Jan 16, 2022

Melepaskan Diri dari Pola Pikir Sempit

  




 Pada bahasan kali ini SettiaBlog hanya ingin cerita-cerita ringan dan bercanda. Eyang....SettiaBlog ada motif batik mojopahitan kesukaan kamu, lihat eyang klip di atas.  Bagus itu eyang di buat hijab. he....he.... Eyang, SettiaBlog sudah cukup lama merasakan telepati dari seseorang, ya SettiaBlog biarin aja eyang. Kalau kata eyang SettiaBlog, hal  itu bisa terjadi karena ada yang suka, simpati atau bahkan sebaliknya karena saking bencinya sama SettiaBlog. Kalau SettiaBlog di benci sampai segitunya, kenapa ya. Lha wong SettiaBlog itu orangnya jarang ngomong, sukanya malah bercanda. Boleh kok tanya ke tetangga-tetangga SettiaBlog. Belum sekalipun punya masalah dengan orang di sekitar SettiaBlog. Untuk klip di atas itu penafsirannya gini. Coba Anda perhatikan gambar burungnya yang seakan-akan terbang di angkasa dan memandang ke alam raya yang luas ini. Kita pun sama harus terbang meninggalkan pemikiran yang sempit, memandang luas dan jauh ke depan. Backsoundnya itu "eutanasia" yang mengingatkan kita semua jangan sampai berputus asa dan putus harapan. Banyak c kalau di terjemahkan semua, kayak kenapa SettiaBlog buat burungnya yang 2 berjajar dan yang 1 di belakang? Kenapa tubuhnya burung di buat seperti ikan? Kenapa yang SettiaBlog ambil motif mojopahitan? Anda bisa terjemahkan sendiri. Membuat karya apapun harus memiliki makna, visi - misi dan kita juga harus mampu menguraikannya. Kalau yang buat saja ndak bisa menguraikan maksudnya apalagi orang lain.

Mungkin orang yang belum kenal SettiaBlog memandangnya seperti orang aneh.  Atau mungkin ada yang berpandangan SettiaBlog suka hal-hal yang berbau mistis, karena sering cerita soal budaya Jawa dan cerita tentang Ratu Kidul.  Tapi faktanya ndak gitu, sampai sekarang ini bibir SettiaBlog belum sekalipun mengucapkan mantra atau tubuh SettiaBlog sampai saat ini belum pernah bersentuhan dengan rajah. Memang SettiaBlog tidak boleh bersentuhan dengan hal-hal seperti itu.   Kalau SettiaBlog dulu memang suka iseng dan jahil, tapi hanya sebatas candaan. Ada cerita sedikit, SettiaBlog punya temen, dia hobinya drag race (khususnya balap liar). Karena balap liar itu butuh nyali dan taruhannya juga tinggi, temen SettiaBlog itu suka pergi ke paranormal, dukun atau kyai yang bisa memberi dia pegangan. Dan yang ndak enak itu apa, SettiaBlog sering di buat umpan jika dia pergi ke tempat paranormal, dukun atau kyai. Ya, mungkin gaya SettiaBlog yang kayak orang stres, jadi sangat pas untuk umpan. Pernah suatu hari datang ke seorang paranormal di daerah Surabaya situ. Paranormalnya itu perempuan, punya anak 3 juga perempuan semua. Ketiga anaknya itu cantik-cantik lho dan ketiganya juga sudah kemlakén (bahasa Bojonegoro untuk sebutan anak perempuan yang sudah siap kawin). Dari ketiga anaknya yang paling besar namanya mbak Aster, SettiaBlog basa basi coba tanya ke dia, "mbak kuliah di mana?" Lalu mbak Aster itu jawab, SettiaBlog kaget setengah mati, antara percaya dan ndak percaya, suaranya dan tingkah polah seperti anak kecil. Di saat SettiaBlog lagi kebingungan, ibunya tertawa melihat SettiaBlog lalu menjelaskan. "mas Aster itu sukmanya yang asli sedang bertapa, untuk sementara di ganti dengan sukma anak - anak." SettiaBlog dengar penjelasan ibunya rasanya mau pingsan. Mau ndak percaya tapi buktinya emang seperti itu.



