Sep 14, 2021

Kembali pada Brand DNA Perusahaan

  


 Hari minggu kemarin, sekitar jam 2 siang, SettiaBlog duduk lengar lenger (termenung) di potongan pohon trembesi yang di gunakan kursi taman, diameternya paling 40 cm dan tingginya tak lebih dari 60 cm. SettiaBlog memandang di sekeliling, musim kemarau yang panas ini banyak membakar ujung-ujung dedaunan. SettiaBlog ingat kolam ikan yang dulu letaknya di utara SettiaBlog duduk saat ini, tempat yang biasa di gunakan SettiaBlog merenung, sambil memandang pohon teratai di tengah kolam, pohon melati air di tepi kolam dan ikan koi yang berenang beriringan, terasa menyejukkan hati. Itu dulu, beberapa tahun yang lalu. Awal tempat ini di bangun memang tidak semegah sekarang tapi sangat asri dan benar-benar nyaman. SettiaBlog masih ingat, sering saat kemarau seperti saat ini, banyak orang dari luar kota yang mampir hanya sekedar untuk makan sekeluarga dengan menggelar tikar di bawah pohon trembesi. Tempat ini memang terbuka untuk umum, sesuai dengan mottonya "amanah mendampingi Anda". Sekarang memang lebih megah, tapi entah kenapa terasa hambar, ya mungkin karena adanya wabah virus Corona yang membuat suasana jadi berubah. Bukannya SettiaBlog ingin mengungkit-ungkit masa lalu. SettiaBlog mengingat-ingat brand DNA di dirikannya tempat ini. Dan lagu "wildest dreams" di atas mewakili DNA SettiaBlog, bocah ndeso yang memiliki mimpi sederhana merubah peradaban dunia yang berbudi luhur (kesadaran menuju pada kemuliaan hati).

Tidak sedikit perusahaan yang mulai kehilangan arah saat sudah mulai berkembang dan banyak prestasi yang telah dicapai. Di sinilah terkadang letak kegagalan perusahaan untuk memahami keberhasilannya sendiri, sedemikian saat melakukan ekspansi usaha, ternyata malah terjadi penurunan usaha. Keberhasilan suatu perusahaan dalam memasarkan produk bisa terjadi karena 2 skenario, yaitu karena pasar memang menyukai produk dan percaya terhadap kualitas layanan dan image branding perusahaan tersebut, atau yang kedua adalah karena perusahaan tersebut hanya bisa menjual produk atau jasa dengan harga yang murah, sehingga konsumen memilihnya karena “terpaksa”. Seperti yang akan di bahas SettiaBlog kali ini, bagaimana perusahaan bisa kembali pada Brand DNA nya sendiri, yaitu kembali pada pertanyaan mendasar : “Mengapa perusahaan tersebut didirikan? Apa misi mulia yang hendak dicapai oleh pendiri saat perusahaan tersebut didirkan? Apa nilai-nilai yang ditekankan oleh pendiri kepada para karyawannya? Apa janji pendiri perusahaan yang selalu diucapkan kepada para pelanggannya saat di awal-awal perusahaan berdiri?” Jawaban atas pertanyaan ini akan membawa diri kita untuk menemukan kembali Brand DNA perusahaan kita yang mungkin telah bergeser dan berubah seiring perubahan jaman.



Memang perusahaan harus bisa terus menyesuaikan diri seiring perubahan jaman, namun harus bisa tetap mempertahankan Brand DNA nya sendiri, sedemikian konsumen akan terus mengingat siapa jati diri kita. SettiaBlog berikan contoh bagaimana Toyota bisa mempertahankan Brand DNA nya. Jika kita semua tahu bahwa Toyota menjual produk otomotif yang kualitasnya bisa dikatakan konsisten dari jaman ke jaman, dan selalu ada varian/model baru setiap 1 – 2 tahun sekali, layanan purna penjualan yang ramah dan cepat, semuanya ini adalah Brand DNA atau janji pendiri yang diberikan ke customer sejak awal Toyota berdiri, dan sampai sekarang masih dilakukan oleh puluhan ribu karyawannya di seluruh dunia walaupun sang pendiri sudah lama tiada. Ada 3 tahapan langkah agar perusahaan bisa kembali pada Brand DNA nya, yaitu tahap Discovery, tahap Re-Activation, dan tahap Evaluation.

