Mar 13, 2023

Meluruskan Niat agar Ikhlas Beramal

 



SettiaBlog dulu kan pernah cerita dan menunjukkan kalau garis tangan sebelah kiri SettiaBlog ndak sama dengan orang kebanyakan. Biasanya kan ada angka ٨١ (81), kalau milik SettiaBlog adanya huruf  س, ndak tahu kok ndak sama. Kalau garis tangan sebelah kanan umumnya kan ada angka ١٨ (18), milik SettiaBlog bentuknya garis lurus simian line, ndak tahulah kok ndak sama, SettiaBlog juga bingung. Pernah dulu ada anak yang membaca garis tangan SettiaBlog. Saat tiba di beberapa garis dia tidak mau membaca atau mungkin ndak ada di panduan. Sudah SettiaBlog paksa, semua garis tangan SettiaBlog yang jelek - jelek tolong ungkap semua, dia tetap ndak mau. Malah justru dia berbalik yang sharing kepribadiannya ke SettiaBlog. Ya wes lupakan ya garis tangan SettiaBlog, ndak sama ya biarin. Di ambil positifnya aja ya, kalau garis tangan lurus anggap saja memiliki niat yang lurus, kok pusing - pusing mikirin garis tangan. Garis kehidupan manusia kan milik Allah SWT.

Ya, niat yang lurus kalau dalam bahasanya Gita Gutawa yang ada dalam klip di atas di sebut "jalan yang lurus".  Di antara kesibukan seorang muslim yang paling agung adalah memperbaiki niat dan menghadirkannya pada saat memulai amal karena padanya bertumpu diterima atau ditolaknya amal, dan padanya bertumpu baik dan buruknya hati. Dan barang siapa yang ingin berniat dengan niat yang baik dalam amalnya, harus melihat faktor pendorong yang mengajaknya untuk mengerjakan amal tersebut, sehingga dia bersungguh-sungguh yang menjadi pendorong utama adalah ridho Allah SWT, taat kepada-Nya dan mengerjakan perintah-Nya. Maka dengan ini niatan itu akan menjadi karena Allah –ta’ala-, kemudian setelah itu ia harus menjaga pendorong utama untuk beramal, murni karena Allah SWT, tidak berpaling darinya di tengah-tengah amal, hati dan niatnya tidak berubah-ubah, tidak berpaling kepada selain Allah, dan tidak dihinggapi kesyirikan lainnya. Seorang hamba bisa mengenali keikhlasannya dalam beramal, bahwa ia tidak beramal kecuali karena Allah, dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini:

1. Tidak melakukan amal karena ingin dilihat oleh manusia dan didengar oleh mereka

Imam Bukhori (6499) dan Imam Muslim (2987) telah meriwayatkan dari Jundub berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَنْ يُسَمِّعْ يُسَمِّعِ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللهُ بِهِ
“Barang siapa yang memperdengarkan (amal) maka Allah akan memperdengarkan hal itu, dan barang siapa yang ingin memperlihatkan (amalnya) maka Allah akan memperlihatkan hal itu”.
Al Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata:
“Al Khothabi berkata: “Maknanya adalah barang siapa yang beramal tidak ikhlas, akan tetapi ingin dilihat oleh manusia dan didengar oleh mereka, maka ia akan dibalas dengan hal itu, Allah akan menjadikannya terkenal dan dibuka aibnya, dan menampakkan apa yang ia sembunyikan”.
Dan dikatakan:
“Barang siapa yang beramal untuk mendapatkan kedudukan dan gelar di hadapan manusia, dan tidak ingin beramal karena Allah, maka Allah akan menjadikannya sebagai bahan pembicaraan di tengah manusia yang ia ingin mendapatkan kedudukan dari mereka, namun tidak ada pahala baginya di akhirat”. (Fathul Baari: 11/336)
Al Izz bin Abdus Salam –rahimahullah- berkata:
“Dikecualikan dari anjuran menyembunyikan amal, bagi seseorang yang memperlihatkannya untuk menjadi qudwah atau agar bermanfaat bagi orang lain, seperti menuliskan ilmu”. (Fathul Baari: 11/337)

2. Hatinya tidak bergantung dengan pujian orang atau celaan mereka

Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkaata:
“Kapan saja kaki seorang hamba berada pada kedudukan tawadhu’ dan tsabat di dalamnya, maka tekadnya akan meningkat, jiwanya akan tinggi dari sambaran pujian dan celaan, ia tidak bahagia dengan pujian orang lain, juga tidak merasa sedih dengan celaan mereka, inilah sifat orang yang keluar dari hak pribadinya, dan bersiap untuk beribadah kepada Rabbnya dan akan merasakan manisnya keimanan dan kematapan hati”. (Madarikus Salikin: 2/8)

