Oct 12, 2020

Kemewahan Dapat Membinasakan Anda

 


 Makna lagu Jessie J yang berjudul "Price Tag" pada klip di atas, kurang lebihnya membahas tentang hidup tidak selalu tentang uang, ketenaran, gaya hidup glamor dan keberuntungan. Seiring dengan berjalannya waktu, orang-orang hanya memikirkan tentang hal-hal materi. Lagu tersebut ingin menunjukan bahwa jika kita selalu mengukur segala sesuatu dengan uang atau materi, kita akan melupakan apa sebenarnya tujuan hidup dan apa yang penting di dalam sebuah kehidupan yang bahagia. SettiaBlog c setuju lagu di atas, tapi materi, termasuk uang sangat di butuhkan untuk menunjang kehidupan. Yang SettiaBlog kurang setuju kalau materi di gunakan untuk kemewahan. Bicara soal kemewahan, SettiaBlog jadi ingat tanda tai lalat di dada (payu dara untuk perempuan). Kebetulan SettiaBlog juga punya tai lalat di dada. Karakternya memang sangat boros. Untuk yang jauh di sana dan yang dekat dengan SettiaBlog, yang memiliki karakter sama dengan SettiaBlog, yang senang sekali menikmati kemewahan dalam hidupnya, kayaknya patut untuk membaca bahasan berikut ini.



Syeikh Utsaimin –rahimahullah– mengatakan: Sungguh, semakin manusia bertambah dalam kemewahan, dan semakin terbuka terhadap yang lain, maka keburukan-keburukan juga semakin terbuka bagi mereka. Sungguh, kemewahan itulah yang membinasakan manusia, karena bila seseorang sudah mementingkan kemewahan dan pemanjaan jasadnya, ia tentu lalai dalam memanjakan hatinya, sehingga jadilah keinginan terbesarnya memanjakan jasad tersebut, padahal jasad itu akan berakhir dengan belatung dan kebusukan. Ini musibah.

Inilah yang membinasakan manusia hari ini. Hampir tidak Anda dapati seorang pun, kecuali ia mengatakan: bagaimana rumah kita, apa mobil kita, apa karpet kita, apa makanan kita? Sampai-sampai orang yang menelaah dan belajar ilmu agama pun, sebagian ada yang belajar untuk meraih pangkat atau kedudukan yang bisa menyampaikannya kepada kenikmatan dunia. Sepertinya manusia diciptakan bukan untuk tujuan yang agung, dunia dan kenikmatannya hanyalah wasilah (perantara)! semoga Allah menjadikan kami dan kalian dapat menjadikan dunia sebagai wasilah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah– mengatakan:
“Hendaknya seseorang menggunakan hartanya, seperti ia menggunakan himar untuk tunggangan, seperti ia menggunakan toilet untuk buang hajat”.
Lihatlah bagaimana orang-orang yang tahu (hakekat) harta, orang-orang yang tahu kedudukan harta.

Jangan jadikan harta sebagai tujuan utama (hidup) Anda! Tunggangilah harta dunia, karena bila Anda tidak menungganginya, harta itu yang akan menunggangi Anda, sehingga jadilah tujuan (hidup) Anda harta. Oleh karena itu, kita katakan: Sungguh, semakin terbuka harta dunia untuk manusia dan mereka jadi (terlena) melihat harta itu, maka mereka akan rugi dari akheratnya sebanding dengan keuntungan yang diperoleh dari dunianya.

Nabi –shallallahu alaihi wasallam– telah bersabda:
“Demi Allah, bukan kefakiran yang aku takutkan terhadap kalian, tapi yang aku takutkan terhadap kalian adalah; bila dunia dibukakan untuk kalian, sehingga kalian saling berlomba mendapatkannya, sebagaimana umat sebelum kalian saling berlomba di dalamnya, lalu dunia itu membinasakan kalian sebagaimana dunia itu telah membinasakan mereka."

Dan benarlah Rasul –shallallahu alaihi wasallam-, inilah yang membinasakan manusia sekarang ini. Yang membinasakan manusia hari ini adalah saling berlomba mendapatkan dunia, hingga seakan mereka diciptakan untuk dunia, bukan dunia diciptakan untuk mereka. Sehingga mereka bekerja demi dunia yang diciptakan untuk mereka, dan meninggalkan perkara yang mereka diciptakan untuknya. Ini merupakan keadaan yang terbalik, semoga Allah menyelamatkan kita (dari keadaan ini).

Kemewahan memang dapat membinasakan manusia, ia telah banyak menjerumuskan umat-umat terdahulu dalam kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran dakwah para rosul -alaihimussalam-, maka hendaklah kita berhati-hati dan mewaspadai hal ini. Renungkanlah firman-firman Allah berikut ini:

وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ (116) وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ (117)

"Orang-orang yang zalim itu mementingkan kemewahan yang ada pada mereka, dan mereka itu orang-orang yang berdosa. Rabbmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan." (Hud: 116-117)

وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا (16)

"Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan mereka yang hidup mewah di negeri itu (agar taat kepada Allah), maka mereka pasti durhaka di dalamnya, sehingga pantas berlaku baginya ketentuan (hukuman) Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (Al-Isra’: 16)

فَلَمَّا أَحَسُّوا بَأْسَنَا إِذَا هُمْ مِنْهَا يَرْكُضُونَ (12) لَا تَرْكُضُوا وَارْجِعُوا إِلَى مَا أُتْرِفْتُمْ فِيهِ وَمَسَاكِنِكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْأَلُونَ (13) قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (14)

