May 20, 2020

Pilih Comfort Zone, Stretch Zone atau Panic Zone


Lirik lagu "Hero" di atas menceritakan bahwa diri kita adalah pahlawan bagi diri kita. Dengan sikap keberanian dan percaya diri kita bisa menyingkirkan semua masalah dan halangan. Namun untuk jadi pahlawan bagi diri kita bukanlah hal yang mudah. Untuk itu SettiaBlog akan membahas tentang "pilih comfort zone, Stretch zone atau panic zone" agar kita semua bisa ambil arah yang benar dan jadi pahlawan diri kita.


Kenyamanan dalam bekerja memang diperlukan. Berada dalam Comfort Zone membuat kita tenang bekerja karena tak ada lagi hambatan risiko. Bekerja dalam kondisi ini tentu menyenangkan. Segala sesuatu dapat diselesaikan tanpa stress. Mengapa demikian? Karena pekerjaan yang dilakukan bukanlah tugas baru melainkan tugas rutin yang telah biasa dilakukan dengan pola dan sistem yang teratur. Tidak ada hal menantang, sehingga terlalu lama berada dalam zona ini membuat karir seseorang tidak berkembang, menurunkan kinerja bahkan membahayakan masa depan karir kita. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan Comfort Zone?

Comfort Zone

Istilah Comfort Zone sulit diartikan secara jelas. Setiap orang memiliki persepsi sendiri dalam mendefinisikan terminologi tersebut. Comfort Zone biasanya diekspresikan terhadap diri diri sendiri. Kita sering mendengar seseorang mengungkapkan perasannya atau situasi yang dialaminya dengan “I’m comfortable with that”. Comfort Zone didefinisikan sebagai a place, situation, or level where someone feels confident and comfortable. Namun, para psikolog dan behaviorists memiliki pengertian sendiri dan mendefinisikannya secara lebih formal.

Dalam psikologi, kepribadian seseorang dapat digambarkan dari Comfort Zone-nya. Para psikolog mendefinisikan Comfort Zone sebagai a type of mental conditioning that causes a person to create and operate mental boundaries. Dalam bekerja, sesorang cenderung akan membuat batas aman agar dapat bekerja dengan nyaman. Jadi sesorang yang menciptakan  Comfort Zone cenderung akan tetap berada dalam zona tersebut. Mereka enggan untuk keluar dari batasan itu. Mereka menjadi apatis, tidak peduli terhadap perubahan lingungan dan malas beradaptasi dengan lingkungannya. Untuk keluar dari Comfort Zone, seseorang harus berusaha keras mengubah perilakunya, melakukan hal-hal baru, berinteraksi dan merespons lingkungan.

Dikaitkan dengan dunia kerja, behaviourists mendefinisikannya sebagai berikut. “the comfort zone is a behavioural state within which a person operates in an anxiety-neutral condition, using a limited set of behaviours to deliver a steady level of performance, usually without a sense of risk.” Dalam definisi tersebut terlihat bahwa Comfort Zone disini dikaitkan dengan kinerja.Dalam pengertian tersebut tersirat bahwa dalam Comfort Zone sangat kecil bahkan nyaris tak ada kekhawatiran. Dengan usaha yang terbatas (limited set of behavior),seseorang melakukan kinerja hanya pada level tertentu dan relatif tanpa resiko.

