Jul 29, 2018

Shalat di Seputar Ka'bah


Kenapa shalat harus menghadap Ka'bah? Jawab yang paling gampang dan benar adalah, karena ini perintah Allah. Pada awalnya, shalatnya orang Islam pernah menghadap ke Baitul Maqdis atau Masjid Al Aqsha di Palestina. Barangkali, karena rasululullah melakukan perjalanan Mi'raj di masjid Aqsha tersebut. Sehingga, kiblat shalat di arahkan ke sana.


Akan tetapi seiring dengan perkembangan agama Islam, banyak orang-orang Yahudi yang melecehkan umat Islam. Mereka mengatakan bahwa orang Islam kalau shalat menghadap ke Palestina, tanahnya orang Yahudi. Tentu saja, ini membuat umat Islam waktu itu merasa tidak enak hati. Bahkan Rasulullah juga merasa tidak enak hati. Akan tetapi karena ini perintah Allah maka dijalani dengan taat. Namun rasul memendam perasaan dalam hati.

Sampai suatu ketika Allah merespon perasaan umat Islam dan kegundahan Rasulullah pada waktu itu. Maka, saat umat Islam berjamaah di sebuah masjid di Madinah, turunlah wahyu agar Rasulullah memindahkan kiblat dari masjid Aqsha menuju ke arah Ka'bah di Masjid Haram.

Pada waktu itu juga Rasulullah mengubah arah kiblatnya, menghadap ke Ka'bah - meskipun sedang dalam keadaan shalat berjamaah. Sehingga sebagian makmumnya, waktu itu merasa kebingungan dengan perubahan mendadak itu. Lantas. sesudah shalat, Rasulullah menjelaskan bahwa beliau baru saja memperoleh perintah untuk memindahkan arah kiblat. Maka bergembiralah umat Islam. Dan, masjid di mana ayat itu turun, dinamakan masjid Kiblatain alias masjid dengan dua kiblat. (QS. Al Baqarah 142 - 150)

۞ سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ قُل لِّلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Orang-orang lemah akal yang dipalingkan oleh kehendak hawa nafsu dari upaya berpikir dan merenung (dari kalangan pengikut agama Yahudi, Nasrani dan orang-orang munafik) niscaya akan mengingkari beralihnya kiblat orang-orang beriman dari Bayt al-Maqdis--sebagai kiblat paling benar dalam anggapan mereka--ke arah kiblat yang baru yaitu Ka'bah. Oleh karena itu katakan pada mereka, wahai Nabi, "Sesungguhnya seluruh arah mata angin itu adalah milik Allah. Tidak ada nilai keutamaan yang melebihkan antara satu arah atas arah yang lain. Allah yang menentukan arah mana yang akan dijadikan kiblat untuk salat. Dengan kehendak-Nya, Dia memberi petunjuk kepada suatu umat menuju jalan yang lurus. Syariat Muhammad yang diturunkan bertugas menggantikan risalah para nabi sebelumnya telah menetapkan kiblat yang benar, yaitu Ka'bah. (1) {(1) Sejarah mencatat bahwa perpindahan kiblat dari Bayt al-Maqdis ke Ka'bah terjadi kurang lebih tujuh belas bulan semenjak kedatangan Rasulullah di Madinah. }

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ

Atas dasar kehendak Kami, Kami memberi kalian petunjuk menuju jalan yang paling lurus. Kami menjadikan kalian umat penengah, umat pilihan. Kami merestui agama yang kalian anut dan amal saleh yang kalian lakukan, sehingga kalian akan menjadi pengikrar ajaran-ajaran yang benar dari syariat-syariat sebelum kalian. Rasul akan mengayomi dan mengukuhkan kalian melalui ajaran-ajarannya semasa ia hidup, pedoman dan sunnah-sunnahnya sesudah ia mati. Adapun maksud Kami menetapkan Bayt al-Maqdis sebagai kiblat bagimu selama beberapa masa adalah untuk menguji orang-orang Muslim agar Kami membedakan siapa yang tunduk dan menerima perintah Kami dengan sukarela, dan siapa yang dikuasai oleh sikap fanatis pada bangsa Arab dan peninggalan Ibrâhîm sehingga mereka menyalahi perintah Allah dan tergelincir dari jalan yang lurus. Sebenarnya perintah menghadap Bayt al-Maqdis yang merupakan salah satu dari rukun iman adalah pekerjaan yang berat, kecuali bagi orang yang mendapat izin Allah. Maka barangsiapa yang menghadapkan wajahnya ke Bayt al-Maqdis saat diperintahkan, maka sekali-kali Allah tidak akan menyia-nyiakan iman dan ibadahnya sebagai wujud belas kasih dan rahmat-Nya.