1. Disovery of Brand DNA

Kembali menemukan Brand DNA, adalah tugas pertama yang harus dilakukan oleh semua professional atau generasi penerus bisnis keluarga yang mulai menanyakan jati diri perusahaannya sendiri. Tanpa menjiwai Brand DNA perusahaan, maka setiap kita akan bekerja secara formalitas saja, tidak ada ‘greget’ nya dalam bekerja pagi – sore tiap harinya. Jika ada komplain dari customer atau omset mulai menurun karena persaingan usaha, maka dengan cepatnya kita akan ‘down’ kalau Brand DNA tidak benar-benar kita jiwai setiap harinya. Sebagai alat bantu untuk menemukan kembali Brand DNA perusahaan, berikut adalah sebuah piramida brand sebagai janji benefit yang kita berikan ke pelanggan. Sebab sesungguhnya pelanggan itu tidak hanya membeli produk secara fisik saja, melainkan benefit lain yang terkadang tidak nampak. Aspek paling mendasar yang harus diberikan oleh setiap perusahaan adalah atribut produk dan fungsional itu sendiri, selanjutnya setiap perusahaan akan berlomba memberikan benefit yang lebih tinggi dengan upaya Branding, sedemikian pelanggan yang memiliki daya beli yang lebih baik, pasti akan memilih produk yang lebih memiliki benefit secara emotional, seperti prestise, dan lain lain, ketimbang perusahaan lain yang tidak melakukan aktivitas branding.
Sebagai contoh, mobil Toyota Avanza, coba kita analisis piramida brand-nya :
• Product Attributes
Mobil yang berisikan 7 kursi dan bermesin 1500cc. Panjang x lebar dimensinya 4140 mm x 1660 mm. Memiliki tinggi 1695 mm. Ada radio/tape dan Air Conditioner, dan seterusnya.
• Functional Benefit
Luas kabin yang lega dan nyaman. Suara yang kedap dan tidak bising dari luar mobil. Tarikan tenaga yang cepat akselerasinya dan handling kemudi yang cepat, sangat cocok untuk dipakai di perkotaan.
• Consumer Benefit
Mobil yang irit dan biaya maintenance yang terjangkau. Mobil yang kalau dijual lagi, harga jualnya masih tinggi dan banyak orang yang cari, sedemikian pasti cepat lakunya. Apalagi sekarang bisa digunakan untuk usaha taksi online seperti Grab dan Uber.
• Emotional Benefit
Mobil yang sering disebut mobil sejuta umat. Menjadi mobil idaman setiap orang yang ingin memiliki mobil pertama dalam keluarganya. Selain karena brand Toyota yang ternama, nama Avanza juga sudah terbukti selama belasan tahun tidak pernah bermasalah dan tidak ada komplain yang berarti. Setiap manusia punya susunan DNA yang berbeda, sedemikian menjadi blue-print yang tidak bisa diganti oleh siapapun, kapanpun, kecuali Tuhan yang menggantinya. Namun cukup berbeda dengan perusahaan. Saat founder pertama kali mendirikan perusahaan, sebenarnya secara tidak disadari olehnya, bahwa dia sedang mentransfer DNA ke dalam perusahaannya. Dari cara memimpin karyawan, cara dia melayani pelanggan, cara dia mengatur manajemen, dan lain lain. Masalahnya saat terjadi ganti kepempimpinan, entah diberikan ke anaknya sebagai generasi penerus family business, atau hire karyawan professional untuk menjadi pimpinan, jika brand DNA dari founder tidak dijaga, maka akan terjadi perubahan, dan ini sifatnya sistemik dan menjadi mengakar.

