Jun 8, 2019

Tawakkal

               Koleksi Anggrek, Backsound 'implora'


Bunga anggrek merupakan bunga yang indah, tapi untuk menikmatinya diperlukan ketekunan dan kesabaran dalam perawatannya. Seperti dalam kehidupan, Kita tidak bisa mempercepat rencana Allah dalam hidup kita, tugas kita hanyalah berusaha sebaik mungkin dan berdo'a dan untuk masalah hasil kita serahkan semua di tangan Allah.
Melakukan segala sesuatu dengan ikhlas, senantiasa tekun, jangan mudah goyah. Pada akhirnya ada hadiah terindah yang Allah sediakan bagi kita. Nikmatilah setiap proses yang Allah buat dalam hidup kita dan lihatlah keindahan hasilnya. Ini yang di maksud dengan tawakkal. Dan apa sebenarnya tawakkal itu?

وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Dan milik Allah lah seluruh rahasia langit dan bumi, dan kepada-Nya segala urusan dikembalikan. Maka sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan Tuhanmu tidak pernah lengah dari apa yang kamu kerjakan. (Q.S Hud: 123)

Dustur ilahiah ini memberikan diskripsi spiritual kepada kaum mukmin, bahwa akhlak tawakal (budi pekerti berserah diri) tidak sekadar kewajiban moral, akan tetapi juga merupakan kewajiban dalam dinul-islaam yang berdimensikan aqiidatul-islaamiyyah. Oleh karena itu, tawakkal 'alallah merupakan kemutlakkan (absolutly) dari akidah kaum yang beriman.

Tawakkalnya kaum muslim kepada Allah, berbeda dengan apa yang dipahami mereka yang tidak mengerti dinul Islam, yang seringkali menyerang dan memusuhi akidah Islam. Di mana mereka beranggapan, bahwa tawakkal hanya diucapkan di lisan tanpa diimani yang kemudian untuk dipraktekkan dalam kehidupan keseharian. Mereka dianggapnya sudah rnerasa puas dan rela dengan kehinaan, kerendahan, penderitaan, ketakberdayaan dengan mengatasnamakan tawakal kepada Allah. Seolah-olah, begitu saja 'menyerah' atas takdir yang berlaku terhadap dirinya.

Sedangkan dinul Islam, yang lalu dipahami oleh kaum muslimin, bahwa tawakkal adalah salah satu bagian terpenting dari dimensi keimanan dan akidahnya, yaitu terealisasinya ketaatan, kepatuhan, dan ketundukkan kepada Allah ta'ala dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya.

Hal ini berarti kaum muslimin tidak menginginkan atau berkehendak, bahwa suaru hal yang dilakukannya tanpa menempuh jalan yang benar dan tidak mengharapkan suatu keberhasilan tanpa melalui suatu proses yang mesti dijalaninya. Akan tetapi mengenai hasil usaha yang ditempuhnya dan keberhasilan segala jerih payahnya diserahkan kepada Allah semata, karena Dia-lah yang berkuasa untuk membuat seseorang berhasil atau gagal dalam usahanya. Seperti diimbaukan Nabi SAW, "Jika seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, maka pasti kalian akan diberi rezeki seperti halnya burung. Dia pergi dengan perut kosong dan pulang dengan perut kenyang." (Hr. Tirmidzi)

Relevan dengan teks hadis di atas, Allah menguatkannya dengan firman-Nya, ... cukuplah Allah menjadi penolong dan pelindung kami" (Qs. Ali Imron : 173)
حَسْبُنَااللّٰهُ وَنِعٰمَ الْوَكِيْلُ

Oleh karena Nabi SAW mengajarkan kepada kaum mukmin setiap kali keluar rumah, suatu misal untuk bekerja, belajar, berdagang, pokoknya segenap aktivitas yang positif hendaklah berdoa, "Dengan menyebut sama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tiada daya upaya dan kekuatan; kecuali pertolongan Allah."

Dalam ajaran Islam, tawakkal merupakan doa yang mengandung pengharapan dan amal perbuatan (rajaa' wal'amaliyyah) yang dibarengi dengan ketentraman hati dan ketenangan jiwa (qalbun salim wa sakinatun-nafsi). Dengan didasarkan pada keyakinannya, bahwa segala apa yang dihajatkannya akan di-maqbul-kan oleh Allah ta'alaa. Dikarenakan segala apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, pun semikian sebaliknya, segala apa yang tidak dikehendaki oleh-Nya pasti tidak akan terjadi. Dan dalam konsep ajaran Islam, cara berpikir yang melahirkan perilaku tawakal ini sudah dapat dikategorikan ke dalam amalush-shaalih.

Dinul Islam mengajarkan adanya hukum Allah yang berlaku di alam universum ini, dan kaum muslimin wajib mempercayainya. Dari aspek kepercayaan dan keyakinan itulah, seorang mukmin harus melakukan aktivitas dan kreativitas dalam sebuah dinamisasi kehidupan di alam dunia sebagai seorang 'mandataris Allah' (khaliifatu-Ilaah), dan sudah barang tentu kesemuanya harus dijalankan secara sungguh-sungguh, konsisten, penuh komitmen, dan adanya dedikasi yang tinggi. Tidak dapat dilakukan hanya sekadarnya atau sambil lalu. Karena suatu usaha yang hanya main-main tidak akan pernah membawa hasil yang memuaskan. Sementara usaha yang sungguh-sungguh sajalah yang akan membawa hasil yang sangat memuaskan. Sopo temen tinemu. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh akan menemukan kesuksesan. Man jadda wa jad.

