, kemungkinan terbentuknya ialah: A-A ; A-B ; B-B ; B-A. Maka kemungkinan terjadinya ialah 1 dari 4, yaitu 1/4, 0,25,atau 25%.

Sekarang kita asumsikan Anda dapat memutar waktu kembali, maka karena Anda sudah mengetahui mana yang salah pilih, kemudian Anda memilih sisi B, karena Anda menganggap hasilnya akan akan sisi B. Koin dilempar, maka kemungkinan terjadinya akan tetap 50%, Bisa A bisa B. Manusia jika waktu diputar kembali, maka kesalahan yang dilakukan dimasa depan belum tentu menjadi suatu kesalahan jika waktu diputar kembali. Konsekuensi setiap pilihan selalu menghasilkan kepastian, tetapi suatu pilihan tidak selalu menghasilkan kepastian. Manusia merasa menebang pohon selama bertahun ialah kesalahan, kemudian waktu diputar kembali dan menganggap menebang pohon ialah suatu kesalahan di masa depan. Yang terjadi ialah manusia punah tidak bisa mempertahankan kelangsungan hidup karena konsekuensi yan diambil. Kemungkinan lainnya ialah hasil pohon tidak digunakan dan rumah untuk tempat tinggal tidak ada lagi dari kayu, semua digantikan ke bahan Beton, konsekuensinya, pertambangan semen menjadi hal utama, besi di keruk dimana-mana. Akhirnya, bumi rusak.

Manusia merasa penemuan plastik oleh Leo Baekeland tahun 1907 ialah sebuah kesalahan di masa depan, karena telah merusak Bumi. Waktu diputar kembali, dan memutuskan untuk tidak menggunakan plastik, kemudian digantikan dengan kertas. akhirnya pohon ditebang untuk pemenuhan kertas. Atau digantikan dengan kain, maka hewan-hewan penghasil wool akan banyak disalahgunakan. Jadi, semua akan ada konsekuensi. Benar dan Salah selalu berdampingan. Untuk "sekarang" apa yang benar akan dipertahankan dan dilakukan, dan salah akan dijauhkan. Jadi, jika manusia bisa memutar waktu kembali, maka dia akan memperbaiki kesalahan yan belum tentu benar di masa depan. Karena manusia adalah tempatnya salah.

Dan untuk meminimalisir salah dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Falsafah Jawa banyak mengajarkan tentang kebijaksanaan hidup. Beberapa diantaranya adalah falsafah tentang konsep Eling dan Waspada dalam kasusastran yang ditulis oleh Pujangga besar Jawa dari Kasunanan Surakarta yakni Raden Ngabehi Ronggo Warsito (Rangga Warsita) dalam serat Kalatida.  Secara utuh kalimat tersebut berbunyi sabegja-begjaning kang lali, luwih begja kang eling klawan waspada, seberuntung-beruntungnya orang yang lalai, lebih beruntung orang yang tetap ingat dan waspada. Namun tidak semua orang mengerti secara persis makna dari falsafah Jawa tersebut. Berawal dari realitas tersebut perlulah kiranya ada sedikit uraian agar petuah yang luhur ini mudah dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Terlebih lagi hari ini, saat kita hidup di jaman hyper reality  yang serba tidak pasti, ketika semesta sedang bergolak banyak musibah juga bencana. Pepeling  (peringatan) tersebut menjadi penting untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perlahan mari kita kupas satu persatu makna dari Eling lan Waspada.

ELING


Bagian pertama adalah makna dari kata Eling (ꦲꦺꦭꦶꦁ). Eling secara harfiah berarti :
eling, èngêt : 1. pikirane pulih kaya sakawit (tmr. wong sêmaput, edan lsp); 2. mangêrti manèh marang prakara sing wis lawas; 3. ora lali; 4. ngrumangsani, wêruh marang kaanane dhewe lsp; ora dilalèkake, dirêmbug (dipikir) mungguhing kaanane (asale lsp) (Poerwadarminta, 1939) 

Eling  secara harfiah bermakna ingat dan ngrumangsani (sadar) dengan keadaan. Sikap eling  ini jika ditinjau lebih jauh meliputi kesadaran tentang dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan.

