Mar 25, 2022

Etos Kerja yang Di Ajarkan Rasulullah SAW

 



Selena, tadi SettiaBllog gogo di sungai. Gogo itu kalau di Bojonegoro, mencari ikan dengan tangan tapi SettiaBlog tidak mencari ikan, SettiaBlog mencari tanah yang tercampur pasir dan kerikil di aliran sungai, tadi airnya hanya di atas mata kaki. Klip di atas itu hasilnya. Ini mau SettiaBlog gunakan media bonsai SettiaBlog, ini ada ficus SettiaBlog yang sudah waktunya pindah di pot. Pasti yang baca pada bilang, SettiaBlog penipu, Antasena katanya suka ngawur dan se-enaknya, kok kemarin bilang Antasena pemberani." Ya, SettiaBlog penipu, biar Anda ndak ketipu....jadilah diri sendiri. Jangan percaya pada SettiaBlog apalagi mengikuti SettiaBlog. SettiaBlog seorang divergent, ngerti maksudnya ndak? Orang buangan maksudnya. Klip di atas itu kan ndak seimbang, ndak simetris, ndak enak kan ya di lihat? Begitu juga Anda, ketika bertindak, berpikir, berbicara harus menyesuaikan status Anda, kedudukan Anda, biar simetris, biar seimbang. Anda juga harus mempertimbangkan harga diri, kehormatan dalam bertindak. Itu bedanya Anda dengan SettiaBlog, SettiaBlog bilang apapun dalam bahasan, ndak ada orang yang protes, bahkan SettiaBlog buat video dengan objek tanah berpasir, orangpun ndak akan ada yang protes, karena SettiaBlog seorang divergent. Beda dengan Anda, Anda tidak bisa seenaknya membuat karya, berbicara, bertindak. Paham semua kan ya, kenapa Anda tidak boleh percaya pada SettiaBlog, percaya pada hati nurani Anda, ini yang benar. Dan SettiaBlog juga minta maaf pada semuanya, tiap hari itu ada puluhan orang yang Add di Facebook SettiaBlog tapi ndak pernah SettiaBlog buka. SettiaBlog sadar diri dengan keadaan SettiaBlog. Siapa yang ingat lagu di atas? Waktu kecil sering banget SettiaBlog dengar. Ada yang penasaran dengan gogo? Mencari ikan di dalam air dengan tangan kosong, kira-kira apa yang di dapat? Ya....paling ikan - ikan kecil. Begitu juga mencari rezeki. Jika Anda mencari ikan di lautan dengan kapal besar, jaring yang besar, tentu dapat nya kan juga banyak. Ada tapi nya lho ya, pikirkan sendiri! Bagaimana mengelola kapal yang baik, bagaimana menggunakan jaring yang baik, ini kan yang seharusnya Anda lakukan. Mencari rezeki adalah kewajiban, seperti yang di contohkan Nabi Muhammad SAW.

Setelah ibunya Siti Aminah meninggal, Nabi Muhammad SAW sepenuhnya diasuh oleh kakeknya Abdul Muthallib yang sangat menyayanginya melebihi sayangnya kepada anak-anaknya. Hanya saja, usia kakeknya saat itu sudah sangat tua, dan tidak bisa diharapkan bersama dengan nabi dalam waktu yang cukup lama. Sebelum Abdul Muthallib wafat, dia telah berencana menyerahkan cucunya itu pada asuhan Abu Thalib, saudara kandung ayah Nabi Muhammad SAW. Setelah beberapa waktu, ternyata benar Nabi Muhammad SAW kembali dirundung kesedihan dengan ditinggal wafat oleh kakeknya, sebagaimana yang pernah dialaminya ketika ditinggal wafat ibunya. Setelah itu, sebagaimana rencana Abdul Muthallib, Muhammad kecil diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Syekh Said Ramadhan al-Buthi dalam kitab Fiqhus Sirah Nabawiyah, menceritakan ihwal Nabi Muhammad SAW setelah ditinggal wafat oleh kakeknya, tepatnya ketika berumur genap 12 tahun, Abu Thalib melakukan perjalanan ke negeri Syam untuk berdagang bersama kafilah dagang Quraisy. Dia pun mengajak Muhammad kecil untuk ikut serta dalam perjalanan panjang itu. Dalam perjalanan ini pula, Muhammad kecil bertemu dengan pendeta Yahudi yang bernama Buhaira, hanya saja SettiaBlog akan lebih fokus membahas beberapa hikmah dari perjalanan Rasulullah mencari rezeki.

Rasulullah mengisi usia mudanya dengan giat mencari rezeki dan juga menggembalakan kambing. Kelak, Rasulullah SAW bercerita tentang masa mudanya, “Dahulu aku menggembalakan kambing dengan upah beberapa qirath untuk penduduk Makkah.”  Allah pun menjaga beliau dari semua jenis permainan dan kesia-siaan yang dapat menyimpangkan anak-anak dan para pemuda. Rasulullah SAW menuturkan: “Aku tidak pernah tergoda melakukan apa yang dilakukan orang - orang di masa jahiliah, kecuali dua kali. Allah menjagaku dari semua perbuatan mereka. Setelah itu, aku tidak pernah menginginkannya lagi hingga Allah memuliakanku dengan kerasulan. Pada suatu malam aku berkata kepada anak yang menggembala bersamaku di dataran tinggi Makkah, ’Bersediakah engkau jika untuk malam ini kau mengawasi kambing-kambingku sehingga aku bisa ke Makkah dan begadang seperti yang dilakukan para pemuda lain?’ Temannya itu menjawab, ’Baiklah, aku akan melakukannya.’ Maka, aku pergi hingga ketika mencapai rumah pertama di Makkah, aku mendengar nyanyian. Aku bertanya, ’Suara apa itu?’ Orang-orang menjawab, ‘Ada pengantin.’ Aku pun duduk untuk mendengar, lantas Allah menutup kedua telingaku sehingga aku tertidur lelap. Aku terbangun di pagi hari karena paparan sinar matahari. Aku pun bergegas ke padang penggembalaan menemui temanku. Dia menanyakan apa yang kulakukan dan aku menjawabnya. Pada malam berikutnya aku mengatakan hal yang sama kepadanya dan kemudian pergi ke Makkah. Namun, aku kembali tertidur seperti di malam sebelumnya. Setelah itu, aku tidak pernah mendambakan suatu keburukan lagi.” (Syekh Said Ramadhan al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, [Beirut: Dar al-Fikr 2020], h. 63) 

