Sep 28, 2023

Hakekat Kekayaan Menurut Pandangan Islam

 

   

Video klip di atas "If I Aint Got You" milik Alicia Keys yang di cover Dixzie Cruel. SettiaBlog suka gayanya yang s derhana, cara memainkan musiknya juga sederhana. Ya emang dia punya kualitas yang bagus, hasilnya tetap bagus. Di bawah ini ada sedikit potongan liriknya.
Some people live for the fortune
Beberapa orang hidup untuk kekayaan
Some people live just for the fame
Beberapa orang hidup hanya untuk kemahsyuran
Some people live for the power, yeah
Beberapa orang hidup untuk kekuasaan
Some people live just to play the game
Beberapa orang hidup hanya untuk bermain
Some people think that the physical things define what's within
Beberapa orang mengira bahwa fisik menjelaskan yang ada di dalam
Some people want it all
Beberapa orang inginkan semuanya,
But I don't want nothing at all
Tapi aku tak inginkan apa-apa
If it ain't you baby,
Jika bukan dirimu kasih,

Seperti yang kita rasakan semua. Hidup dengan kekayaan yang berlimpah menjadi dambaan banyak orang. Seseorang dikatakan sukses apabila ia memiliki harta dan kehidupan yang serba cukup. Pendidikannya juga dianggap bagus apabila mampu membawanya meraih tingkat kesuksesan secara finansial. Lalu, bagaimanakah Islam memandang kekayaan itu sendiri? Secara garis besar, kekayaan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk terus bertahan hidup dengan gaya hidup yang ada, tanpa harus bekerja. Namun, sebenarnya kaya itu relatif. Ada orang yang tetap dapat bertahan hidup setelah berhenti bekerja. Sebagian besar kondisi tersebut didukung kekuatan finansial yang datang dari pendapatan pasif atau passive income yang diperoleh dari investasi. akan tetapi, adapula orang-orang berpenghasilan tinggi yang tetap merasa tidak kaya sebab gaya hidupnya mempengaruhi cara mereka menggunakan kekayaannya. Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk menjadi kaya. Bahkan mencari kekayaan disyariatkan dalam Islam karena itu berarti mencari rejeki dan berusaha di dunia sebagaimana yang dicantumkan dalam banyak ayat di Al-Qur’an, seperti: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi ; dan carilah karunia Allah” (QS. Al Ahzab: 10). Di ayat lain, QS. Al Mulk: 15 juga disebutkan, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” Dari ayat-ayat tersebut, Ibnu Katsir, menafsirkan maksudnya, yaitu berpergianlah ke kalian ke tempat-tempat di bumi yang kalian kehendaki, lintasilah daerah-daerah dan pelosok-pelosoknya untuk mendapatkan berbagai macam penghasilan dan berdagang. Berikut ini beberapa hukum mengenai kekayaan menurut agama Islam:

Wajib – jika usaha manusia itu dilakukan untuk memperoleh pendapatan memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya serta mencukupkannya dari meminta-minta.

Sunnah – jika usaha manusia itu dilakukan untuk memberikan tambahan nafkahnya dan nafkah keluarganya atau untuk tujuan melapangkan orang-orang fakir, menyambung silaturahim, memberi balasan atau hadiah pada kaum kerabat, dan mencari kekayaan dengan niat seperti ini lebih utama daripada menghabiskan waktu untuk beribadah.

Mubah (diperbolehkan) – jika untuk memberikan tambahan dari kebutuhan atau dengan tujuan berhias dan menikmati.

Makruh – jika tujuannya mengumpulkan harta agar bisa berbangga-banggaan, sombong, bermegah-megahan, bersenang-senang hingga melewati batas walaupun dicari dengan cara yang halal. Hal ini sejalan dengan sabda Rasullullah saw, “Barang siapa yang mencari dunia yang halal untuk bermegah-megahan, berbangga-banggaan, dan riya maka ia akan bertemu dengan Allah SWT sedangkan Allah murka kepadanya.”