Persepsi orang mengenai Comfort Zone tentu berbeda satu sama lain. Ada yang pro dan ada yang kontra. Pro Comfort Zone menganggap comfort zone sebagai zona nyaman, tapi bagi penganut Contra Comfort Zone menganggapnya sebagai zona bahaya. Pada awalnya, Comfort Zone memang merupakan situasi dimana seseorang merasa nyaman dan confident berada di dalamnya. Bagi Pro Comfort Zone, zona ini sangat menyenangkan karena mereka dapat bekerja dengan tenang, tidak stress karena segala sesuatunya telah berjalan teratur dan stabil sehingga pekerjaan mudah diselesaikan. Namun terlalu lama dalam zona ini akan membuat mereka terlena dengan kondisi stagnan yang nyaris tak ada tantangan. Mereka menjadi tidak peka terhadap perubahan di luar sehingga mereka akan tertinggal. Dan biasanya seseorang baru menyadari kondisi stagnan tersebut ketika usianya sudah bertambah. Situasi nyaman tersebut membuat seseorang berat dan sulit keluar dari zona tersebut untuk melakukan perubahan. Kalaupun mereka ingin berubah, hal itu sudah terlambat karena lingkungan sudah jauh lebih maju dari yang mereka duga. Sedangkan bagi Contra Comfort Zone atau para penganut perubahan, zona ini amat membosankan. Melakukan pekerjaan rutin adalah hal yang menjemukan yang akan menghambat peningkatan kinerja mereka.

The Boiling Frog Syndrome

Berbicara mengenai Comfort Zone, mengingatkan SettiaBlog pada "The Boiling Frog Phenomenon" atau "The Boiling Frog Syndrome". Ini adalah eksperimen yang dilakukan terhadap seekor katak untuk melihat reaksi katak terhadap perubahan yang menimpa dirinya. Eksperimen ini dilakukan dengan dua kondisi.

• Pertama, sebuah panci berisi air dididihkan, kemudian kita dekatkan seekor katak ke panci berisi air mendidih. Ternyata, secara otomatis katak tersebut langsung meloncat keluar, menjauh dari panci tersebut.

• Kedua, seekor katak dimasukkan ke dalam panci berisi air dengan suhu kamar (normal). Beberapa menit kemudian panci tersebut dipanaskan mulai dari temperatur rendah ke tinggi secara perlahan. Pada awalnya temperatur air normal, kemudian berubah menjadi suam-suam kuku, lalu mulai memanas hingga akhirnya mendidih. Saat dimasukkan pertama kali, katak tersebut sangat menyukai situasinya, ia berenang kian kemari mengelilingi panci. Ketika tungku mulai dinyalakan, katak tersebut masih riang berenang-renang dan sangat menikmati hangatnya air. Demikian seterusnya suhu dinaikkan sedikit demi sedikit, katak masih juga berenang dengan riang dan tidak curiga terhadap bahaya yang mengancamnya. Dan ketika suhu sudah mulai meninggi, katak tersebut baru menyadarinya, ia berenang menepi ke pinggir panci dan berusaha memanjat dan melompat keluar dari panci, namun ia sudah tidak berdaya sama sekali dan pada akhirnya katak tersebut tewas !

Mengamati eksperimen ini, ada pertanyaan yang menggelitik yaitu kenapa katak tak melompat keluar panci ketika tungku mulai dinyalakan dan suhu perlahan dinaikkan? Jawabnya adalah karena si Katak sudah terjebak oleh rasa nyaman dengan lingkungan air yang hangat suam-suam kuku itu. Katak begitu terlena dengan kenyamanan itu sehingga ia lupa akan bahaya yang mengancamnya. Dan ketika ia ingin berusaha keluar dari lingkungan tersebut, segala sesuatunya telah terlambat.

Cerita sederhana dari "The Boiling Frog" ini sangat fenomenal dan menjadi inspirasi bagi para behaviourists untuk mengambil hikmah dan menerapkannya dalam dunia pendidikan dan dunia kerja. Persepsi dan interpretasi para pembacapun berbeda-beda. Ada yang mengaitkan eksperimen ini dengan materi "Adapting to Change, Risk Awareness" dan lain-lain, namun, SettiaBlog menganggap kisah "The Boiling Frog" ini dapat diterapkan dalam konteks Comfort Zone. Dari kisah tersebut dapat disimpulkan betapa berbahayanya Comfort Zone. Kita boleh menikmati Comfort Zone, namun kita harus tahu kapan kita harus keluar dari zona tersebut. Karena jika kita terlena terlalu lama, karir kita akan mati! Oleh karena itu hindari Comfort Zone, amati perubahan, lalu berusahalah keluar dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Don’t be the boiled frog!

