Feb 15, 2021

Empat Hal Pokok tentang Keyakinan dalam Beragama

 


Bahasan ini SettiaBlog ketik malam minggu kemarin saat di luar hujan, sambil dengerin lagu "when you belive" di atas dan makan pleret. Inipun di kirimi tetangga (enaknya hidup di daerah SettiaBlog itu kayak gini, kalau ada tetangga yang punya makanan akan di kirim ke tetangga lain). Pernah mencicipi kue pleret. Mungkin tak banyak orang yang tahu jajanan pleret, kalaupun tahu paling juga bilang ndak tahu, pleret ini makanan ndeso. Saat ini, memang jarang dijumpai jajanan ini. Pleret merupakan jajanan tradisional khas dari Jawa. Memiliki citarasa yang manis dan legit dengan taburan kelapa parut di atasnya, bisa juga di makan dengan santan. Pleret berbahan dasar tepung beras, gula, dan air. Dibutuhkan keterampilan khusus untuk membuatnya. Pleret sering digunakan untuk ritual wiwit padi yang ditempatkan di tiap sudut sawah atau disajikan pada hari-hari tertentu, seperti acara pernikahan, khitan, dan lain-lain. Di acara pernikahan, pleret dibentuk menjadi sepasang boneka kecil, laki-laki dan perempuan. Boneka itu dipakai sebagai lambang si pengantin dengan satu payung di atasnya. Ini dimaksudkan agar pengantin saling melindungi dan akan selalu bersama dalam suka dan duka hingga akhir hayat. Di beberapa daerah di Nganjuk, Jawa Timur, penggunaan pleret dalam acara pernikahan masih dapat dijumpai.

Kalau SettiaBlog bilang ritual-ritual seperti itu, pasti ada yang bilang itu bid’ah. Mbok jangan dikit-dikit bilang bid'ah. Semua ritual di Jawa itu sebenarnya bentuk syukur kepada Allah Ta'ala dengan bersedekah makanan, karena Jawa di anugerahi tanah yang subur. Itu alasan Sunan Ampel dan semua wali songo sepakat membiarkan adat-adat seperti itu tetap di pertahankan. Perlu di ingat, penyebaran agama islam di Indonesia bukan di sebarkan oleh pedagang Arab tapi oleh orang Jawa sendiri. Para pedagang dari Arab, India dan yang lain, jaman dulu di anggap golongan sudra dan golongan sudra tidak boleh mengajarkan agama, yang boleh mengajar itu golongan brahmana (orang yang sudah tidak memikirkan dunia). Mengapa sunan ampel boleh menyebarkan agama, ibunya sunan ampel itu dari kerajaan Singosari yang menikah dengan raja di Campa (kamboja sekarang). Dia kembali ke Jawa dengan membawa bukti kalau dia keturunan raja Singosari, makanya oleh raja Majapahit dia di masukkan golongan brahmana dan boleh menyebarkan agama islam di Jawa.(banyak pembelokan sejarah yang ada di buku - buku pelajaran).



Sunan Ampel mengajarkan ilmu tasawuf dengan laku suluk menurut ajaran tarekat ...... Adapun gambaran amalan ruhani yang dijalankan Sunan Ampel sebagai berikut:
Ora dhahar ora guling/ anyegah ing hawa/ ora sare ing wengine/ ngibadah maring Pangeran/ fardhu sunat tan katinggal/ sarwa nyegah haram makruh/ tawajuhe muji ing Allah//
Tidak makan tidak tidur, mencegah hawa nafsu/ tidak tidur malam untuk beribadah kepada Allah Ta'ala/ fardhu dan sunnah tidak ketinggalan/ serta mencegah yang haram maupun yang makruh/ tawajuh memuji Allah Ta'ala
SettiaBlog menghimbau pada semua, jangan terhasut dengan pandangan yang akan merusak persatuan! Karena SettiaBlog sering baca di media, ada yang bilang tarekat ini sesat, tarekat itu sesat. Soal sesat atau tidak, hanya Allah Ta'ala yang tahu, soal benar atau salah juga hanya Allah Ta'ala yang tahu. Kita semua jangan terhasut, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang cinta damai beda dengan di Arab yang sampai sekarang masih perang saudara. Indonesia adalah 1 dari 3 negara di dunia ini yang merdeka dengan taruhan darah dan air mata. Hargai itu!

