Jul 11, 2021

Beberapa Persoalan Hidup Menurut Imam Al Ghazali

  


 Bahasan ini sebenarnya sudah SettiaBlog buat kemarin. Pagi hari tadi coba SettiaBlog baca lagi kok kayaknya ada yang ndak enak. O...ini persoalannya ilustrasi cerita di awal bahasan ada yang SettiaBlog tambah-tambahin, ternyata ndak sesuai dengan kata hati SettiaBlog. Cerita nyata harus di ceritakan apa adanya, walaupun hanya sebagai ilustrasi cerita. Siang harinya, kebetulan tadi di kasih pisang raja goreng, rasanya manis semanis yang ngasih. Habis makan pisang raja goreng, otak jadi encer terus SettiaBlog mulai meralat bahasan yang SettiaBlog buat. Sambil dengerin lagu "anyway" di atas. Sebenarnya yang mau SettiaBlog ceritakan seperti ini. Pernah suatu hari SettiaBlog di ajak teman menginap di rumah familinya 3 hari, di kompleks perumahan Bendul Merisi Permai Surabaya. Di hari kedua, saat sore hari sekitar jam setengah lima SettiaBlog duduk di kursi teras, tiba-tiba 2 anaknya yang punya rumah ikut nimbrung. Yang besar itu cewek sekitar usia 21 tahun, menawari SettiaBlog untuk di ramal garis tangan. Terus SettiaBlog tanya, "tangan yang mana?, dan dia bilang "kamu kan cowok, yang kanan". SettiaBlog pun menyodorkan tangan kanan. Perlahan dia mengamati garis di bawah pergelangan. "sebelum usia 28 tahun kesehatan dan rezeki cukup bagus karena garis pertamanya tebal dan lurus. Garis gelang kedua juga sama, tebal dan lurus, kesehatan atau rezeki sebelum usia 56 tahun cukup bagus dan garis gelang ketiga sama pula." SettiaBlog hanya manggut-manggut. Dia melanjutkan ke telapak tangan SettiaBlog bagian tengah. Dia lama terdiam, terus memandang SettiaBlog. Ada apa mbak? Tanya SettiaBlog. "Aku tidak berani melanjutkan mas." SettiaBlog agak bingung, ada apa kok ndak berani menjelaskan. "Apa ada hal yang buruk dengan garis tangan SettiaBlog?" Tanya SettiaBlog penuh tanda tanya. "ndak mas", jawabnya singkat.



Beberapa saat SettiaBlog di buat sedikit gundah. Habis shalat Isyak SettiaBlog lihat buku yang tertata rapi di rak buku besar yang ada di ruang tamu, ada kitab Primbon Betaljemur, ada buku karya Imam Al Ghozali kayak Tahafut Al Falasifah, Bidayatul Hidayah tapi dalam terjemahan, ada buku filsafat Man's Search For Meaning juga dalam terjemahan, ada buku Palmistri dan banyak lagi. Sambil meletakkan beberapa toples camilan, dia bertanya pada SettiaBlog, "isuka buku-buku filsafat mas?" Lumayan suka mbak", jawab SettiaBlog. Camilannya mas, monggo di sambi! Ya seadanya.. SettiaBlog duduk di kursi sambil mencicipi camilan di meja. Mas punya indra ke enam?" Dia melanjutkan bertanya. "Ndak tahu mbak SettiaBlog menjawab dengan santai. "O..ya, mbak belajar membaca garis tangan dari siapa?" SettiaBlog balik bertanya. "Di ajari nenek mas, tapi ya ada syarat, kayak puasa. Kalau buku-buku panduan itu hanya tambahan." Jawabnya. "Ini misalnya mbak, Anda membaca garis tangan seseorang terus mbak mengetahui hal buruk pada orang itu, mbak sampaikan? Atau mbak simpan saja? Padahal kalau mbak mengetahui akan terjadi sesuatu pada orang itu, mbak mestinya mengemban amanah untuk menyampaikan." Dia diam sesaat terus menjawab pelan, "Aku ndak pernah berpikir sejauh itu. Tujuan ku hanya ingin membantu" Sesaat suasana jadi kaku.

"Ini ada sedikit cerita mbak" SettiaBlog berkata untuk memecahkan kekakuan. Suatu hari, Imam Al Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu ia bertanya kepada mereka, “Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”. Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam Ghazali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi menurut Imam Ghazali yang paling dekat dengan manusia adalah “mati”. Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (Lihat QS. Ali Imran ayat 185)

Lalu Imam Ghazali meneruskan pertanyaan yang kedua. “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?”. Murid -muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghazali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah “masa lalu”. Bagaimanapun kita, apapun kenderaan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Lalu Imam Ghazali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. “Apa yang paling besar di dunia ini?”. Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghazali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah “nafsu” (Al A’Raf 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan keempat adalah, “Apa yang paling berat di dunia ini?”. Ada yang menjawab dengan jawaban, baja, besi, dan gajah. “Semua jawaban hampir benar,” kata Imam Ghazali, “tapi yang paling berat adalah “memegang AMANAH” sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 72. Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang kelima adalah, “Apa yang paling ringan di dunia ini?”. Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghazali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan sholat. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan solat, gara-gara meeting kita tinggalkan sholat.

Lantas pertanyaan ke enam adalah, “Apakah yang paling tajam di dunia ini?”. Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang… Benar kata Imam Ghazali, tapi yang paling tajam adalah “lidah manusia”. Karena melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

Dia tertunduk. "maaf mbak...semoga mbak bisa bijaksana dalam membuka tabir rahasia seseorang" Dia menganggukkan kepala, "nenek juga sering mengingatkan hal itu, tapi soal amanah, ini aku baru tahu dan kayaknya ada benarnya juga"

Itu tadi sedikit cerita pengalaman SettiaBlog. 

No comments:

Post a Comment