Kalau perubahannya ke arah yang lebih baik, maka tidak apa-apa, namun jika perubahannya membuat perusahaan kehilangan jati dirinya dan tidak lagi menuai pujian, baik dari sisi internal maupun eksternal perusahaan, maka bisa dipastikan usia perusahaan tidak lagi akan bertahan lama. Sebagai contoh, semenjak Steve Jobs meninggal, apa yang terjadi dengan Apple sekarang? Sejak 1977 berdiri hingga 2013, Apple selalu melakukan re-investing keuntungan yang didapat untuk pengembangan, tidak pernah ada dividen yang dibagikan ke pemilik saham selama puluhan tahun berdiri, sedemikian valuasi nilai saham Apple di bursa selalu naik dan menjadi peringkat pertama hasil survei brand equity-nya oleh Interbrand. Namun sejak 2013, banyak yang bilang Apple terlalu profit-oriented dan mulai kehilangan arah.

Konsistensi implementasi dari Brand DNA sendiri harus diperhatikan dengan baik dalam 7 aspek terpenting dalam bisnis, diantaranya adalah :

Value proposition, untuk ditujukan ke Consumer, agar mereka terus bisa merasakan DNA perusahaan, sampai kapanpun sedemikian susah untuk selingkuh ke produk pesaing.
Product roadmap, untuk tujuan pengembangan (R&D), produk-produk baru yang diciptakan haruslah sejalan dengan DNA perusahaan.
Cultural beacons, untuk membangun teamwork dan mental kerja seluruh staf perusahaan berdasar DNA yang sudah diciptakan founder.
Business result, agar mencapai profit yang diharapkan, namun tidak meninggalkan DNA perusahaan.
Go to market strategy, bagaimana tim sales bisa menjiwai DNA perusahaan.
Planning, dalam setiap perencanaan brand, harus dimasukkan DNA perusahaan.
Positioning, bagaimana pesan komunikasi pemasaran selalu mengacu pada DNA perusahaan.

Dari ketujuh aspek terpenting perusahaan di atas, masing-masing ada beberapa indikator yang perlu didetailkan bagaimana DNA perusahaan bisa terus mengakar dan menjiwai seluruh aktifitas kerja. Jika konsistensi dalam implementasi sudah diperoleh, maka perusahaan akan mempunyai fundamental yang kuat, dan sesungguhnya tidak perlu khawatir akan kondisi market yang terjadi. Karena jika setiap fungsi aspek berjalan dengan baik, maka mekanisme growth, defense dan survival akan tercipta dengan sendirinya saat ada perubahan yang baik, jelek, atau bahkan jelek sekali.

2. Re-Activation of Brand DNA

Untuk mengembalikan ingatan konsumen akan Brand DNA perusahaan yang sudah mulai pudar dan dilupakan, setiap marketer bisa kembali mengaktivasi Brand DNA nya dengan cara komunikasi pemasaran terpadu, sedemikian semua segmen pelanggan dapat kembali dijangkau. Integrated Marketing Communication (IMC) adalah satu dari sekian proses yang tersedia guna membina hubungan dengan customer. Apa yang membedakan IMC dengan proses customer-centric lainnya adalah dasar dari proses tersebut adalah komunikasi, yang merupakan jantung dari semua hubungan, dan juga merupakan proses yang sirkuler. Seperti yang sudah disebutkan diatas, konsep dasar dari IMC adalah komunikasi. Dengan komunikasi ini, IMC berusaha untuk memaksimalkan pesan positif dan meminimalkan pesan negatif dari suatu brand, dengan sasaran menciptakan dan menyokong Brand DNA. Untuk membangun hubungan jangka panjang, IMC juga digunakan untuk membangun dan memperkuat brand. Ujung-ujungnya adalah Brand equity yang semakin kuat dan menghasilkan keuntungan, serta meningkatkan nilai dari pemegang saham perusahaan tersebut. Beberapa Teknik IMC yang dapat dilakukan adalah:

DIRECT MARKETING

Disaat perusahaan ingin berhubungan langsung dengan customer tanpa melalui retailer, maka digunakanlah direct-response marketing. Direct marketing merupakan salah satu fungsi IMC yang terdiri dari front-end dan back–end operations.
Front-end operations menyusun harapan-harapan dari konsumen yang mencakup :
The offer (yakni segala sesuatu yang nyata maupun tidak nyata yang dijanjikan oleh perusahaan guna mencapai perilaku customer yang diinginkan perusahaan, misal: iklan branding, video company profile, brosur penawaran, dan lain lain), sedangkan;
The database (mendapatkan data customer-nya dan menggunakan data itu untuk penawaran selanjutnya), misal data email, dan no HP untuk digunakan saat melakukan broadcast email dan broadcast sms;
The response (memberikan respon yang baik terhadap customer), misal: dengan membuat toll-free-line untuk layanan customer atau membalas comment pelanggan yang ada di social media, dan lain lain.
Sedangkan back–end operations berusaha mempertemukan harapan konsumen yang “tidak umum”, yaitu membuat produk yang diminta oleh konsumen secara customized, dan memenuhinya dengan efektif dan tepat waktu.

SALES PROMOTION

Sales promotion merupakan istilah singkat dari penawaran nilai tambah yang dirancang untuk menggerakkan dan mempercepat respons dari customer. Contoh dari nilai tambah itu sendiri adalah “kesempatan untuk memenangkan hadiah”, potongan harga (seperti diskon 20 %, sale 50 % off, dan sebagainya.), produk ekstra (seperti “isi teh kotak 30% lebih banyak”), sample gratis dan premiums (misalnya beli rinso dapat piring cantik). Pada konsepnya, sales promotion digunakan untuk memotivasi customer agar melakukan aksi dengan membeli produk yang dipicu dengan adanya penawaran produk dalam jangka waktu terbatas.

PUBLIC RELATIONS/PR.

PR merupakan aktivitas pemasaran yang sangat luas dan beragam, tidak hanya bertugas men-track opini publik saja, tetapi juga bertugas me-managecorporate brand dan menjaga reputasinya. Salah satu fungsi PR yang sering dilakukan adalah untuk menyampaikan brand information guna mempengaruhi calon customer. Aktivitas yang bisa dilakukan ada 4 cara: (1) meningkatkan kredibilitas brand message; (2) menyampaikan message sesuai targetnya berdasarkan aspek demografis, psikografis, etnik atau khalayak secara regional; (3) mempengaruhi opinion leader atau trendsetter yang berpengaruh; (4) melibatkan customer dan stakeholder lainnya pada event spesial.

PERSONAL SELLING

Personal Selling adalah komunikasi dua arah dimana seorang penjual menjelaskan fitur dari suatu brand untuk kepentingan pembeli. Dalam Personal Selling, dilibatkan komunikasi yang sifatnya tatap muka dan terfokus pada pemecahan masalah dan penciptaan nilai bagi customer (lebih dikenal sebagai partnership). Dimensi dari partnership ini adalah, seorang salesperson harus memahami customer-nya dengan baik. Personal selling sendiri merupakan bagian dari direct marketing, namun perbedaan dasarnya adalah dalam personal selling, perusahaan dijembatani oleh salesperson yang berinteraksi secara tatap muka dengan customer.

ADVERTISING

Advertising merupakan suatu bentuk promosi dari suatu ide, barang atau jasa yang tidak gratis (berbayar). Karakteristik dari iklan sendiri adalah bersifat non-personal, komunikasi satu arah, dan bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku konsumen. Biasanya advertising itu dipakai ketika suatu perusahaan ingin mengubah customer dari unaware, menjadi aware terhadap suatu brand. Sebelum perusahaan melakukan aktivitas Branding untuk membangun persepsi konsumen, maka pekerjaan yang lebih penting dan harus didahulukan adalah membangun moral karyawan sesuai Brand DNA perusahaan. Branding secara eksternal sebenarnya bukanlah sesuatu yang salah, namun pada satu titik, terkadang kita melupakan salah satu aset brand kita yang sangat penting, yaitu sumber daya manusia kita sendiri atau para karyawan. Perlu kita ketahui bahwa ketika kita bisa menciptakan lapangan kerja yang kondusif di mana karyawan merasa dihargai serta aspirasinya didengarkan, hal ini dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi dari para karyawan tersebut.