Sebagai seorang mukmin, harus yakin seyakin-yakinnya bahwa sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Maka banyak orang yang bekerja keras, sampai-sampai tidak mengerti waktu, tidak merawat diri, bahkan ada yang sampai berani meninggalkan shalat waktu, tetapi nyatanya tidak menikmati hasil kerjanya. Alias tidak ada keberkahan di dalam usahanya. Dan banyak pula orang yang menanam tapi tidak memetik hasilnya.

Oleh karena, dinul Islam memberikan garis tegas dalam membahagiakan pemeluknya dengan mengajarkan, bahwa menggantungkan nasib kepada sebab saja, dan menanggap sebagai satu satunya yang mengakibatkan tercapainya suatu keberhasilannya, adalah kufur dan syirik.

Demikian pula sebaliknya, meninggalkan sebab dan mengabaikan amal adalah fasik dan durhaka. Karenanya kedua-duanya dilarang dan haram hukumnya.

Dalam pandangan Islam, usaha itu didasarkan pada falsafah yang bersumber dari ruh keislaman dan ajaran Rasulullah SAW. Di mana Nabi Muhammad SAW dalam berbagai peperangannya selalu melakukan perhitungan dan persiapan secara matang tidak ingin konyol. Maka sebelumnya beliau telah memilih satu strategi perang, baik mengenai tempat maupun waktunya. Misalnya, Nabi SAW tak pernah melakukan serangan pada saat-saat terik matahari, tapi ditunggu sampai udara menjadi sejuk pada sore harinya. Apabila segala sarana pendukung sudah dipersiapkan, baru Nabi SAW mengangkat kedua tangannya memohon kepada Allah dengan berdoa terlebih dahulu, "Ya Allah yang menurunkan kitab, yang menggerakkan alam, dan yang mengalahkan musuh, kiranya Engkau berkenan mengalahkannya dan tolonglah kami untuk mengalahkannya" (Muttafaqun 'alaih).

Dengan demikian, Rasulullah SAW memberi petunjuk kepada kita bagaimana cara memadukan antara `sebab spiritual, memadukan hal-hal yang dlahir dengan yang batin lalu hasil akhirnya diserahkan kepada Allah. Dikarenakan manusia hanya memiliki kewajiban usaha sedangkan taufiknya itu milik Allah SWT.

Sedangkan 'ibrah yang lain, masih sekitar uswah, Nabi SAW di mana beliau sedang menunggu perintah Allah untuk hijrah ke Madinah. Setelah kebanyakan dari para sahabatnya lebih dahulu hijrah. Lalu datanglah ijin dari Allah untuk hijrah. Maka Rasulullah SAW membuat rencana untuk melaksanakan perintah hijrah Allah tersebut sebagai berikut:

a). Mengajak Abu Bakar sebagai pendampingnya.

b). Menyiapkan logistiknya, dalam hal ini Asma' binti Abu Bakar yang menyediakannya.

c). Menyiapkan unta yang istimewa sebagai kendaraan, karena perjalanannya yang jauh dan berat.

d).Memanggil seorang penunjuk yang sudah mengenal betul akan rute Makkah-Madinah yang penuh rintangan itu.

e). Meminta Ali untuk tidur di tempat tidurnya ketika beliau hendak keluar dari rumah yang sudah terkepung musuh, sebagai strategi penyamaran terhadap para musuhnya, yang sedang menunggu di luar untuk membunuhnya.

f). Tatkala kaum musyrikin mengejar Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya Abu Bakar yang telah lari meninggalkannya, maka Nabi pun berlindung dan masuk ke dalam gua Tsuur, agar terhindar dari mata-mata musuh yang terus mencarinya. g). Tatkala Abu Bakar berkata kepada Nabi SAW, "Jika seandainya salah seorang dari mereka melihat ke bawah tentu dia akan melihat kita, ya Rasulallah?" Nabi SAW berkata kepada Abu Bakar, "Bagaimana dugaan-mu, wahai Abu Bakar, terhadap dua orang di mana yang ketiganya adalah Allah?"

Dari uswah Nabi SAW tersebut tampak dengan jelas, esensial ke-iman-an dan ke-tawakkal-an diaplikasikan ke dalam sebuah implementasi yang bersamaan. Dapatlah diambil suatu pelajaran, bila Nabi SAW tidak mengingkari daya upaya, tetapi juga tidak bergantung begitu saja kepada-Nya.

Nabi SAW setelah berusaha secara maksimal untuk mencari keselamatan, hingga akhirnya berlindung di dalam gua yang gelap, suatu tempat yang biasa dihuni oleh kalajengking dan ular. Kemudian beliau berkata dengan penuh keyakinan dan tawakal kepada sahabatnya, Abu Bakar, ketika dia dicekam perasaan takut dan penuh kekhawatiran, "Jangan bersedih, karena Allah bersama kita. Bagaimana dugaan-mu wahai Abu Bakar, dengan dua orang sedangkan yang ketiganya Allah?"

Aqiidatul-islamiyyah mengajarkan bahwa akhir dari segala daya upaya bagi orang mukmin adalah berserah diri (islam) dan menyerahkan urusannya kepada Allah dengan penuh kepercayaan dan ketenangan (istislam). Demikianlah pandangan kaum muslimin terhadap peran usaha manusia, di mana semuanya harus tetap berpedoman kepada kitab suci al-Qur'anul Karim dan al-Hadis Syariif Rasulullah SAW, tidak dikurangi dan tidak pula ditambahinya.

No comments:

Post a Comment