Haram – jika dicari dengan cara yang haram seperti suap, riba dan lainnya, sebagaimana yang dijelaskan dalam al Mausu’ah Al Fiqhiyah jus II hal 11384-11385).

Rasulullah menegaskan bahwa kekayaan yang sejati ada di dada. Hal ini menekankan bahwa sebenarnya persoalan anggapan bahwa seseorang disebut kaya atau miskin adalah murni masalah mental. Seseorang bisa merasa kaya walaupun memiliki sedikit harta karena ia berlapang dada dan selalu mensyukuri nikmat yang ada. Harta yang ia miliki digunakan untuk meningkatkan amal dan ibadah. Seorang muslim diperbolehkan mempunyai cita-cita untuk menjadi orang kaya, asalkan niat tersebut untuk memperkuat agama. Namun, Allah juga tidak mengharuskan seorang manusia menjadi orang yang memiliki kekayaan harta. Kewajiban mencari rejeki diperintahkan agar seseorang berusaha sesuai kemampuannya, sedangkan hasil akhir menjadi keputusan Allah. Kekayaan juga merupakan amanah dari Allah yang harusnya dijaga dengan sebaik-baiknya. Pengertian ini diartikan sebagai perintah untuk memanfaatkan harta yang dimiliki untuk beribadah di jalan-Nya. Sebab kedudukan harta dan kekayaan tidaklah boleh sejajar atau lebih tinggi dari kedudukan iman dan ibadah kepada Allah SWT, seperti yang disiratkan dalam QS. Al-Kahfi: 46 yang artinya, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Menurut agama Islam, kekayaan diartikan pula sebagai suatu jalan menuju kejayaan, seperti yang tersirat pada QS. As-Shaff: 10-12 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasulullah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, dan ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah kemenangan yang agung.”
Dari  pengertian atau konsep diatas, maka sebagai seorang yang beriman harus memahami kekayaan sebagai amanah dari Allah SWT yang harus dijaga dan digunakan untuk mencapai kesuksesan di dunia dan akhirat. 

Untuk backgroundnya SettiaBlog kasih flex, bukan flexing lho ya.   Menampakkan harta atau kini lebih dikenal dengan istilah flexing kalau bahasa Bojonegoronya "pamer",  tentu tujuannya tidak lain adalah untuk mencari popularitas. Kalau menurut SettiaBlog, semua orang tetap sama, mencari kekayaan untuk di pamerkan...he....he... ndak, ndak bercanda. Tapi unsur "pamer" ini tetep ada lho pada diri manusia, cuma gayanya yang beda - beda, ada yang blak-blakan dan ada yang sembunyi - sembunyi.

Terkait dengan hal ini, Nabi Muhammad SAW  dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Abdurrahman As-Sulami dalam Sunanus Sufiyah sebagaimana tertulis dalam kitab Al-Jami'us Shahir:  
إحذروا الشهرتين الصوف والخز  
Artinya, “Jauhilah oleh kalian dua pakaian kemasyhuran, wol dan sutra.” Al-Munawi pensyarah Al-Jami'us Shahir menjelaskan, hadits di atas menjadi petunjuk untuk menjauhi menggunakan sesuatu yang dapat mendongkrak popularitas, dan hal ini hukumnya makruh serta tercela:
  أي احذروا لبس ما يؤدي إلى الشهرة في الطرفين أي طرفي التخشن وهو الصوف والتحسن وهو الحرير فإنه مذموم مكروه الي ان قال وهو أمر بالتباعد عن طلب الشهرة في اللباس وقد أمر الشارع بالتوسط بين التفريط والإفراط حتى في العبادة   
Artinya, "Yakni, jauhi oleh kalian menggunakan pakaian yang dapat mendatangkan popularitas dalam dua hal; menggunakan pakaian kasar, yakni pakaian wol dan menggunakan pakaian bagus, yakni pakaian sutra. Sesungguhnya hal ini adalah tercela dan hukumnya makruh. Hadits ini merupakan perintah untuk menjauhi mencari popularitas dalam berpakaian. Sesungguhnya Nabi telah memerintahkan untuk sedang-sedang , antara berlebihan-lebihan dan melampui batas hingga dalam urusan ibadah." (Zainuddin Muhammad Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Mesir, Maktabah At-Tijariyah: 1358 H), juz I, halaman 244).   