SettiaBlog mengajak semua untuk selalu memperteguh iman dan bertabayyun (meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya) dengan keyakinan masing-masing, tidak usah saling menyalahkan. Kebenaran yang mutlak hanya milik Allah Ta'ala. Nabi Muhammad S.a.w diutus Allah Ta’ala tidak lain dan tidak bukan hanya untuk menjadi rahmatan lil ‘alamín. Nabi Muhammad S.a.w bukan nabinya orang arab, tapi sebagai rahmatan lil ‘alamín. Kita semua sudah tahu, rasa yakin memiliki peranan penting dalam beragama dan menjalani kehidupan. Seberapa besar keyakinan kita menentukan seberapa besar ketaatan kepada Allah Ta’ala dan bagaimana kita menjalani hidup. Orang yang tak meyakini akhirat terkadang bisa bosan dengan hidup karena merasa apa yang dijalani akan lenyap tak berbekas. Orang yang tak meyakini keberadaan Allah Ta’ala bisa saja terjatuh ketika terkena himpitan kesulitan hidup karena ia tak memiliki pegangan yang ia yakini akan menyelamatkannya. Begitu besarnya peranan keyakinan hingga Rasulullah S.a.w. pernah bersabda, “Yakin adalah iman keseluruhannya" (HR. Al-Baihaqi dan Khathib Al-baghdadi).

Yakin sendiri memiliki dua arti. Pertama rasa percaya dan mantap dalam hati tanpa disertai keraguan dan tak dapat digoyahkan. Sedang makna kedua adalah kemantapan dan rasa percaya yang telah meresap dalam jiwa sehingga berpengaruh secara psikologis dan menjadi penggerak aktifitas perilaku orang yang memilikinya. Hal-hal yang harus diyakini terkait agama adalah segala hal yang disampaikan oleh Rasulullah S.a.w baik berupa Al-Quran maupun hadis dan segala kandungan di dalamnya. semua orang Islam tentu meyakini hal tersebut dengan arti yakin yang pertama. Ia percaya sepenuhnya bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah S.a.w. tentu benar dan bersumber dari Allah Ta'ala. Walau begitu belum tentu setiap orang bisa meyakini dengan yakin arti kedua karena itu terkait erat dengan pencerapan yang berbeda-beda. Kualitas keagamaan seseorang sangat tergantung kepada kuat lemahnya yakin dengan makna kedua ini. Dari sekian banyak hal yang dibawa Rasulullah S.a.w. dan wajib diyakini, setidaknya ada empat hal yang harus mendapat perhatian khusus. Hal ini karena empat hal tersebut merupakan pokok dan inti dari keseluruhan ajaran. Empat hal tersebut juga inti pedoman seseorang dalam menjalani hidup. Keempat hal tersebut sebagaimana keterangan Imam Ghazali sebagai berikut:

Pertama, tauhid atau mengesakan Tuhan. Tauhid menurut ahlissunnah wal jamaah mencakup tiga hal; esa dzat-Nya, esa sifat-Nya, dan esa perbuatan-Nya. Esa perbuatan atau tauhid fi al-af’al maksudnya meyakini bahwa segala sesuatu baik benda atau aktifitas adalah ciptaan Allah Ta’ala.  Ia meyakini bahwa pemberi rizki, pemberi hidup, pemberi nikmat dan cobaan adalah Allah semata, sedangkan makhluk hanya menjadi jalan semua itu sampai kepadanya kepadanya. Bila seseorang mempercayai hal ini dalam hatinya tanpa keraguan berarti ia telah memiliki yakin dengan makna pertama. Bila keyakinan tersebut telah meresap dan disadari dalam setiap hal yang menimpa padanya sehingga ia menyadari keberadaan makhluk hanya laksana pena di tangan seorang penulis berarti ia telah memiliki yakin dengan makna kedua yang merupakan buah dan ruh dari yakin yang pertama.

Ketika seseorang menyadari bahwa matahari, air, tetumbuhan, makhluk hidup, manusia dan semua makhluk tunduk di bawah pengaturan-Nya maka hatinya akan penuh dengan rasa tawakkal, ridlo dan tunduk kepada taqdir Allah. Ia tak akan mempertahankan mati-matian pekerjaan yang dimiliki karena itu hanya jalan. Ia tak akan mudah marah kepada orang yang berbuat buruk kepadanya karena hanya orang tersebut hanya alat Allah Ta'ala memberi cobaan kepadanya. Begitu pula ia tak akan mudah bersikap hipokrit kepada seseorang hanya demi mendapatkan sesuatu karena yakin orang tersebut hanya alat dan tak menutup kemungkinan ada alat lain yang disediakan Allah Ta'ala untuk menyampaikan rizki kepadanya. Segala peristiwa yang dialami akan diterima dengan lapang dada. Dengan kesadaran tinggi akan keesaan af’al yang selalu diingat ketika mengarungi hidup ia terhindar dari rasa marah, dendam, iri hati dan akhlak yang buruk. Ia menyadari bahwa semua yang menciptakan adalah Allah Ta'ala.