• Eling Dimensi Ketuhanan
Eling  atau ingat berdasar dimensi ketuhanan maksudnya adalah kita memiliki kesadaran (conciousness)  tentang asal usul penciptaan, tujuan penciptaan, tujuan manusia hidup, bagaimana menjalani hidup dan bagaimana manusia menjalani kehidupan setelahnya (after life). Singkatnya adalah Allah SWT sebagai sangkan paraning dumadi, dari Allah SWT semua berasal menuju Allah SWT semua berakhir, kehendak Allah SWT atas semua dan ciptaan-Nya. 

Pemahaman ini mengajarkan kita untuk menyadari bahwa tak ada cara untuk menafikkan penyebab adanya diri kita saat ini yakni sang Causa Prima  atau Tuhan Maha Esa (Allah Maha Esa / Allah SWT itu tunggal). Kesadaran ini akan mendorong manusia untuk selalu manembah kepada Hyang Mahakuasa.

Eling bahwa kita harus menjalani kehidupan fana ini sebagai syarat utama yang akan menentukan kemuliaaan kita kelak di alam kelanggengan (after life) nanti, alam yang mana akan menjadi tempat tujuan kita ada (paraning dumadi). Manembah bukan hanya dalam batas sembah fisik, namun lebih utama mempraktekan sikap manembah tersebut dalam pergaulan sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat untuk menggapai ridho ilahi.

• Eling Dimensi Kemanusiaan

Di samping kesadaran spiritual terkait hubungan vertikal terhadap Allah SWT, eling  sebagai peranan dalam relasi manusia yang saling hidup berdampingan sesama makhluk Tuhan juga menjadi keutamaan (Eling mring sesama). Eling dalam dimensi kemanusian menganjurkan kita agar selalu instrospeksi diri atau mawas diri sebagai modal utama dalam pergaulan yang menjunjung tinggi perilaku utama (lakutama) yakni budi pekerti luhur, atau (mulat laku kautamaning bebrayan).

Eling dalam dimensi kemanusiaan dapat kita wujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, sesama manusia harus saling menghormati.
Kedua, sesama manusia harus saling menolong.
Ketiga, sesama manusia harus saling mengingatkan

Eling siapa diri kita bertujuan agar jangan sampai kita bersikap sombong atau takabur. Selalu mawas diri atau mulat sarira adalah cara untuk mengenali kelemahan dan kekurangan diri pribadi juga untuk menahan diri (self control)  untuk tidak berbuat yang merugikan orang lain. Sebaliknya selalu berbuat yang menentramkan suasana terhadap sesama manusia. Selagi menghadapi situasi yang tidak mengenakkan hati, dihadapi dengan mulat laku satrianing tanah Jawi yaitu tidak benci jika dicaci, tidak gila jika dipuji, teguh hati, sabar walaupun diterpa nestapa dan kesusahan.

Kesadaran akan peran manusia dalam dimensi kemanusiaan akan mendorong kita untuk bisa memahami dan mengerti kebaikan yang telah orang lain lakukan kepada kita (niteni kabecikaning liyan). Berusaha ikhlas, berhenti pamrih dan berhenti menghitung-hitung untung rugi, melupakan dan memendam jasa atau kebaikan yang pernah kita perbuat untuk orang lain, sebaliknya kita harus niteni kebaikan yang orang lain pernah lakukan kepada kita. 

Hutang budi merupakan hutang paling berat. Jika kita kesulitan membalas budi kepada orang yang sama, balasan itu bisa kita teruskan kepada orang-orang lain. Artinya kita melakukan kebaikan yang sama kepada orang lainnya secara estafet, maka kebaikan akan selalu bertebaran. Bertindak tulus ikhlas karena Allah Yang Maha Kuasa tanpa mengharap pamrih kepada manusia.