Tetap Bertahan atau Keluar dari Zona Nyaman?

 Keluar atau tetap tinggal dalam Comfort Zone adalah pilihan. Banyak alasan orang ingin tetap dalam zona ini antara lain ingin bekerja dengan tenang tanpa stress dan menikmati kondisi yang telah stabil, dan untuk sampai ke zona ini seseorang telah berupaya keras. Lalu, setelah kita mencapainya, mengapa harus ditinggalkan? Apa risikonya jika kita tetap bertahan pada zona ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita telaah baik buruknya berada dalam Comfort Zone.

Sisi positifnya adalah tidak stress dan nyaman dalam bekerja. Kedua hal ini tentu baik bagi kesehatan kita. Sedangkan sisi negatifnya yaitu hilangnya inisiatif dan kreativitas karena tidak adanya tantangan, merasa segala sesuatunya telah berjalan dengan baik sehingga tak perlu ada target lagi. Berada dalam Zona nyaman adalah anugrah yang patut dinikmati,. Namun demikian, kita perlu waspada terhadap perubahan di lingkungan kita. Seseorang yang berada dalam Comfort Zone secara tidak sadar telah membatasi diri dengan tingkat kenyamanan tertentu sehingga dia lengah dengan perubahan di luar. Ia akan kehilangan kesempatan yang mungkin berpotensi bagi pengembangan diri. Dengan berdiam dalam zona nyaman, seseorang telah mengabaikan talenta yang dimilikinya dan tidak mengeksplorasinya. Semakin lama orang berada dalam zona nyaman, semakin enggan untuk  meninggalkannya karena ia telah terperangkap dengan kebiasaan, dan lingkungan yang membentuknya. Lalu, apakah Anda akan menyia-nyiakan waktu dan membiarkan talenta dan kompetensi tidak terasah?

Untuk lebih jelasnya, mari kita bandingkan alasan mereka yang ingin bertahan dengan mereka yang ingin meninggalkan Comfort Zone.dalam merencanakan kehidupan yang lebih baik, ada baiknya kita telaah Pro dan Kontra meninggalkan zona ini.
Jump ot of the comfort zone Don’t leave the comfort zone
Tertarik dan tertantang mencoba sesuatu yang baru.Kekhawatiran mencoba hal baru yang beresiko.
Dapat meningkatkan dan memperluas area Comfort ZoneKekhawatiran kehilangan kompetensi dan tugas yang telah dikuasai
Meningkatkan rasa percaya diriTelah nyaman dengan kondisi saat ini
Pengalaman adalah sarana pembelajaran dalam memperluas wawasanKekhawatiran disingkirkan karena berbeda dengan yang lain
Mengukur kemampuan diri dalam menghadapi hal baru Keengganan bekerja lebih keras lagi
Menjadi pribadi yang menarik dan berbedaKekhawatiran menghadapi kegagalan


Apabila kita lihat kedua alasan ini, maka keluar dari Comfort Zone adalah pilihan tepat untuk mengembangkan diri. Namun, sampai batas manakah kita keluar dari Comfort Zone? Tentunya, kita harus mengukur tantangan yang berisiko dengan batas kemampuan kita.

Jenis-jenis zona dalam proses pembelajaran.

Dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan, ada tiga jenis zona yang umumnya dilewati yaitu zona nyaman, zona pembelajaran dan zona panik yang digambarkan dalam bentuk lingkaran.