As-Syaukani dalam penjelasannya terhadap hadits di atas menyatakan:
  وَلَا شَكَّ أَنَّ لُبْسَ مَا فِيهِ جَمَالٌ زَائِدٌ مِنْ الثِّيَابِ يَجْذِبُ بَعْضَ الطِّبَاعِ إلَى الزَّهْوِ وَالْخُيَلَاءِ وَالْكِبْرِ  
Artinya, "Tidak diragukan bahwa mengunakan pakaian bagus yang melebihi pakaian-pakaian lainnya dapat menarik sebagian watak manusia pada kemegahan, keangkuhan, kesombongan dan kecongkakan". (Muhammad ibnu Ali ibnu Muhammad ibnu Abdillah As-Syaukani, Nailul Authar, [Mesir, Darul Hadits: 1413 H], juz II, halaman 130).  
Secara tekstual hadits dan penjelasan di atas menunjukkan larangan dalam arti makruh dan tercela mengunakan pakaian kemasyhuran untuk mendapatkan popularitas.   Namun hemat penulis kemakruhan ini bersifat umum untuk segala sesuatu, tidak tertentu hanya pakaian mewah saja, yang substansinya adalah segala sesuatu yang tujuannya untuk mendongkrak popularitas hukumnya makruh, karena hal tersebut dapat menarik pada sikap angkuh dan sombong. Adapun sombong sendiri hukumnya jelas haram.

    Menurut Al-Imam Al-Ghazali, yang menjadi tujuan mencari kemasyhuran atau popularitas adalah penghargaan dan kedudukan dalam hati. Sedangkan hubbul jah atau gila hormat adalah sumber dari segala kerusakan. Kemudian, yang dicela adalah mencari popularitas dangan sangat menginginkannya dari manusia. Adapun jika popularitas datang dari Allah SWT tanpa mengupayakannya, maka tidak tercela. (Abu Hamid Mumammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin,[Bairut, Dar-Ma'rifah], juz III, halaman 278).     Bagaimana dengan Pakaian yang Bagus? Penjelasan di atas tidak bisa difahami sebagai larangan untuk mengunakan pakaian yang bagus, indah dan mahal. Mengunakan pakaian bagus, sandal bagus, dan semisalnya hukumnya sunah berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi SAW. Beliau bersabda: 
  لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ  
Artinya,  “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.”
Ada seseorang yang bertanya,
“Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab,
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.”
Demikian pula hadits dari Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, ia meriwayatkan sabda Rasulullah SAW:
  إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ  
Artinya, "Sungguh Allah sangat suka meyaksikan bekas nikmat-Nya pada diri hamba-Nya.” (Kementrian Waqaf, Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, [Kuwait, Darus Salasil: 1427 H], juz XIV, halaman 172).

Jadi secara hukum asal mencari popularitas atau ingin terkenal dengan menampakkan harta di depan publik adalah makruh dan tercela, lebih-lebih memamerkan harta dalam arti menyombongkan diri, maka haram.   Adapun semisal berpakaian yang indah dan layak, hukumnya sunah karena merupakan salah satu bentuk menampakkan nikmat Allah SWT, asalkan tidak disertai dengan kesombongan. Untuk penutup SettiaBlog kasih "You're Still The One" milik Shania Twain.


Lagunya sendiri bercerita tentang seorang perempuan yang setia dengan pasangannya meski terhalang apapun.

No comments:

Post a Comment