" Maka, ketika mereka merasakan azab Kami, tiba-tiba mereka lari kalang-kabut dari negerinya itu. (Dikatakan kepada mereka): Janganlah kalian lari kalang-kabut, kembalilah kepada kemewahan yg diberikan kepada kalian dan ke rumah-rumah kalian, agar (nantinya) kalian dapat ditanya. Mereka berkata: “Betapa celaka kami! sungguh kami orang-orang yang zalim”. [Al-Anbiya’: 12-14]

وَقَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِلِقَاءِ الْآخِرَةِ وَأَتْرَفْنَاهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا مَا هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يَأْكُلُ مِمَّا تَأْكُلُونَ مِنْهُ وَيَشْرَبُ مِمَّا تَشْرَبُونَ (33)

"Para pemuka kaumnya (Nabi Hud) yang kafir, yang mendustakan pertemuan hari akhir, dan yang telah Kami mewahkan dalam kehidupan dunia mengatakan: “Orang ini hanyalah manusia seperti kalian, dia makan dari apa yang kalian makan, dan minum dari apa yang kalian minum”. (Al-Mu’minun: 33)

بَلْ قُلُوبُهُمْ فِي غَمْرَةٍ مِنْ هَذَا وَلَهُمْ أَعْمَالٌ مِنْ دُونِ ذَلِكَ هُمْ لَهَا عَامِلُونَ (63) حَتَّى إِذَا أَخَذْنَا مُتْرَفِيهِمْ بِالْعَذَابِ إِذَا هُمْ يَجْأَرُونَ (64) لَا تَجْأَرُوا الْيَوْمَ إِنَّكُمْ مِنَّا لَا تُنْصَرُونَ (65) قَدْ كَانَتْ آيَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ تَنْكِصُونَ (66) مُسْتَكْبِرِينَ بِهِ سَامِرًا تَهْجُرُونَ (67)

"Tetapi hati orang-orang kafir itu dalam kesesatan dari (memahami kenyataan) ini, dan mereka mempunyai kebiasaan banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan buruk yang terus mereka lakukan. Sehingga apabila Kami timpakan azab kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, seketika itu mereka memekik minta tolong. (Dikatakan kepada mereka): Janganlah kalian memekik minta tolong pada hari ini. Karena kalian tidak akan mendapat pertolongan dari Kami. Sungguh, ayat-ayat-Ku selalu dibacakan kepada kalian, tapi kalian selalu berpaling ke belakang, dengan menyombongkan diri dan mengucapkan banyak perkataan keji terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari." (Al-Mu’minun: 63-67)

وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ (34) وَقَالُوا نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ (35)

"Setiap Kami mengutus seorang pemberi peringatan ke suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sungguh, kami mengingkari apa yang kalian diutus untuk menyampaikannya”. Mereka juga mengatakan: “Kami punya lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sama sekali tidak akan di azab”• (Saba’: 34-35)

وَأَصْحَابُ الشِّمَالِ مَا أَصْحَابُ الشِّمَالِ (41) فِي سَمُومٍ وَحَمِيمٍ (42) وَظِلٍّ مِنْ يَحْمُومٍ (43) لَا بَارِدٍ وَلَا كَرِيمٍ (44) إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُتْرَفِينَ (45)

"Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya mereka itu? Mereka dalam (siksaan) angin yang sangat panas dan air yang mendidih, dalam naungan asap yang hitam, tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sungguh, mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. (Al-Waqi’ah: 41-45)

Memang, ketika orang sampai pada taraf ‘kemewahan’, maka kemewahan tersebut akan menyeretnya ke dalam tindakan tinggi hati, memandang remeh orang lain, kurang menghormati orang di sekitarnya, dan kurang merendah kepada Penciptanya. Bahkan mungkin dia lupa sama-sekali dengan Allah Sang Pencipta, karena keadaannya yang dapat melakukan ‘apapun’ yang dia inginkan. Sehingga ia akan menolak nasehat apapun dan dari mana pun, karena ia merasa tidak memerlukan orang lain, bahkan justru orang lainlah yang memerlukan dia. Dan inilah ‘perangkap mematikan’ hidup mewah, dengan inilah umat-umat terdahulu dibinasakan, sebagaimana ditegaskan dalam ayat-ayat suci di atas.

Oleh karena itu, hendaklah kita menjauhi hidup mewah, dan berusaha untuk selalu hidup sederhana. Bila ada harta melimpah, maka hendaklah kita gunakan untuk amal-amal kebaikan, seperti: membantu dakwah Islam, menjamin kehidupan para da’i, memberi sumbangan wakaf, menyantuni anak yatim, memberi fakir miskin, membantu mereka yang membutuhkan, membangun masjid, mendirikan pondok, sekolah, dan seterusnya.

Ingatlah, bahwa itu semua tidak akan terbuang sia-sia, tapi Allah akan simpan dan lipat-gandakan pahalanya di sisi-Nya, sehingga menjadi tabungan pahala bagi pelakunya di akherat kelak, dan itu akan menjadi kenikmatan yang abadi selamanya. Jangan sampai kita susah-payah mengumpulkan harta dunia, namun akhirnya harta tersebut hanya menumpuk untuk dibagi ketika sudah menjadi warisan. Sungguh sangat merugi orang seperti ini, dia yang susah-payah di dunia dalam mengumpulkannya, tapi ternyata ahli warisnya yang menikmatinya. Dia yang mempertanggung-jawabkan harta tersebut di akhirat kelak, padahal dia belum sempat menikmati hasilnya di dunia.

Semoga Allah menyelamatkan kita dari gaya hidup mewah ini, dan semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua, sehingga kita dapat memanfaatkan kenikmatan apa pun yang dititipkan Allah kepada kita untuk meraih ridho dan kemuliaan di sisi-Nya. Sungguh, Allah ta’ala itu dekat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, dan Maha Kuasa mengabulkan doa.

No comments:

Post a Comment