Kedua, meyakini jaminan Allah Ta'ala atas rezeki yang termaktub dalam firman-Nya, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS Hûd:6), yakin bahwa rezeki yang telah ditakdirkan kepadanya tentu akan datang kepadanya. Seseorang yang hatinya telah terpenuhi oleh keyakinan ini akan selalu hati-hati dan berbuat lurus dalam usaha menngais rezeki, ia tak akan tamak sehingga mencederai hak orang lain. Ia juga tak akan terlalu berusah hati atas lenyapnya rezeki yang telah didapatkan atau diperhitungkan olehnya. Meyakini jaminan Allah Ta'ala bukan berarti tak berusaha karena usaha merupakan langkah mengetuk pintu rezeki sekaligus perintah dari-Nya. Namun ia tak menggantungkan diri pada usahanya tersebut karena meyakini itu hanya sarana sedang pemberi rezeki yang sesungguhnya adalah Sang Pencipta. Terkadang Allah Ta'ala tak memberi karena itu adalah yang terbaik baginya sebab bila diberi lebih justru ia akan melupakan kewajiban-kewajiban seperti zakat, memperhatikan tetangga yang kekurangan. Di situlah al-ma’u ‘ainul ‘atha`, tak memberi sebenarnya adalah penyelamatan kepada dirinya.

Ketiga, meyakini sepenuh hati bahwa siapa yang berbuat kebaikan tentu ia akan melihat balasannya, begitu pula siapa berbuat keburukan tentu juga akan mendapat balasannya. Ia meyakini bahwa hubungan perbuatan baik dengan pahala seperti hubungan makan dengan kenyang dan hubungan perbuatan buruk dengan siksa seperti hubungan racun dengan kematian. Karena itu ia akan berusaha terus berbuat baik agar mendapat pahala sebagaimana ia berusaha mencari sesuap nasi untuk mengenyangkan tubuh. Begitu pula ia akan menjauhi maksiat karena khawatir siksa sebagaimana ia berusaha keras menghindari racun agar tidak binasa. Keyakinan akan hal ini yang telah meresap dalam jiwa dan selalu diingat dalam setiap perilaku akan membuahkan kehati-hatian dalam bertindak. Ia akan selalu berusaha untuk bertakwa dan menjauhi segala keburukan. Ketika keyakinan itu semakin kuat maka ia akan semakin menjauhi dosa dan semakin tekun beribadah dan berbuat baik.

Keempat, yakin bahwa Allah Ta’ala selalu melihatnya dalam kondisi apapun, selalu mengetahui gerak geriknya hingga apapun yang terlintas dalam hati dan pikirannya. Buah dari keyakinan ini ia akan selalu menjaga adab lahir maupun batin setiap waktu karena ia merasa selalu berada di hadapan-Nya. Ia kan selalu menjaga hati dan pikirannya sebagaimana ia menjaga perbuatan lahirnya karena tahu bahwa bagi Allah Ta’ala semua akan terlihat. Kelanjutannya akan timbul rasa malu kepada Allah Ta’ala, rasa rendah, dan rasa ingin selalu mendekat kepada-Nya. Dengan begitu, perasaan ini akan menumbuhkan ketaatan dan upaya untuk menghadirkan ibadah yang berkualitas lahir batin. Inilah empat hal yang merupakan pokok dari segala keyakinan yang akan berbuah peningkatan kualitas hidup seseorang. Keyakinan tersebut akan bermanfaat maksimal ketika sampai level keyakinan dengan makna kedua. Keyakinan dengan makna pertama adalah syarat bagi iman seseorang sedang keyakinan dengan makna kedua adalah syarat keimanan tersebut berbuah. Ini seperti orang yang percaya dengan keberadaan hantu di tempat yang angker. Ketika kepercayaan tersebut telah menyelimuti dirinya maka secara refleks bulu kuduknya akan berdiri, ia akan berjalan cepat dan tak menoleh agar segera jauh dari tempat tersebut. Begitulah seharusnya keyakinan kita pada keesaan Allah Ta’ala, jaminan rizki, pahala siksa, dan pengetahuan Allah atas segala yang ada pada diri kita. Keyakinan yang ada pada hati seperti pohon sedang akhlak batin seperti tawakkal, nrimo, malu kepada Allah ibarat dahan dan ranting. Sementara amal perbuatan ibarat buah dan bunga yang tumbuh di ranting tersebut. Keyakinan yang benar dan tertanam akan memberikan efek psikologis yang kemudian mempengaruhi prilaku.

No comments:

Post a Comment