Zona Nyaman (Comfort Zone)

Zona nyaman didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang beroperasi tanpa kecemasan, menggunakan seperangkat perilaku yang terbatas untuk memberikan tingkat kinerja yang stabil tanpa risiko. Dalam definisi itu ada istilah “seperangkat perilaku yang terbatas” dan menghasilkan “tingkat kinerja yang stabil”. Hal ini menyiratkan bahwa tidak ada usahamengembangkan keterampilan baru. Beberapa pakar menyebut zona ini dengan No Progress Zone. Dalam kehidupan nyata, seseorang yang bekerja dengan kinerja yang stabil (tetap) adalah mereka dengan kemampuan rata-rata atau biasa-biasa saja. KInerja mereka tidak pernah dibicarakan, lebih buruk atau bahkan dilupakan. Jarang kita lihat orang yang bisa mencapai puncak karier hanya dengan kinerja biasa-biasa saja. Mereka umumnya menjadi besar dan sukses karena kinerja yang luar biasa dan berani out of the box.

Zona Pembelajaran (Learning atau Stretch Zone)

Zona pembelajaran berada sedikit di luar zona nyaman. Seseorang dapat sampai pada zona ini jika berusaha keras dan memaksakan diri keluar dari zona nyaman. Beberapa buku menyebut zona ini dengan Stretch Zone atau Optimal Performance Zone. Dikatakan Stretch Zone karena memang pada zona ini umumnya orang mengalami stress. Seseorang yang tertantang untuk melakukan sesuatu yang baru akan berusaha mengerahkan kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai hal-hal yang luar biasa. Adalah hal yang wajar apabila kita cemas menghadapi tantangan baru. Namun demikian, rasa keingintahuan yang besar ini dapat mentolerir kecemasan yang dialami yang dapat mengoptimalkan kinerja. Zona ini sebagai optimal level of anxiety, yaitu tingkat kecemasan moderat yang dapat mengoptimalkan kinerja. Jadi, zona ini menggerakkan seseorang ke arah tujuan hidup yang lebih baik.

Zona Panik (Panic/ Danger Zone)

Zona panik berada di luar zona pertumbuhan.Dinamakan zona panik karena kita belum pernah berada dalam zona ini. Beberapa pakar mengistilahkannya dengan danger zone. Berada dalam zona ini, seseorang akan mengalami kecemasan tinggi karena berada jauh di luar batas kemampuan.Apabila dikaitkan dengan kinerja, maka kinerja pada zona-zona tersebut memiliki pola seperti pada gambar di bawah ini. Untuk lebih jelasnya, ketiga zona dalam dimensi proses pembelajaran dengan intensitas tantangan atau risiko dapat dilihat dalam gambar berikut.

Pada Comfort Zone, tantangan nyaris tidak ada, kalaupun ada tidak begitu berarti. Berada dalam zona ini tak membutuhkan usaha atau proses pembelajaran. Pada zona pembelajaran (dalam gambar ini disebut dengan stretch zone), menghadapi situasi yang penuh tantangan membutuhkan usaha yang keras. Disini, seseorang akan mengalami banyak hal baru dan itu merupakan proses pembelajaran yang akan meningkatkan kinerjanya. Sedangkan berada dalam panic zone dengan tantangan yang sangat berisiko serta situasi yang begitu asing, bisa membuat seseorang jera untuk belajar dan tidak mau lagi memulai sesuatu yang baru. Danger zone atau Panic Zone inilah yang harus dihindari. Jadi, saat Anda ingin keluar dari zona nyaman, pastikan bahwa Anda memasuki zona pembelajaran (learning zone), bukan panic zone. Zona pembelajaran adalah pilihan yang realistis karena pilihan ini sesuai dengan batas kemampuan Anda. Berada dalam zona panik, bisa membuat seseorang jera dan enggan mencoba keluar dari zona nyaman. Penyebabnya adalah karena situasi yang dihadapi tidak sesuai dengan kompetensi Anda.