Entah temen SettiaBlog tadi bilang apa ke paranormal itu, kok tiba - tiba SettiaBlog di kasih gulungan sirih di piring. Ampun - ampun..., SettiaBlog harus makan lebih dari sepuluh gulung sirih, apa boleh buat, demi teman dan biar cepat pulang. Tahu ndak rasanya gimana? Getir, pahit bercampur pedas, lidah kayak terbakar.

Habis itu SettiaBlog di suruh mandi dengan kembang kerah macan. "SettiaBlog ini mau di apakan to yo...yo..", jerit SettiaBlog dalam hati. Habis itu kami sudah di perbolehkan pulang, tapi masih ada satu syarat lagi, SettiaBlog di suruh puasa 7 senin 7 kamis. Saat pulang teman - teman SettiaBlog pada menertawakan SettiaBlog. Lha ya, temen SettiaBlog yang punya kepentingan SettiaBlog yang jadi korban.

Karena sudah menyanggupinya, SettiaBlog harus puasa 7 senin 7 kamis. Baru dapat 3 senin 3 kamis kalau ndak salah waktu itu, SettiaBlog di marahi eyang SettiaBlog. "jangan teruskan!" Lalu SettiaBlog membantah, "apa salahnya to eyang, puasa kan baik". Eyang SettiaBlog marah, "di bilangin kok ngeyel, kalau kamu puasa karena Allah SWT itu baik, kalau kamu puasa karena paranormal itu ya ndak baik" SettiaBlog pun tidak melanjutkan puasa. Gimana? Cerita SettiaBlog kacau kan? Itu beneran SettiaBlog alami. Cerita SettiaBlog ya seperti itu, ndak bermutu. Ya maklum, SettiaBlog itu ndak pernah makan bangku sekolah tinggi, kata orang c gitu. (emangnya SettiaBlog rayap kok di suruh makan bangku sekolah...he...he...)

Di awal SettiaBlog menyinggung tentang pola pikir sempit. Apakah pola pikir sempit itu? Orang cenderung melepaskan pendapatnya sendiri dan menolak untuk melihatnya dari sudut pandang orang lain. Pola pikir sempit dan kurangnya empati, yaitu kemampuan untuk memahami perasaan orang lain. Akibatnya, orang tersebut tidak dapat mempertimbangkan pendapat orang lain. Meskipun dia tidak benar-benar berdasarkan akal sehat atau fakta yang ada, dia selalu merasa benar. Orang dengan pola pikir sempit tidak mau berubah. Itu tidak membuka kemungkinan baru yang muncul. Ia penuh prasangka terhadap gaya hidup yang berbeda atau perbedaan pendapat. Masalah terbesar adalah ketika orang-orang yang berpikiran sempit sedang berkuasa. Lalu bagaimana kita bisa keluar dari jebakan-jebakan pola pikir sempit? Di bawah ada beberapa bentuk kecerdasan yang perlu dimiliki untuk dapat keluar dari jebakan-jebakan pola pikir sempit.

Pertama, kecerdasan teknologi. Mengetahui, memanfaatkan, dan mengikuti perkembangan teknologi adalah fundamental dari kecerdasan ini. Reskilling dan upskilling masih menjadi agenda utama. Namun, kini kecerdasan teknologi tak hanya menjadi kewajiban bagi yang muda-muda saja, melainkan juga bagi tiap orang di lintas generasi. Karena terjebak dalam pola pikir sempit tak lagi memandang usia. Yang terlambat adalah mereka yang tersesat.