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

Sungguh Kami mengetahui bagaimana kamu, Muhammad, menengadahkan wajahmu ke langit mengharap turunnya wahyu berisi perintah pengalihan kiblat dari Bayt al-Maqdis ke arah Ka'bah yang kau cintai, kiblat Ibrâhîm, penghulu para nabi, bapak bangsa Yahudi dan Arab, kiblat tempat terletak maqâm Ibrâhîm. Sehingga, dengan demikian, Ka'bah merupakan kiblat yang menyatukan, meskipun menyalahi kiblat orang-orang Yahudi. Kini Kami telah mengabulkan permohonanmu, maka palingkanlah wajahmu dan semua orang yang beriman dalam salat ke arah al-Masjid al-Harâm di mana pun kalian berada. Ahl al-Kitâb yang mengingkari perpindahan kiblatmu dari Bayt al-Maqdis benar-benar mengetahui dari kitab suci mereka bahwa kalian adalah orang-orang yang semestinya berkiblat ke arah Ka'bah, sebagaimana mereka mengetahui pula bahwa syariat Allah telah menetapkan kiblat tertentu bagi suatu agama secara khusus. Inilah kebenaran yang datang dari Tuhanmu. Mereka itu tidak bermaksud selain meyebarkan fitnah dan membuat kalian ragu akan kebenaran Islam, akan tetapi Allah tidak lalai dan akan memberikan balasan bagi perbuatan mereka.

وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَّا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ ۚ وَمَا أَنتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ ۚ وَمَا بَعْضُهُم بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ ۚ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم مِّن بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ إِنَّكَ إِذًا لَّمِنَ الظَّالِمِينَ

Bukannya keingkaran Ahl al-Kitâb atas apa yang kalian lakukan atas perintah Allah itu oleh sebab alasan yang meragukan, tapi karena mereka itu membangkang dan keras kepala. Maka meskipun kamu mendatangkan kepada mereka semua bukti yang meyakinkan bahwa kiblatmu itu yang benar, sekali-kali mereka tidak akan mengikuti kiblatmu. Orang-orang Yahudi itu sangat tamak berharap agar kamu kembali menghadap kiblat mereka dan menjadikannya syarat bagi keislaman mereka. Jika demikian halnya, harapan mereka itu hanyalah angan-angan kosong saja karena engkau tidak akan pernah mengikuti kiblat mereka. Demikian pula halnya Ahl al-Kitâb, masing-masing bersikeras mempertahankan kiblatnya. Orang-orang Nasrani tidak akan mengikuti kiblat orang Yahudi dan sebaliknya orang-orang Yahudi tidak akan mau mengikuti kiblat orang-orang Nasrani. Masing-masing menganggap bahwa golongan lain tidak benar. Maka berpegang teguhlah pada kiblatmu, Muhammad, dan jangan mengikuti kehendak hawa nafsu mereka. Barangsiapa yang mengikuti kehendak hawa nafsu mereka setelah mengetahui mana yang benar dan mana yang palsu, maka ia benar-benar termasuk golongan yang zalim.

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Pada hakikatnya Ahl al-Kitâb itu mengetahui bahwa soal perpindahan kiblat itu benar. Mereka menerimamu, Muhammad, sebagai nabi yang sifat-sifatmu termaktub dalam kitab suci mereka. Dan di antara sifat-sifat itu adalah bahwa engkau berkiblat ke Ka'bah. Pengetahuan mereka akan kenabian dan kiblatmu itu begitu jelas sebagaimana mereka kenal anak sendiri, akan tetapi sebagaian kalangan dari mereka menutup-nutupi kebenaran itu, mengikuti kehendak hawa nafsu sendiri dan sikap fanatis palsu demi mempertahankan agama dan kedudukan mereka sehingga kalian tersesat.

الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

Sesungguhnya kebenaran itu adalah yang berasal dari Allah, bukan yang justru menyesatkan Ahl al-Kitâb, maka yakinlah akan kebenaran itu dan jangan bimbang ataupun ragu. Persoalan kiblat adalah sebagian dari kebenaran, maka laksanakan terus perintah itu dan jangan hiraukan orang-orang yang menentang.

