Feb 3, 2021

Wirausaha Bisnis itu Ibarat Lautan

  


 Selena, gadis di klip Baila conmigo yang mengenakan bikini beach volleyball warna deep blue sea, itu siapa? Cantik dan sexy ya, ketika pakai warna deep blue sea. Dasar SettiaBlog suka warna biru, apalagi kalau lihat yang kenakan dress deep blue sea sedikit nyrawang terkena cahaya. (thu...kan, SettiaBlog ngacau). Kalau klip di atas itu, sekelumit keindahan laut di Raja Ampat Papua, Indonesia. Lautan dikenal menyimpan banyak misteri dan keindahan, Wirausaha: bisnis itu ibarat lautan. Makna lautan dalam mengarungi samudera wirausaha. Karena kemegahan ciptaan Sang Maha Kuasa ini memberikan banyak sumber inspirasi. Dimana gulungan ombak serta kekayaan alam yang tersimpan di dalamnya bukan saja mampu menghidupi banyak orang. Lebih dari itu, makna yang terkandung bisa kita petik hikmahnya sebagai tuntunan menjalankan sebuah usaha.

Konsep dasar wirausaha: “Bisnis itu umpama lautan. Pengusaha ibarat nelayan. Perusahaan laksana perahu. Produk bagaikan umpan. Sedang konsumen seperti ikannya”



Persaingan usaha

Pernah dengar istilah red ocean dan blue ocean strategy bukan? (beberapa waktu lalu pernah di bahas SettiaBlog). Itu dua contoh istilah strategi marketing atau persaingan usaha yang terinspirasi dari karakteristik lautan. Maknanya secara singkat; persaingan sehat diibaratkan sebagai blue ocean. Sedang persaingan tidak sehat diumpamakan sebagai red ocean. Dan SwttiaBlog lebih suka menterjemahkan gambaran dari kata-kata kiasan ini sebagai:
“Jika masih bisa menjala ikan di laut tenang, mengapa harus mengayuh dayung ke samudera nan ganas?”
Makna tersiratnya adalah: Jika masih ada bisnis yang tingkat persaingannya sehat, mengapa harus nekad berdarah-darah terjun ke bidang usaha yang tingkat persaingannya sudah tidak masuk akal?

Mungkin Anda akan tersenyum sinis menanggapi , “memang jaman sekarang masih ada ikan di laut tenang? Semua orang tahu, ikan teri saja ngumpulnya di tengah lautan lepas beombak ganas!”
SettiaBlog berani menyanggah, “Jika kita hanya termangu duduk di satu pantai, pastinya tidak akan bisa menemukan lautan teduh yang banyak ikannya. Tapi coba kita melangkah menyusuri pantai, teluk, tanjung dan mengamati tiap jengkalnya, pasti ada!”
Maksudnya begini. Di era modern seperti ini, memang jarang ada jenis usaha yang pesaingnya sedikit. Kalaupun ada, paling untuk jenis usaha yang kurang diminati, potensi marketsharenya kecil dan kurang menguntungkan. Sedang bisnis yang menjanjikan keuntungan besar, pasti tingkat persaingannya naudzubillah super keras. Dan dalam taraf ini, praktis hanya pemilik kapal raksasa (bemodal besar) yang sanggup menaklukkan ganasnya ombak dan membawa pulang berton-ton ikan besar.

Lihat contohnya dalam dunia bisnis. Perusahaan jasa telekomunikasi di Indonesia. Siapa rajanya? Telkomsel menguasai lebih dari 70%! Sedang Indosat, XL dan Smartfren harus puas memperebutkan 30 % sisanya. Kenapa? Karena Telkomsel punya cukup modal membangun jaringan layanannya lebih luas menjangkau pelosok tanah air. Anda berani menggeser dominasi Telkomsel? Siapkan modal lebih besar sekarang! Kesimpulannya: Kita harus realistis dalam menjalankan usaha. Jika bermodal rakit kecil, pintar-pintarlah mencari lautan teduh yang ikannya lumayan banyak. Hasil tangkapan ditabung untuk membeli perahu tongkang biar bisa mengarungi laut lebih jauh. Selanjutnya bertahap mengembangkan usaha biar bisa beli kapal raksasa. Jika langsung nekad mendayung gethek (rakit dari bambu) di tengah samudera Hindia, ya itu namanya ngidam tenggelam. Jika mau cepat sukses, ya harus kreatif menciptakan teknologi baru yang sanggup melawan ombak dengan biaya kecil. Mikir...

Tentang manajemen konflik

Selanjutnya kita belajar mengelola manajemen konflik dari makna kapal, nahkoda dan awak kapalnya. Pengusaha bisa kita ibaratkan sebagai nahkoda. Kapal kita anggap saja sebagai perusahaan. Sedang awak kapal merupakan karyawan.
Pepatah mengatakan:
“Bisnis itu ibarat kapal. Lobang sekecil jarum di lambung kapal bisa menenggelamkan seluruh isi kapal jika nahkoda tidak memerintahkan awak kapalnya segera menambal kebocoran tersebut sebelum bertambah besar”
Kata pepatah ini hendak memberi warning pada semua wirausahawan. Sekecil apapun masalah dalam organisasi bisnis mesti diselesaikan secepat mungkin. Bila dibiarkan berlarut tanpa penanganan serius, bukan tidak mungkin akan menjadi problem besar. Resiko menyepelekan persoalan kecil adalah awal dari goyahnya sistem perusahaan. Dan itu jadi tanggung jawab seorang atasan agar jeli melihat masalah intern perusahaan. Contohnya:
Konflik antar kepala divisi
Konflik antar karyawan dengan atasan
Konflik antar sesama karyawan
Bisa jadi pemicu perselisihan hanya karena masalah sepele. Tapi bisa merembet pada konflik antar kelompok pendukung pada masing-masing pihak yang berseteru. Ibarat api dalam sekam, sewaktu-waktu akan berubah jadi kebakaran hebat jika tidak dipadamkan.

Air laut tentang keserakahan

Selanjutnya kita belajar makna lautan yang dihubungkan dengan ambisi dan keserakahan. Ini kata-kata motivasi yang pas untuk menggambarkannya.
“Keserakahan itu ibarat air laut.an Semakin banyak kita minum akan membuat kita merasa semakin haus”
Makna minum air laut ini mengajarkan kita agar tidak terlalu serakah dalam menjalankan usaha. Keserakahan hanya akan membuat kita makin tidak pernah merasa puas. Sehingga dikhawatirkan menutup mata batin kita untuk menggunakan cara-cara tidak terpuji demi mendapat keuntungan. Memang benar. Motivasi utama berbisnis itu memang untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Tapi itu kan bukan satu-satunya tujuan yang hendak dicapai. Percayalah, jika sifat atau tabiat serakah sudah merasuk dalam jiwa, Anda tidak akan pernah mencapai kesuksesan. Sebab, 100 trilliun uang yang kita punyapun tak akan membuat kita puas. Akhirnya kita hanya diperbudak oleh uang tanpa pernah merasa menikmatinya.

No comments:

Post a Comment