Syekh al-Buthi mengatakan, bahwa ada tiga hikmah penting terkait dengan aktivitas Nabi Muhammad SAW  menggembala kambing dan mencari rezeki sejak dini.
Pertama, melalui aktivitas itu Rasulullah SAW. memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi. Meskipun pamannya sangat mencintai beliau dan menjaganya sepenuh hati bagaikan kepada anaknya sendiri, Rasulullah SAW tidak mau berpangku tangan dan berdiam diri. Beliau sejak kecil telah belajar mencari nafkah dan bekerja keras guna meringankan beban pamannya. Mungkin saja manfaat atau hasil dari pekerjaan yang dipilihkan Allah SWT. bagi beliau ini hanya sedikit dan tidak berarti bagi Abu Thalib. Namun, itu mencerminkan akhlak luhur yang merupakan wujud ungkapan terima kasih sekaligus mencerminkan watak seorang pemuda yang rajin, gigih, cerdas, dan berbakti.

Kedua, aktivitas itu mengandung rambu-rambu mengenai model kehidupan yang diridhai Allah SWT bagi hamba-Nya yang saleh di dunia. Sungguh mudah bagi Allah Yang Mahakuasa untuk menyediakan berbagai sarana hidup dan kenyamanan bagi Muhammad sejak masih kecil sehingga beliau tidak perlu bekerja keras atau menggembalakan kambing untuk memenuhi nafkah hidup dan keluarganya. Namun, dengan kebijaksanaan Ilahi itu, kita mengetahui bahwa harta benda terbaik yang dimiliki seseorang adalah yang dia upayakan dengan kerja keras tangannya sendiri, dan dengan melayani masyarakat serta kaumnya sendiri. Sementara harta benda yang terburuk adalah yang didapatkan dari hasil keringat orang lain, diperoleh dengan berleha-leha, tanpa berusah-payah sedikit pun dan tidak memberi manfaat bagi masyarakat.
Ketiga, juru dakwah siapa pun tidak akan bisa mengembangkan dakwahnya di tengah manusia jika nafkahnya diperoleh dari dakwahnya itu atau mengandalkan pemberian dan sedekah orang lain. Maka, para juru dakwah Islam sudah semestinya bekerja keras mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, tidak meminta - minta dan mengandalkan pemberian orang lain. Dengan begitu, dia tidak berutang budi kepada siapa pun dalam urusan dunianya. Jika dia bersandar pada orang lain, dia tidak akan bisa menyampaikan dakwah dan nasihatnya secara independen dan secara terus-terang kepada mereka tanpa memedulikan apa pun reaksi mereka.  Oleh karena itu, Rasulullah SAW  telah dididik sejak kecil untuk mencari rezeki, bekerja, membantu pamannya memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga. Rasulullah SAW melakukan semua itu tanpa mengetahui atau menduga bahwa beliau kelak akan mengemban tugas yang sangat berat dan agung, menyampaikan risalah Ilahi kepada seluruh umat manusia. Itulah pendidikan yang disiapkan Allah SWT baginya. Bukan tanpa alasan, bahkan sangat beralasan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh al-Buthi, dalam kitabnya mengatakan:
ويوضح أن الله تعالى قد أراد أن لا يكون في شيء من حياة الرسول قبل البعثة ما يعرقل سبيل دعوته أو يؤثر عليها أي تأثير سلبي فيما بعد البعثة
Artinya, “(Semua ini) menjelaskan betapa Allah SWT  menghendaki agar kehidupan Nabi Muhammad SAW sebelum diutus sebagai Nabi tidak mengandung sedikit pun hal yang bisa menganggu jalan dakwahnya atau berdampak negatif terhadap keberlangsungan dakwahnya.” (al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, 2020: 64). 

Ini 4 Prinsip Etos Kerja yang Diajarkan Rasulullah
Dalam kitab Syu’abul Iman hal 124, Imam Nawawi menyebutkan 4 prinsip etos kerja yang diajarkan Rasulullah SAW. Keempat prinsip etos kerja itu harus dimiliki oleh kaum yang beriman, yaitu:
• Bekerja dengan cara yang halal (Thalab Ad-Dunya Halalan).
• Bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (Ta’affufan ‘An Al-Mas’alah).
• Bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (Sa’yan ‘Ala Iyalihi)
• Bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (Ta’atthufan ‘Ala Jarihi).

Dalam beberapa hadisnya, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa orang yang bekerja keras akan mendapatkan berbagai kemuliaan. Orang yang bekerja keras mencari nafkah, Allah SWT akan mengampuni dosanya. Orang yang bekerja keras  mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya akan dimasukkan golongan Sabilillah, dan kelak di akhirat akan datang dengan wajah laksana bulan purnama.

Dikirim dari ponsel cerdas BlackBerry 10 saya dengan jaringan Telkomsel.

No comments:

Post a Comment