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Bahwasanya kiblat yang Aku perintahkan dirimu, Muhammad, untuk beralih kepadanya (Ka'bah), bukan hanya untukmu saja tetapi juga kiblat umatmu. Demikianlah, bahwa tiap umat memiliki kiblat tempat mereka menghadap dalam salat sesuai syariat masing-masing. Dalam hal ini Tuhan tidak bermaksud melebihkan satu umat atas umat yang lain, karena kelebihan itu sesungguhnya terletak pada kadar ketaatan dan kebajikan. Maka berlomba-lomba dan bersainglah dalam mengejar berbagai kebaikan dan Allah akan membalas perbuatan baik kalian. Allah akan mengumpulkan kalian semua di mana pun berada dan tidak akan ada seorang pun yang luput dari perhitungan-Nya. Di tangan-Nyalah kekuasaan untuk mematikan, menghidupkan, membangkitkan manusia dan mengumpulkannya di hari kiamat.

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۖ وَإِنَّهُ لَلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Maka hadapkanlah wajahmu ke arah al-Masjid al-Harâm di mana pun kamu berada, tatkala kamu sedang menetap ataupun sedang dalam perjalanan. Sesungguhnya yang demikian itu sebagai suatu kebenaran yang selaras dengan hikmah Tuhanmu Yang Penyantun. Maka bersegeralah kamu dan umatmu melaksanakan perintah itu, kelak Allah akan memberi kalian balasan yang baik dan Allah Mahatahu perbuatan kalian dan tidak satu pun luput dari pengetahuan-Nya.

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Pegang teguhlah perintah Allah dalam persoalan kiblat, bersegeralah engkau dan umatmu memenuhi seruan itu. Hadapkan wajahmu ke arah al-Masjid al-Harâm dari tempat perjalananmu dan di bumi mana pun kalian berpijak. Yang demikian itu agar memutuskan argumentasi mereka yang menentang dan memperdebatkan. Seandainya engkau tidak menaati perintah peralihan kiblat ini niscaya orang-orang Yahudi akan berkata, "Bagaimana mungkin Muhammad bersembahyang menghadap Bayt al-Maqdis, padahal di antara sifat yang disebutkan dalam kitab-kitab kami bahwa ia berkiblat ke Ka'bah." Sementara orang-orang musyrik berkata, "Bagaimana Muhammad mengaku sebagai pengikut agama Ibrâhîm, sementara ia menyalahi kiblatnya?" Kenyataannya adalah bahwa orang-orang zalim yang menyimpang dari kebenaran tidak akan pernah menghentikan perdebatan dan menyadari kesesatan mereka, bahkan mereka berkata, "Sungguh bahwa peralihan kiblat ke arah Ka'bah itu semata-mata didorong oleh kecondongan pada agama leluhur dan cinta negeri sendiri." Jangan kau hiraukan mereka, sebab hujatan-hujatan mereka itu tidak akan mendatangkan mudarat bagi kamu. Takutlah pada Kami dan jangan kalian melanggar perintah, karena dengan perintah ini Kami bermaksud menyempurnakan nikmat Kami pada kalian. Penentuan Ka'bah sebagai kiblat kalian akan lebih memantapkan dan mendekatkan diri kalian pada petunjuk Kami.

Lantas apakah fungsi kita menghadap Ka'bah. Apakah untuk menyembahnya? Sama sekali tidak. Karena kita tahu pasti bahwa kita hanya menyembah Allah. Ka'bah hanya berfungsi untuk memfokuskan pancaran-pancaran energi yang terjadi akibat orang bershalat di seluruh dunia.

Kalau kita amati, setiap saat Ka'bah dilingkari oleh jamaah yang sedang bershalat. Mulai dari yang paling dekat - di sekitar Ka'bah - sampai yang terjauh di balik bumi Mekkah. Akan tetapi yang unik, semua jamaah itu berkeliling menghadap Ka'bah. Yang berada di timur, menghadap ke barat. Yang berada di barat menghadap ke timur. Demikian pula yang di selatan menghadap ke utara, dan sebaliknya yang di utara menghadap selatan. Jamaah shalat di seluruh dunia terus menerus melingkari Ka'bah, sepanjang hari, sesuai dengan pergerakan matahari.

Saya membayangkan, betapa telah terjadi ketegangan medan elektromagnetik antara orang-orang yang bershalat di seluruh dunia dengan Ka'bah. Kenapa demikian? Karena manusia yang bershalat itu sedang melakukan gerakan-gerakan meditasi energi. Mulai dari mengangkat tangan, sambil membaca takbir, kemudian rukuk, iktidal, sujud dan seterusnya. Setiap gerakan selalu memunculkan energi yang berbeda. Juga bergantung pada tingkat kekhusyukannya dalam berdoa sepanjang shalatnya.