Sekarang ini banyak perusahaan melakukan internal branding yang berfokus pada individu karyawannya, muncullah istilah employer branding yaitu usaha sebuah brand dalam mengomunikasikan dan membangun image bahwa perusahaan atau organisasinya merupakan tempat yang menyenangkan dan positif bagi karyawan untuk bekerja. Employer branding menjadi poin yang penting bagi sebuah brand atau perusahaan belakangan ini dikarenakan kompetisi untuk mencari serta mempertahankan karyawan dengan prestasi gemilang ataupun sesuai kriteria menjadi semakin sulit.

Salah satu contoh adalah Google. Para pendirinya yaitu Larry Page dan Sergey Brin memiliki impian agar Google menjadi kantor favorit dan diminati oleh tenaga kerja berbakat dari seluruh dunia. Idenya sederhana yaitu menciptakan suasana kerja kondusif dan menyenangkan yang membuat karyawannya tetap termotivasi, kreatif, produktif, serta loyal. Mereka mencoba melakukan riset mendalam mengenai people resources dan menemukan jawaban bahwa orang-orang akan tetap produktif dan setia kepada pekerjaannya ketika orang tersebut merasa dihargai, didukung serta didengar pendapatnya. Oleh karena itu, Google membuat kebijakan unik di mana semua karyawannya boleh menggunakan 20 persen dari waktu kerjanya untuk proyek pribadi. Proyek pribadi yang memiliki gagasan bagus akan didanai sepenuhnya oleh Google. Banyak ide-ide kreatif yang justru muncul ketika karyawan diberikan kebebasan untuk berkreasi dan mengemukakan pendapatnya.

Kebahagiaan karyawan menjadi fondasi dasar Google untuk terus berinovasi dan menyukseskan brand-nya. Dari contoh di atas, dapat kita lihat manfaat dari berinvestasi pada sektor employer branding. Ketika sebuah perusahaan dari awal sudah memiliki budaya untuk mau mendengarkan aspirasi dan menghargai karyawan, tidak menganggap karyawan hanya sekadar bawahan, perusahaan tersebut sudah selangkah lebih maju.Dengan menunjukkan empati kepada aspirasi para karyawan, hal ini akan mempermudah Anda juga dalam menyampaikan visi misi jangka panjang perusahaan, karena hubungan yang tercipta tidak lagi bersifat satu arah dan kaku, namun lebih bersifat timbal balik dan dinamis.

3. Evaluation of Brand DNA

Setiap perusahaan sangat perlu menilai kekuatan Brand DNA nya, karena terkait dengan kekuatan merek yang terletak dalam pikiran konsumen, sedemikian dapat mengubah respons konsumen terhadap aktivitas pemasaran yang dilakukan perusahaan. Sebuah pendekatan yang bisa digunakan untuk mengevaluasi Brand DNA perusahaan adalah dengan Brand Value Chain (Rantai Nilai Merek).
Brand Value Chain merupakan pendekatan terstruktur untuk menilai sumber dan kekuatan Brand DNA, serta mengenal tahapan-tahapan dimana kegiatan pemasaran dapat memperkuat Brand DNA. Rantai Nilai Merek didasarkan pada beberapa tahapan yaitu:

Pertama, proses penciptaan Brand DNA di kepala pelanggan diasumsikan sebenarnya sudah dimulai saat perusahaan berinvestasi dalam program pemasaran yang membidik pelanggan potensial. Setiap investasi program pemasaran dapat dianggap sebagai penguatan Brand DNA, dengan sengaja maupun tidak. Dibagi dalam kategori ini yaitu riset produk, pengembangan produk baru, dukungan promosi pada channel distribusi, dan komunikasi pemasaran.
Kedua, yaitu pikiran konsumen terhadap brand suatu produk diasumsikan mulai berubah saat program pemasaran ini mulai digulirkan. Komunikasi pemasaran dilakukan untuk mempengaruhi perilaku pasar dalam cara mereka memutuskan berapa besar nominal rupiah sebuah produk yang akan dibeli dan kapan belinya, berapa banyak mereka akan membayar, dan seterusnya.
Ketiga, yaitu komunitas investor yang akan lebih mempertimbangkan kinerja perusahaan dengan melihat nilai saham yang diperjual-belikan di bursa. Asumsinya adalah jika semakin sering suatu brand diiklankan, maka semakin besar bujet promosi yang sedang dimiliki, atau dengan kata lain profit perusahaan tersebut pastilah cukup besar karena mampu mengiklankan dengan gencar suatu produk. Persepsi ini membuat investor semakin yakin untuk membeli saham, dan membuat tinggi harga saham karena semakin likuid untuk diperjual-belikan. Inilah sebuah keadaan akhir yang ditunggu oleh setiap pelaku bisnis, bahwa perusahaannya memiliki trust yang tinggi dari para investor.
Brand Value Chain ini juga dapat menentukan sejauh mana nilai yang diciptakan pada satu tahap dipindahkan ke tahap berikutnya Tiga kelompok pengali (leverage) yang mampu memperkuat Brand DNA dari satu tahapan ke tahapan berikutnya adalah :