WASPADA


Waspada artinya adalah kita sadar akan hal-hal yang bisa menyebabkan diri menjadi hina dan celaka. Kewaspadaan dapat diwujudkan dengan waspada ing lair (kewaspadaan terhadap bahaya yang tampak nyata), waspada ing batin  (kewaspadaan yang hakiki), waspada saka panggada  (menangkal godaan yang menjerumuskan), waspada tan kena lena (lengah sekejap bisa lenyap), dan waspada tan kena keblinger (mewaspadai jebakan yang menyesatkan).

Hukum yang berlaku disekitar manusia adalah hukum sebab-akibat (causalitas). Hukum Kausalitas merupakan hukum keniscayaan bagi alam semesta, dan merupakan fitrah manusia untuk memahaminya bahwa setiap akibat/peristiwa merupakan hasil dari sebuah sebab. Begitu pula dengan kehidupan, setiap perilaku sekecil apapun, perbuatan sekecil apapun akan mendapat pembalasan (perhitungan). Jika menghendaki diperlakukan baik maka berlakulah dengan baik. 

• Waspada Kepada diri Pribadi

Menghindari juga mewaspadai perbuatan dan perilaku yang negatif penting untuk selalu dilakukan. Perbuatan-perbuatan negatif yang mengakibatkan hina, celaka dan menderita, kita harus menjaga diri, menjaga lisan dan ucapan, sikap dan perbuatan yang berpotensi mencelakai sesama manusia, makhluk lain, dan lingkungan alam semesta. Misalnya perbuatan-perbuatan angkara yang membawa cela seperti menghina, iri, dengki, merugikan orang lain, mencelakai, merusak dan menganiaya terhadap sesama manusia ataupun sesama makhluk semesta.

Waspada terhadap apapun yang bisa menghambat kemuliaan hidup terutama mewaspadai diri pribadi dari perilaku badan dan perilaku batin. Mewaspadai diri pribadi berati kita harus bertempur melawan kekuatan negatif dalam diri, nafsu dan angkara. Yang menebar aura buruk berupa kehendak untuk menangnya sendiri, butuhnya sendiri (egois) dan benernya sendiri. 

Adigang adigung adiguna, kita harus mewaspadai diri pribadi dari nafsu mentang-mentang yang memiliki kecenderungan eksploitasi dan penindasan : adigang, adigung, adiguna juga nafsu aji mumpung, mentang-mentang: ing ngarsa mumpung kuasa, ing madya nggawe rekasa, tutwuri nyilakani (di depan karena berkuasa atau memimpin maka menyalahgunakan kekuasaan, bila di tengah membuat masalah/ menyusahkan, di belakang justru mencelakakan. )

• Waspada dan Cermat Membaca Bahasa Alam

Waspada dalam arti cermat membaca bahasa alam (hanggayuh kawicaksananing Gusti). Bahasa alam merupakan perlambang apa yang menjadi kehendak Allah SWT. Bencana alam bagaikan perangkap ikan. Hanya ikan-ikan yang selalu eling dan waspada yang akan selamat. Semoga kita selalu dianugerahkan keselamatan.

Pasti pada bingung kan ya kalau SettiaBlog membahas kayak gini. He...he..., ndak usah di masukan hati. Esensi dari sikap eling dan waspada adalah segala pikiran, ucapan, sikap dan perbuatan kita dalam interaksi dengan sesama manusia, seluruh makhluk, dan lingkungan alam selalu dilandasi oleh keluhuran budi pekerti, arif dan bijaksana. Menjalani kehidupan ini dengan kaidah-kaidah kebaikan dan welas asih seperti tersebut di atas agar senantiasa dilimpahkan rahmat dan kebaikan dari Allah SWT.

Sing sapa nggawe bakal nganggo, siapa menanam akan memanen, barang siapa menabur angin akan menuai badai. Dalam kondisi alam bergolak, hukum sebab akibat akan mudah terwujud dan menimpa siapapun. Kecuali orang-orang yang selalu eling dan waspada. Karena kebaikan-kebaikan yang pernah kita lakukan kepada sesama, kepada semua makhluk, dan lingkungan alam sekitar, akan menjadi pelindung yang menjauhkan dari malapetaka, bahaya, kesialan bagi diri pribadi.

No comments:

Post a Comment