Dalam pemahaman Fisika, jika ada benda bermuatan listrik bergerak-gerak secara periodik dengan basis gerakan berputar, maka akan terjadi medan elektromagnetik. Dalam hal shalat, gerakan yang dilakukan adalah gerakan yang berbasis pada gerakan berputar.

Contoh: bertakbir dengan mengangkat tangan. Sebenarnya kita sedang melakukan penggalan gerakan berputar sejauh 180 derajat. Posisi tangan, tadinya menggantung ke bawah sejajar badan, kemudian telapak tangannya diangkat sampai sejajar telinga. Kalau dibuat sudut pergerakan telapak tangannya, maka kita sedang menggerakan tangan kita sejauh 180 derajat. Kemudian kita mengembalikan ke posisi semula, atau bersedekap di perut.

Demikian pula gerakan-gerakan rukuk, iktidal dan sujud, Semua itu berupa penggalan gerakan berputar masing-masing, rukuk 90 derajat, iktidal 90 derajat, sujud 45 derajat. Setiap gerakan itu akan menghasilkan perubahan-perubahan pancaran energi dari tubuh kita, dan akan menghasilkan medan elektromagnetik antara kita dengan Ka'bah.

Apakah medan elektromagnetik itu bisa terbentuk meskipun jarak kita dengan Ka'bah sangat jauh ? Sangat bisa, karena kecepatan gelombang elektromagnetik itu sangatlah tinggi. Sehingga jarak ribuan kilometer bisa ditempuh dalam orde detik saja. Apalagi, kalau hati kita sudah memancarkan cahaya ilahiah, maka interaksi energial kita dengan Ka'bah itu berlangsung hanya dalam orde sepersekian detik. Sebab, cahaya dengan kecepatan 300.000 km per detik itu mampu mengelilingi bumi 7,5 kali hanya dalam waktu 1 detik !

Apalagi bagi mereka yang melakukan shalat dekat dengan Ka'bah. Interaksi energi itu menjadi demikian dahsyatnya. Apa pun alasarmya, kedekatan antara Ka’bah dan orang yang bershalat akan menimbulkan dampak yang luar biasa.

Dalam waktu yang bersamaan, seseorang yang bershalat di sekitar Ka'bah akan memperoleh akumulasi pancaran energi positip dari Ka'bah. Yang pertama, disebabkan oleh energi nabi Ibrahim yang membekas di seluruh 'petilasannya'. Yang kedua, berasal dari putaran orang berthawaf di Ka'bah. Dan yang ketiga, berasal dali aktifitas shalat umat Islam di seluruh dunia.

Maka, bisa kita bayangkan betapa besarnya manfaat (pahala) untuk bisa berdekatan dengan Ka'bah, Dalam konteks bershalat di sekitar Ka'bah, maka pantaslah Rasulullah menyebutkan pahala 100.000 kali lipat dibandingkan pahala shalat sendirian.

Jutaan jamaah yang shalat di seputar Ka'bah itu telah menyebabkan akumulasi energi yang sangat besar. Ibarat baterai yang digabungkan secara serial, jutaan manusia - yang berisi miliaran biolistrik - itu menghasilkan energi positip yang dahsyat pula. Energt itu, di satu sisi bergerak vertikal untuk berkomunikasi dengan Allah. Dan di sisi yang lain bergerak secara horisontal 'menyirami' tubuh dan hati kita dengan frekuensi yang sangat tinggi, menetralisir berbagai ketidakstabilan dalam diri dan jiwa kita.

Akan tetapi sekali lagi perlu saya ingatkan, bahwa manfaat energi positip itu bagi kita sangat bergantung pada penerimaan kita sendiri - apakah hati kita terbuka untuk menerimanya. Jika tidak, maka pusaran energi yang dahsyat itu sama sekali tidak akan mampu merubah kondisi kita - baik secara fisik maupun kejiwaan.

Kondisi kita pada waktu itu harus rendah hati dan khusyuk, sebagaimana lazimnya orang-orang yang berdoa dan bermunajat kepada Allah. Dalam kondisi yang demikian, maka hati kita akan bergetar seperti digambarkan oleh Allah: "...yaitu orang-orang yang hatinya bergetar ketika disebut nama Allah .. "

No comments:

Post a Comment