Jan 25, 2024

Apa C yang Membuat Kita Bisa Konsisten dengan Komitmen Kita?

 


Kali ini bahas yang santai - santai aja ya. Tapi bahas apa, enaknya. Settia..., kok backgroundnya bunga lagi c? Lha ya, terkadang SettiaBlog juga mikir, bunga aja kalau di eksplorasi bisa menghasilkan banyak variasi karya, video klip "daisies" di atas juga tentang bunga. Padahal alam raya ini sebegitu luasnya, kalau di buat karya, ndak terhitung jumlahnya, orang Bojonegoro bilangnya sak hohah. Seperti halnya kepuasan kita, kalau mau di turuti ya ndak akan ada habisnya. Lagu "daisies" ini bercerita tentang pentingnya untuk tetap "setia pada jalan yang telah kita tentukan sendiri."

Pernah ndak c Anda ngerasa banyak hal positif yang pengen Anda lakukan tapi akhirnya mentok gara-gara semangat Anda kendor di tengah jalan? Berapa banyak c di antara kita yang mau ‘berubah jadi lebih baik’ tapi ujung-ujungnya cuma heboh di mulut dan pikiran kita thok?
“Mulai sekarang aku mau rajin belajar!”
“Pokoknya sekarang aku akan fokus nurunin berat badan!”
Beberapa contoh komitmen yang SettiaBlog sebut di atas mungkin pernah kita coba untuk lakukan. Pada saat kita betul-betul mendeklarasikan komitmen kita, biasanya kita emang ngerasa semangat beneran untuk memulai suatu perubahan positif.

Awalnya kita semangat banget untuk ngumpulin bahan belajar dari berbagai sumber, udah gitu fotokopi set latihan soal yang banyak, sampai-sampai bikin jadwal belajar segala macem untuk 7 hari ke depan. Wah, pokoknya perencanaannya udah canggih banget deh! Mulai lah belajar serius hari pertama, hari kedua masih semangat walau ndak seheboh hari pertama, e.. hari ketiga belajarnya udah nawar-nawar, hari keempat mulai bolos belajarnya karena keasikan main atau keterusan nonton drama Korea, hari kelima mulai cari-cari alesan supaya belajarnya besoknya aja, hari keenam e.. ada temen ngajak nongkrong jadinya ndak belajar lagi, dan… sampailah akhirnya hari dimana Anda melupakan segala tekad dan semangat yang udah Anda himpun sejak awal.

Pernah ndak  Anda ngerasa mengalami hal seperti itu? Tebakan SettiaBlog c hampir semua remaja juga mengalami naik-turunnya semangat belajar, termasuk SettiaBlog sendiri dulu. Sebetulnya konteksnya ndak harus selalu untuk belajar aja, tapi ini juga bisa relevan dengan banyak hal lain, misalnya tekad untuk rutin berolahraga, berhenti merokok, tekad untuk melatih kemampuan tertentu, dan lain-lain.

Sekarang kalo dipikir-pikir apa c yang menyebabkan seseorang itu cenderung ndak konsisten sama tujuannya? Apa c yang membedakan ada orang yang bisa begitu disiplin dalam berkomitmen dan ada orang yang setengah - setengah thok ? Apa c yang membedakan mereka yang bisa begitu tekun belajar mati-matian sampai bisa berhasil meraih prestasi akademis yang bisa dibanggakan? Apa yang membuat seseorang bisa betul-betul gigih dengan tujuannya? Apa c kuncinya supaya bisa seperti itu? Bisa ndak c kita semua seperti mereka yang bisa tetap terus menjaga semangat dalam mencapai tujuannya?