Kedua, kecerdasan sosial dan emosional. Teknologi dengan cepat mampu mengubah kebiasaan kita dalam berinteraksi satu sama lain. Terutama kepada generasi yang sejak kecil sudah menggunakan gadget.  Mereka cenderung tak memiliki kecerdasan untuk merespon orang-orang di sekitarnya yang memiliki beragam perilaku. Empati hilang dari permukaan. Dan akan banyak friksi sosial kita ke depan yang hulunya adalah kealpaan kita pada kecerdasan sosial dan emosional

Ketiga, kecerdasan kontekstual. Intensitas kita menggunakan teknologi dapat memengaruhi cara pandang kita terhadap dunia sekitar. Semakin tinggi intensitasnya, seseorang akan semakin kehilangan konteks di mana Ia berada.  Yang dimaksud A, yang diterima B. Gagal paham, mispersepsi, miskomunikasi, dan berpikir sempit terjadi karena interaksi kita kebanyakan tak dibarengi dengan kecerdasan ini. Selain itu, kecerdasan kontekstual memberi kita kemampuan untuk mengidentifikasi persoalan, mencari jalan keluar, dan mengeksekusi suatu gagasan dengan tepat.

Keempat

, kecerdasan moral. Di samping segala kemudahan yang ditawarkan, hadirnya teknologi juga rentan memudarkan moral compass kita. Semua bercampur dan berbaur. Maka, kecerdasan ini dibutuhkan agar manusia dapat bekerja dan berinteraksi dengan tetap menggunakan nilai-nilai yang dianut secara universal.

Kelima, kecerdasan generatif. Inovasi dan gagasan baru tak akan muncul dengan sendirinya. Kesempatan-kesempatan ini datang dari mana saja, dan tak banyak orang yang punya kecerdasan untuk menangkap peluang-peluang tersebut. Namun, menangkap peluang tak bisa dilakukan ketika kita terjebak dalam pola pikir sempit. Karena pola pikir sempit memunculkan sifat egoistik, tak menghargai perbedaan pendapat, dan tak mau berdialog. Semua hal yang bertolak belakang dengan kecerdasan generatif.

Keenam, kecerdasan eksploratif dan transformasional. Senada dengan kecerdasan generatif, kecerdasan ini fokus pada menciptakan peluang di masa depan dengan inovasi dan terobosan-terobosan baru.  Selayaknya berlayar, eksplorasi membutuhkan keberanian dan tekad yang kuat. Karena dengan eksplorasi, seseorang akan keluar dari zona nyaman, status quo, dan merangkul masa depan meski penuh ketidakpastian dan risiko.  Kecerdasan ini bisa dilakukan dalam beberapa bentuk, seperti mencari hobi baru, mengasah skill, mencoba peluang bisnis, melanjutkan sekolah, dan lain sebagainya. Pola berpikir sempit hanya akan jadi tembok penghalang untuk hal-hal tersebut.

Ketujuh, kecerdasan ekosistem. Di era teknologi, posisi kita tak lagi terkotak-kotakkan di dalam golongan kita saja. Teknologi memungkinkan ekosistem terbentuk, yang di dalamnya terdapat interaksi antargolongan yang sifatnya holistik, kolaboratif, dan sinergis. Maka, ketika arus berpikir sempit dapat menjebak kita kepada perilaku radikal yang mengedepankan kekerasan dan kebencian dalam menyelesaikan persoalan, cara berpikir ini seharusnya tak lagi punya tempat di alam bawah sadar kita.  Ah, banyak sekali pekerjaan rumah kita. Sebab, pada dasarnya, untuk keluar dari arus berpikir sempit, apakah kita berperan sebagai ilmuwan, pengusaha, profesional, pelajar, hingga pimpinan organisasi/perusahaan, diperlukan upaya ekstra untuk mengejar ketertinggalan. 

Semoga semua pihak dapat saling mengerti, memahami, memperkuat, dan mendorong kemajuan bersama.No one left behind. 

No comments:

Post a Comment