Program Multiplier; yaitu untuk menentukan apakahsuatu program pemasaran dapat mempengaruhi pola pikir pelanggan setelah digulirkan, seperti apakah semakin kuat brand awareness, brand association, dan lain lain.
Customer Multiplier; yaitu untuk menentukan sejauh mana nilai yang telah diciptakan dalam pikiran pelanggan, dapat mempengaruhi kinerja pasar, seperti kenaikan omset dan profit margin, serta market share.
Market Multiplier; yaitu untuk menentukan sejauh mana nilai yang diperlihatkan oleh kinerja pasar sebuah merek, dapat dimanifestasikan ke dalam nilai pemegang saham.
Beberapa elemen Faktor Pengali(leverage) yang dibutuhkan adalah :
Program Multiplier mencakup tentang Kejelasan, Relevansi, Perbedaan, dan Konsistensi Brand DNA dalam aplikasinya di aspek desain promosi.
Customer Multiplier mencakup tentang Reaksi Kompetitif, Dukungan saluran distribusi, Ukuran dan Profil Pelanggan yang dijadikan target potensial.
Market Multiplier mencakup tentang Dinamika Pasar, Potensi Pertumbuhan Bisnis, Profil Resiko, dan Kontribusi Merek pada nilai saham.

Agar Brand DNA dapat melaksanakan fungsi strategisnya yang berguna dan memperkuat program pemasaran, pebisnis harus benar-benar memahami sumber Brand DNA dan bagaimana sumber itu mempengaruhi hasil yang diharapkan, dan juga bagaimana bila sumber-sumber dan hasil ini berubah seiring berjalannya waktu. Melakukan audit pemasaran secara rutin dan menyeluruh dengan langkah yang terstruktur adalah hal yang sangat berguna, sebab hal ini dapat memberi arahan bagi perusahaan akan perkembangan industrinya, tren di pasar, dan nilai tambah yang saat ini dimiliki oleh kompetitor. Brand valuation menjadi dasar untuk menetapkan tujuan dan strategi bisnis.

Customer brand valuation adalah sederet prosedur yang berfokus pada konsumen untuk menilai kepuasan konsumen terhadap produk dan layanan yang dijual, dan menjadi panduan bagi perusahaan untuk meningkatkan dan mengangkat Brand DNA-nya.Pebisnisdapat melaksanakan valuasi ini kapanpun mereka ingin melakukan perubahan penting dalam arah strategis perusahaan. Melaksanakan valuasi merek secara teratur, seperti setiap tahun untuk menilai kepuasan konsumen, memungkinkan pebisnis memeriksa denyut nadi perusahaan(diluar aspek cashflow / keuangan) sehingga mereka dapat mengelola brand tersebut secara lebih proaktif dan responsif.

Shareholder brand valuation adalah evaluasi yang dilakukan perusahaan dengan cara mengumpulkan data kuantitatif dari para investor/ pemegang saham secara rutin sepanjang waktu untuk memberikan informasi dasar yang konsisten tentang bagaimana persepsi mereka atas kinerja merek dan program pemasaran yang dilakukan perusahaan. Alat ukur yang penting dalam valuasi brand dengan cara ini adalah harga per lembar saham yang telah diperjual-belikan sepanjang waktu.

No comments:

Post a Comment