Nah, sebelum SettiaBlog lanjut bahas pertanyaan-pertanyaan di atas, SettiaBlog mau ceritain  tentang sebuah penelitian psikologi populer yang dilakukan oleh psikolog bernama Walter Mischel pada tahun 1960an bernama: “Marsmallow experiment”. Percobaan ini dilakukan kepada anak-anak TK Bing (usia 4-5 tahun) pada sebuah ruangan di Univ Stanford. Bentuk percobaannya kayak gini: masing-masing anak ditinggalin dalam satu ruangan tertutup tanpa ada TV, majalah, atau apapun yang bisa mengalihkan perhatian mereka. Pada ruangan tersebut ditaroh sebuah marshmallow di atas meja. Oleh pengawas eksperimen, masing-masing anak tersebut dibilangin :
“kamu bisa makan marshmallow ini sekarang, tapi kalau kamu mau menunggu dan tidak memakannya, kamu akan dapat satu marshmallow lagi.”
Anak-anak itu reaksinya macem-macem, ada yang sabar nunggu sampai 20 menit untuk dapetin 1 marshmallow lagi, ada yang cepet banget nyerah terus langsung makan marshmallow. Ada yang mencoba bertahan beberapa menit tapi akhirnya ndak kuat nahan godaan akhirnya makan juga. Hasil dari percobaan tahun 1960an itu: Dari 600 anak yang mengikuti percobaain ini, sepertiga dari anak-anak tersebut memakan marshmallow dengan segera, sepertiga lainnya menunggu hingga Mischel kembali dan mendapatkan dua marshmallow dan sisanya berusaha menunggu tetapi akhirnya menyerah setelah waktu yang berbeda-beda.

Awalnya percobaan ini cuma bertujuan untuk mengetahui proses mental anak-anak untuk dapat menunda kepuasannya, atau istilah keren psikologinya “delay gratification“. Intinya sejauh mana c seseorang bisa menunda kepuasan sesaat dan bisa bertahan mengontrol dirinya untuk mendapatkan kepuasan yang lebih besar kemudian.

Sederhananya gini, rupanya salah satu kemampuan yang berperan sangat signifikan terhadap berbagai banyak hal positif dalam kehidupan adalah kemampuan mengontrol diri sendiri (self control) untuk bisa menunda kepuasan (delaying gratification). Rupanya kemampuan self control ini banyak banget ngaruh ke hal-hal kecil dalam hidup kita, dari mulai masalah kedisiplinan, bisa cepet sadar untuk menghindari pengaruh negatif dari lingkungan, bisa menentukan prioritas dengan bijak, mampu mengendalikan diri dari berbagai hal yang bisa mengalihkan fokus, dan sebagainya. Itulah mengapa… anak-anak yang berhasil menunggu marshmallow kedua (baca: memiliki self control yang baik) cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik, sementara anak-anak yang ndak tahan nunggu, cenderung memiliki banyak masalah dalam kehidupan.
Nah, mungkin sebagian dari Anda ada yang kepikiran:
“Wah, berarti kesimpulannya self control itu udah terbentuk dari sejak kecil? Berarti kalo gitu mereka-mereka yang makan marshmallow itu (baca: ndak punya self control) itu memang ditakdirkan untuk menjadi losser in their life? Sementara mereka yang punya self control itu ditakdirkan untuk jadi orang-orang yang sukses?“
Kesimpulannya jangan ditarik ke arah itu ya. Karena sebetulnya justru dengan mengetahui bahwa “self control” itu berperan penting, kita justru bisa melatih kemampuan (self control) itu agar bisa menjadi kunci supaya bisa konsisten terhadap berbagai tujuan positif dalam hidup kita. Jadi kalo kita balikin lagi ke pertanyaan awal, apa c yang bisa membuat seseorang konsisten dengan komitmennya? Sekarang SettiaBlog bisa bilang bahwa salah satu variabel yang berkorelasi kuat terhadap konsistensi pada komitmen adalah self control. Apa yang membuat seorang penderita obesitas bisa disiplin berolahraga dan diet ketat sampai akhirnya berat badannya kembali ideal? Self Control. Apa yang membuat seseorang bisa tekun belajar dan tahan dengan berbagai godaan untuk nunda-nunda belajar? Self Control lagi. Apa yang membuat seorang yang kecanduan bisa mengurangi ketergantungannya sampai bener-bener bisa lepas dari kecanduannya? Lagi-lagi Self Control.