Penelitian mengenai Comfort Zone ini, umumnya sama dan hanya menggunakan istilah yang berbeda, yaitu Comfort Zone dikelilingi oleh Discomfort Zone dan Danger Zone. Namun, studi mengenai ini dapat dikaitkan dengan tujuan untuk meraih kinerja yang lebih baik. Dengan keluar dari Comfort Zone, masuk pada zona yang tepat (learning zone), lalu mengelola diri dengan mengoptimalkan kinerja, meningkatkan skill, akan membawanya pada New Comfort Zone, tentunya pada level yang lebih tinggi. Transisi antar level Comfort Zone dapat dilihat pada siklus di bawah ini.

Pada tahap First Performance Level, akan ada sedikit penolakan untuk mencoba hal baru, sehingga kinerja sedikit menurun. Namun, dengan berusaha mencoba dan keingintahuan yang besar, kinerja akan meningkat tajam sehingga mencapai suatu tingkat yang disebut sebagai Optimum level of arousal. Setelah periode transisi itu, peningkatan kinerja berkurang dan akhirnya stabil kembali karena telah mencapai Second Performance Level. Jadi sebenarnya istilah Jump out of Comfort zone, bukan benar-benar meninggalkan zona kompetensi dan talenta yang dimilikinya, tetapi memperluasnya untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi lagi. Sebagai contoh, seorang anak yang telah mahir dengan beberapa alat musik tertarik ketika melihat temannya melukis. Iapun ingin bisa melukis. Perlahan-lahan ia belajar dan akhirnya suka melukis. Kini, ia menguasai dua bidang: bermain musik dan melukis. Ketrampilannya bertambah tanpa meninggalkan area musik yang telah dikuasainya. Dengan demikian Comfort zone nya meningkat. Jadi, istilah Jump out of Comfort zone sebenarnya bukan meninggalkan atau keluar dari Comfort zone melainkan memperluas Comfort zone sehingga tercapai kemampuan atau kinerja yang lebih tinggi.

Dari siklus di atas, secara gamblang dapat dikatakan untuk keluar dari satu Comfort Zone menuju Comfort Zone berikutnya kita harus bisa doing something that matters.

Tips Keluar dari Comfort Zone

1. Tetapkan Tujuan Hidup yang jelas

Dengan menetapkan tujuan, kita akan tahu kemana arah pengembangan diri kita. tujuan penting untuk persiapan mental dalam menghadapi risiko yang akan dihadapi,

2. Ubah rutinitas

Ubah rutinitas Anda dan lakukan perubahan. Mulailah dengan melakukan perubahan kecil sedikit demi sedikit. Perubahan kecil apabila dilakukan tiap hari, akan memperluas bahkan mengubah perspektif Anda ke arah yang lebih baik.

3. Berpikir positif

Tetap berpikir positif saat menghadapi hambatan di lingkungan baru. Memasuki lingkungan baru sudah cukup mecemaskan sehingga jangan diperparah lagi dengan pikiran-pikiran negatif.

4. Beradaptasi dengan lingkungan baru

Bersosialisasi dan bergaul dengan orang-orang baru akan membantu mengurangi kecemasan. Dengan bersosialisasi kita akan banyak mendapat pelajaran yang berguna untuk pengembangan diri kita.

5. Think big, but take small steps

Perubahan kecil yang dilakukan secara bertahap akan menimbulkan ide-ide baru yang dapat meringankan langkah Anda keluar dari batasan comfort zone, menuju comfort zoneberikutnya.

6. Pahami bahwa kegagalan adalah sesuatu yang wajar

Perjalanan hidup orang tidak selamanya berjalan mulus. Ada pasang surutnya. Berkacalah pada kesuksesan dan kegagalan yang pernah dialami, Dengan demikian apabila terjadi kegagalan, Anda yakin, bahwa Anda akan dapat melewati kesulitan itu dengan baik,

7. Tak perlu menjadi perfeksionis

Salah satu penyebab kecemasan yaitu terlalu berharap meraih hasil yang sempurna.Oleh karena itu, kurangi kecemasan, lakukan yang terbaik danberhentilah menjadi perfeksionis.

No comments:

Post a Comment