Sep 9, 2021

Mengenali Ritme Kehidupan

 


 Kali ini SettiaBlog akan banyak bercerita dan sekaligus memenuhi janji menjawab pertanyaan murid les SettiaBlog. Di bawah ini ada sedikit anekdot.

Pada suatu malam, ada seorang ibu dan anak laki-lakinya yang sudah tumbuh dewasa, keduanya sedang terlibat dalam sebuah percakapan. Topik yang sedang diperbincangkan adalah mengenai jodoh sang anak yang tidak kunjung tiba.
Ibu : “Nak, umurmu sudah cukup, mengapa tidak segera mencari jodoh? Ibu sudah ingin menimang seorang cucu. Apa belum ada calonnya? Wanita kriteriamu seperti apa nak?”
Anak : “Beri saya waktu satu bulan untuk mencari jodoh, bu. Namun, ibu harus menerima jodoh yang saya pilih.”
Ibu : “Ibu menerima persyaratannya, nak.”
Setelah waktu berjalan sebulan Si anak memperkenalkan calon istrinya kepada ibunya.
Anak : “Bu, saya ingin mengenalkan jodoh saya.”
Ibu : “Siapa tiga anak itu?”
Anak : “Ini jodoh pilihan saya bu. Seorang janda beranak 3, sekarang ibu bisa menimang 3 cucu sekaligus.”
Ibu : (pingsan)

Untuk box di atas SettiaBlog gunakan kombinasi warna dark red aka wine dan crayola
Ketika orang membaca anekdot di atas, reaksinya pasti berbeda - beda. Ada yang tersenyum, karena ceritanya pas mengena di hatinya. Ada yang cemburu, karena di kira SettiaBlog yang mengalami cerita ini. Ada yang marah, karena tersinggung. Ada yang cuek, karena menganggap ceritanya ndak penting. Dan banyak lagi reaksi. Seperti itulah orang melihat kepribadian dan karakter kita, ada yang suka, ada yang ndak suka dan ada yang ndak peduli. Dan ritme kehidupan tidak mungkin selalu sama dengan cerita Cinderella di atas, di akhir cerita akan menjadi seorang putri dan pangeran. (SettiaBlog suka lho dengan gaya vokal Camila Cabello yang emosinya begitu terasa). Ada banyak ritme yang akan di jalani manusia dalam kehidupan yang di jalaninya. Dan setiap individu memiliki ritmenya sendiri.
"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung." (Q.S. Al-Israa’ : 37)
Ini yang menjadi pegangan SettiaBlog dalam menjalani kehidupan. SettiaBlog akan selalu ambil titik terendah atau titik tengah dari lingkungan yang SettiaBlog tempati. Hal inilah yang membuat seakan - akan SettiaBlog selalu berubah - ubah, seperti yang di tanyakan murid les SettiaBlog beberapa waktu lalu. Dengan cara seperti itu SettiaBlog akan lebih mudah keluar dari ego dan kesombongan. Dan hidup pun lebih terasa indah dan sederhana. Beberapa teman ada yang bilang SettiaBlog menjalani laku sufi. Ndak, SettiaBlog masih memikirkan dunia dan SettiaBlog juga masih menyukai seorang wanita, SettiaBlog menjalani kehidupan normal, kok. Mungkin ritmenya yang memang seperti itu. Kalau dalam bahasa Jawa nya "topo ngrame”,(selalu mengingat dan melihat Allah SWT di berbagai situasi dan kondisi apapun).

Di bawah ini SettiaBlog ada cerita lagi.
Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama. Uniknya, dikiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lollipop yang berwarni-warni dengan aneka rasa. Permen-permen yang terlihat seperti berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk mengambil dan menikmati kelezatan mereka.

Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil. Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat banyak didepannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis, maka ia memacu langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.

Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. Dia melihat gerbang bertuliskan. “Selamat Jalan”. Itulah batas akhir lembah permen lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki itu bertanya kepada Bob, “Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk? Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu juga sangat lezat.” Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi. Ia merasa sangat lelah dan kehilangan tenaga. Ia telah berjalan sangat cepat dan membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas karungnya. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun menjawab pertanyaan lelaki itu, “Saya lupa makan permennya!”

Tak berapa lama kemudian, Bib sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. “Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi kamu sudah sangat jauh di depan saya.”
“Kenapa kamu memanggil saya?” tanya Bob.
“Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, indah sekali!” Bib bercerita panjang lebar kepada Bob.
“Lalu tadi ada seorang kakek tua yang sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya beri dia beberapa permen yang ada ditas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal yang lucu. Kami tertawa bersama.” Bib menambahkan.
Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia lewatkan dari lembah permen lolipop yang sangat indah. Ia terlalu sibuk mengumpulkan permen-permen itu. Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen itu ke dalam tas karungnya.

Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop, Bob menyadari suatu hal dan ia bergumam kepada dirinya sendiri, “Perjalanan ini bukan tentang berapa banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia.”
Ia pun berkata dalam hati, “Waktu tidak bisa diputar kembali.”
Perjalanan di lembah lolipop sudah berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.


Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja. Kita lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita menjadi Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk menikmatinya dan menjadi bahagia. Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia?

No comments:

Post a Comment