Bayangkan betapa banyak hal positif yang bisa kita ubah dalam diri kita kalo kita punya self control yang baik? Nah, masalahnya pertanyaannya sekarang adalah:

“Okay, SettiaBlog ngerti sekarang kalo self control itu penting banget, tapi masalahnya gimana cara ngelatihnya? Emang bisa ya kita melatih self control untuk bisa lebih konsisten dengan komitmen?”
Nah, berikut ada sedikit tip's:

1. Buatlah Komitmen dengan Mantap

Okay, sebelum ngomongin tentang konsistensi dan self control, pertama-tama yang harus Anda lakukan adalah membuat komitmen dan tujuan yang bener dulu. Banyak orang yang mandang sebelah mata tahap pertama ini dan ndak dipikirin bener-bener. Padahal menentukan komitmen ini adalah langkah pertama yang penting banget. Kenapa? Karena kalo dari awal komitmennya aja ndak dibikin dengan mantap, kita jadi cenderung ndak memandang penting komitmen tersebut dan jadi semakin nambah alesan untuk ndak konsisten menjalaninya.
“Ya udahlah bikin komitmen apa susahnya. Tinggal tentuin aja komitmennya mau apa, misalnya: saya mau rajin belajar. Udah gitu thok kan?”
Bisa aja c kayak gitu tapi, menurut SettiaBlog komitmen yang ndak jelas tolak ukurnya gitu ndak akan mantap untuk dijalani. Nah, terus komitmen yang bagus harusnya kayak gimana ? Supaya kita bisa konsisten dengan tujuan kita, komitmen yang dibuat juga harus direnungkan bahwa itu adalah hal yang bener-bener kita inginkan. Komitmen itu harus dibuat se-‘sakral’ mungkin supaya secara sadar otak Anda ditekankan bahwa you have to take it seriously. Luangkan waktu sebentar untuk merenungkan bahwa ini bukanlah hal yang main-main atau iseng, kalo perlu Anda tulis di kertas tentang segala hal yang mau Anda capai, apa kira-kira benefit yang akan Anda dapatkan. Trust me, it will help so much if you write it down.

Langkah pertama barusan mungkin kesannya sepele tapi in a way, Anda bakal ngerasain bedanya kalo Anda luangkan sedikit waktu untuk mendeklarasikan komitmen Anda dalam hati secara serius. Nah, setelah itu baru Anda desain tujuan Anda berdasarkan syarat-syarat berikut ini:
• Pastikan komitmen Anda ini spesifik, konkrit, dan jelas.
• Pastikan komitmen Anda ini punya indikator yang bisa diukur.
• Pastikan komitmen Anda ini bisa diuraikan menjadi aktivitas yang real.
• Pastikan Anda menentukan target yang wajar untuk dicapai dalam jangka pendek
• Pastikan komitmen Anda ini dievaluasi dalam jangka waktu yang Anda tentukan sendiri.

2. Coba renungkan Hal-Hal Apa Aja c yang Bikin Anda ndak Konsisten?

Nah, untuk yang point ini ndak ada rumusnya karena masalah setiap orang beda-beda. Tapi pada umumnya, hambatan yang bikin seseorang ndak konsisten itu ada 2 jenis:

• Berhadapan dengan Mental Block
Mental block itu adalah “kumpulan alesan-alesan yang bikin Anda males ngerjain hal tertentu.” Anda terasa ndak c kalo kebiasaan nunda kita ndak jarang karena kita males untuk memulai? Sebetulnya mungkin untuk bener-bener ngerjainnya itu ndak masalah, tapi ada sesuatu yang menghambat kita untuk sekedar mulai untuk ngerjain hal yang relevan dengan tujuan kita. Lalu bagaimana kita bisa mengatasi mental block  dalam mencapai tujuan. Sekali lagi, masing-masing orang beda-beda ya  mental block-nya,  Anda renungkan sendiri apa yang menghambat Anda dan untuk mengatasinya.