3. Menyembunyikan amal dan merahasiakannya lebih ia cintai dari pada menampakkannya

Dari Ashim berkata: “Abu Wail jika melaksanakan shalat di rumahnya ia menangis menjadi-jadi, dan kalau dunia diberikan kepadanya untuk melakukan hal itu agar dilihat oleh seseorang, maka ia tidak akan melakukannya”. (HR. Ahmad di dalam Az Zuhd: 290)

4. Hendaknya seseorang berusaha untuk menjauhi tempat-tempat yang menjadikannya terkenal dan terpandang, kecuali jika hal itu menyangkut kemaslahatan yang syar’i

Ibrahim bin Adham –rahimahullah- berkata:
“Allah tidak akan percaya kepada orang yang ingin menjadi terkenal”. (Ihya’ Ulumuddin: 3/297)

5. Tidak menambah amal dan memperindahnya agar dilihat oleh orang lain

Dikatakan bahwa ikhlas itu adalah kesamaan amal seorang hamba secara lahir dan batin. Riya’ adalah yang nampak menjadi lebih baik dari pada yang batin. (Madarikus Salikin: 2/91)

6. Selalu menuduh diri sendiri dengan penuh kekurangan, tidak melihat adalah keutamaan pada dirinya, dan mengetahui bahwa keutamaan itu hanya milik Allah, kalau bukan karena Allah maka sudah menjadi hancur

Allah –ta’ala- berfirman:
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَى مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ النور/ 21
“Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya”.  (QS. An Nur: 21)

7. Hendaknya memperbanyak istighfar setelah beramal; karena ia merasa dirinya penuh dengan kekurangan

As Sa’di –rahimahullah- berkata:
“Sebaiknya seorang hamba setiap kali selesai beribadah, hendaknya beristighfar kepada Allah karena kekurangan dirinya, dan bersyukur kepada-Nya atas segala petunjuk-Nya, tidak melihat bahwa dirinya telah menyempurnakan ibadah, dan telah mempersembahkannya kepada Tuhannya, sehingga dia mendapatkan kedudukan yang tinggi, yang demikian ini sungguh mengandung murka dan reaksi, sebagaimana yang pertama mengandung penerimaan dan petunjuk untuk melakukan amal lainnya”.  (Tafsir As Sa’di: 92)

8. Merasa bahagia dengan taufik dari Allah yang menjadikannya mudah beramal sholeh

Allah –ta’ala- berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ يونس/ 58
“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus: 58)

Barang siapa yang memperhatikan hal itu di dalam amalnya, maka semoga termasuk orang-orang yang ikhlas. Adapun memastikan ikhlas dalam amal, maka hal itu tidak ada jalannya, karena hanya Allah yang Maha Mengetahui hal itu, akan tetapi seorang hamba hendaknya melaksanakan sebab-sebab keikhlasan, selalu memohon taufik dari Allah SWT agar beramal dengan baik, dan dirinya tidak memastikan telah melakukannya dengan ikhlas, juga tidak dari orang lain.



Bottom Note

Reba, SettiaBlog ambil fotonya satu. SettiaBlog ambil yang bibirnya lurus ini lho. Kayak gendhuk SettiaBlog, kalau ngambek ya bibirnya lurus gitu, lebih lurus lagi. Lupain ya gendhuk SettiaBlog yang lagi ngambek, itu juga SettiaBlog sengaja kok. Setidaknya SettiaBlog bisa senyum sedikit lihat gendhuknya ngambek.

Garis tangan sebelah kiri ada angka 81 dan kanan angka 18. Jika keduanya di jumlahkan jadi 99.  Angka 99 berarti pencapaian suatu harapan (sudah berhasil). Angka 99 ini juga unik, 9 + 9 = 18, 1 + 8 = 9. Di kalikan juga sama, 9 x 9 = 81, 8 + 1 = 9.  Paham ndak? Ndak paham juga ndak apa apa, SettiaBlog juga ndak paham. Keberhasilan berarti masuk dalam hal yang unik, maksudnya tidak semua orang berhasil mencapai impiannya. Makanya jika sudah mencapai impiannya pinter - pinter menjaganya. Semua kan juga tahu barang yang unik itu susah lho untuk merawat dan menjaganya. Katanya c untuk merawat dan menjaganya itu dengan ber-amal dengan ikhlas. Gendhuk SettiaBlog sebenarnya yang lebih ngerti tentang hal - hal kayak gini, tapi diem ae. Kalau lagunya sendiri "the forgotten".

No comments:

Post a Comment