• Perhatian teralihkan oleh distraction
Salah satu hal yang sering menghambat kita untuk bisa konsisten adalah adanya distraction (gangguan yang mengalihkan perhatian kita). Sekali lagi, bentuk distraction orang itu beda-beda. Misalnya, bentuk distraction seorang siswa SMA yang lagi berkomitmen untuk ujian adalah main game, atau bisa juga social media, atau bisa juga distractionnya adalah ajakan temen-temen yang selalu ngajakin nongkrong sampai larut malem, dan sebagainya. Nah, kalo itu balik lagi masalahnya sampai seberapa besar c Anda menghargai komitmen dan tujuan yang Anda capai? Apakah tujuan Anda itu memang beneran penting? Seberapa pentingnya tujuan dan komitmen Anda itu sampai Anda rela mengorbankan hal-hal yang udah jadi kebiasaan Anda sehari-hari? Jawabannya ada di dalam diri Anda sendiri, dan silakan diputuskan sendiri.

3. Fokus untuk berkembang secara bertahap. Mulai dari hal yang kecil dulu.

Mencoba mengubah diri menjadi lebih baik itu hal yang berat untuk dilakukan, perlu kedisiplinan, konsistensi, dan juga self control yang baik. Masalahnya, seringkali kita mengawali segala bentuk komitmen dengan semangat 45 terus langsung fokus ke hal-hal yang ndak realistis, abstrak, ngawang-ngawang, tanpa arah yang jelas. Contohnya nih, kalo Anda mau berkomitmen untuk menciptakan group band dan punya cita-cita jadi gitaris terkenal dalam 5 tahun ke depan. Anda jangan belum apa-apa Anda langsung ngajak-ngajakin temen-temen bikin band, sibuk bikin lagu ciptaan sendiri, berusaha masuk dapur rekaman buat bikin album sama temen-temen Anda. Kalo belum apa-apa Anda maksain langsung bersaing ya kualitas Anda akan kebanting sama para musisi pro lain yang udah jauh lebih pengalaman.

Daripada Anda sibuk dengan upaya sporadis kayak gitu, mendingan Anda pastikan dulu kemampuan bermusik Anda emang udah bener-bener pantes dulu. Coba Anda latihan hal-hal mendasar dalam bermusik dulu, dari pastikan Anda lancar baca not balok dulu, cara metik gitar yang bener, pastikan Anda menguasai teknik-teknik dasarnya. Jangan main lagu yang itu-itu lagi, jangan masuk ke kunci yang itu-itu lagi. Tantang diri Anda keluar dari comfort zone untuk mencoba materi yang lebih sulit. Coba tantang diri Anda untuk memulai dengan hal-hal sederhana banget sampai Anda ndak ada alesan lagi untuk males melakukannya.

Kalo udah keluar dari comfort zone, baru Anda coba mulai progress bertahap secara konsisten. Misalnya dengan mulai rekaman Anda mainin lagu-lagu populer terus diupload ke soundcloud atau ke youtube. Lihat gimana respond dan evaluasi dari orang-orang. Bikin youtube channel Anda berkembang, tingkatin populeritas channel Anda secara bertahap, dan lain - lain. Nah, langkah kayak gitu akan jauh lebih mendukung konsistensi dalam diri Anda. Kenapa? Karena dengan memulai langkah-langkah awal yang sederhana dan secara bertahap, Anda bisa punya motivasi dan kepercayaan diri untuk terus konsisten dengan komitmen. Coba kita catet apa aja c hal-hal positif yang kita dapet dengan proses bertahap? Kita coba sesuaikan dengan contoh seperti di atas:
Dengan upload progress Anda ke soundcloud atau youtube, artinya Anda memulai dengan hal-hal sederhana yang emang beneran realistis bisa Anda lakukan dengan akses yang terjangkau.
Anda bisa terus ngeliat progress Anda seiring dengan bertambah banyaknya sound atau video yang Anda upload. Dengan melihat progress secara bertahap, Anda jadi semakin terpacu untuk terus konsisten karena tanpa sadar create an environment where self-control is consistently rewarded.
Anda mendapatkan constant feedback dan evaluasi dari orang-orang terkait dengan peningkatan performa Anda. Terkadang to have someone who expects something from you  itu bisa memacu diri Anda untuk terus berkembang secara konsisten.

No comments:

Post a Comment