Mar 9, 2024

Meneladani Sikap Rasulullah SAW Saat Ramadhan Tiba

 


Video klip di atas "back to you". Untuk background postingan ini SettiaBlog terinspirasi dari payung raksasa yang ada di Masjid Nabawi, Madinah al-Munawwarah (yang berarti terang benderang). Boleh ndak SettiaBlog cerita - cerita dikit saat berada di Masjid Nabawi, Madinah al-Munawwarah, ini dari pengalaman orang awam kayak SettiaBlog lho ya, kalau ada cerita yang ndak sesuai mohon di maklumi. Ketika menjalankan ibadah di sana, SettiaBlog lebih banyak menghabiskan waktu di masjid. Saat menjelang shalat Ashar SettiaBlog akan duduk di pelataran Masjid Nabawi yang ada payung raksasanya itu, teknologi yang begitu hebat dari payung tersebut membuat Masjid Nabawi menjadi lebih nyaman dan sejuk. Menjelang shalat Maghrib SettiaBlog biasanya menyempatkan minum seteguk air zam - zam terus ambil wudlu. Kembali SettiaBlog di bikin kagum dengan pelayanan Masjid Nabawi . Begitu mau duduk untuk wudlu, begitu cepat ada yang mengelap dudukan itu dengan kain tisu, setelah wudlu juga di sodori tisu untuk mengeringkan bekas wudlu. Shalat Maghrib SettiaBlog masuk ke dalam masjid dan berdiam diri di situ sampai shalat Isyak. Setelah shalat Ghaib sehabis shalat Isyak, SettiaBlog baru pulang untuk makan malam. Saat shalat Subuh SettiaBlog akan ambil tempat di dalam masjid, sehabis shalat Ghaib subuh SettiaBlog keluar masjid dan ikut orang - orang untuk berjalan - jalan mengelilingi area Masjid Nabawi. Ada satu tempat di mana ketika di situ SettiaBlog tiba - tiba menangis. SettiaBlog Ndak mengerti, kenapa? Besoknya SettiaBlog ke situ lagi, juga gitu lagi. Sampai SettiaBlog coba tanya ke Eyang SettiaBlog, sebenarnya kenapa? Hanya di jawab dengan senyuman. Pernah ketika SettiaBlog akan shalat Subuh, SettiaBlog itu terus aja masuk ke dalam masjid, ndak ngerti kaki ini kok terus melangkah sampai ke shaf dekat imam baru berhenti. Setelah SettiaBlog shalat tahiyatul masjid, ada dua orang besar yang mengapit posisi SettiaBlog, posisinya begitu rapat, sampai shalat Subuh selasai SettiaBlog hanya memandang ke depan, hanya sedikit menengok saat salam. Entah kenapa saat itu SettiaBlog ngerasa sangat fokus. Selesai shalat Ghaib SettiaBlog berdiri dan dari arah depan ada yang menghampiri SettiaBlog sambil mengulurkan sebungkus kurma, kurmanya kering kalau ndak salah jumlahnya ada 7 buah, warnanya agak kehijauan mengkilat. Di benak SettiaBlog sempat bertanya, kenapa kurmanya ini kok warnanya ndak hitam atau coklat. Lalu kurma itu SettiaBlog masukkan ke saku tas.

SettiaBlog coba searching ke google tentang kurma yang di kasihkan ke SettiaBlog dan SettiaBlog mendapatkan hadist ini:
كان النبي صلى الله عليه وسلم يفطر قبل أن يصلي على رطبات فإن لم تكن رطبات فتمرات فإن لم تكن تمرات حسا حسوات من ماء  Nabi shallahu alaihi wa salam dahulu berbuka dengan makan beberapa kurma muda sebelum shalat, jika tidak ada kurma muda maka dengan kurma kering, jika tidak ada kurma maka beliau meneguk beberapa teguk air (HR. Ahmad : 12676, Abu Dawud : 2356 dan At-Tirmidz i : 696).
Setelah baca hadist tersebut SettiaBlog benar - benar merasa bersalah udah berburuk sangka. Ternyata itu dari kebiasaan Rasulullah SAW yang terus di lestarikan . Di lanjut ndak ceritanya? SettiaBlog udah bilang kalau SettiaBlog ini orang awam, ceritanya tentu ndak akan menarik. Kalau ceritanya kurang menarik mohon di maklumi. Kita lanjut ya.. Sekarang lanjut ke kota Makkah al-Mukarramah (kota yang disucikan dan dimuliakan oleh Allah SWT). Perasaan SettiaBlog ketika masuk ke kota Makkah sama kayak saat masuk ke kota Madinah. Semua tempat yang SettiaBlog singgahi atau lewati rasanya itu udah pernah, kayak napak tilas gitu. Di kota Makkah ini SettiaBlog fokus untuk Tawaf dan Sa'i. Pada Tawaf dan Sa'i pertama berjalan lancar, sehabis Sa'i sempat SettiaBlog rasakan capek dan kaki sedikit pegal. SettiaBlog ingat kurma yang di saku tas, SettiaBlog ambil tiga butir, SettiaBlog makan, habis itu SettiaBlog meneguk sedikit air zam - zam. Entah kenapa, perasaan capek dan pegal yang SettiaBlog rasakan perlahan - lahan hilang. Seperti saat di Madinah, di kota Makkah ini, menjelang shalat Ashar SettiaBlog mencari tempat di pelataran Masjidilharam. SettiaBlog biasa berkumpul orang - orang imigran yang kerja di kota Makkah dan di situ juga berkumpul para pengurus masjid. SettiaBlog shalat Ashar di situ dan nongkrong di situ sampai shalat Maghrib baru masuk ke masjid. Sebelum shalat Ashar di situ di bagikan segelas kecil kopi arab qahwa sama sebungkus kurma kering, setelah akan di bagikan hubus (itu lho, roti bulat pipih yang makannya di cocolkan ke kare) dan di situ makannya bareng - bareng gitu. Pernah juga itu yang di bagikan nasi, mirip nasi gareng dalam kemasan aluminium foil gitu. Dan SettiaBlog benar - benar sangat bersyukur bisa nimbrung makan bareng bersama mereka, bukan karena nilai makanannya. Kebiasaan Rasulullah SAW yang tetap di pertahankan di sana. Alhamdulillah, itu yang SettiaBlog rasakan. Jika Anda membaca kisah atau riwayat Nabi Muhammad SAW. Dalam bergaul Rasulullah SAW selalu bersikap ramah, memperlakukan tiap orang dengan sama, rendah hati dan sebagainya. Udah ya, SettiaBlog belum pantas cerita ini terlalu jauh, mohon maaf jika ceritanya ndak menarik.

Lanjut ke bahasan ya. Dahulu, sejak datangnya bulan Rajab 1444 H. Kaum muslimin selalu berdo'a: Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan bulan Syakban serta sampaikanlah umurku ke bulan Ramadhan.  Dari do'a yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tersebut, mengandung makna bahwa beliau Rasulullah SAW sangat berharap kedatangan bulan suci Ramadhan. Lantas bagaimana kebiasaan atau sikap Rasulullah SAW apabila Ramadhan yang diharapkannya itu telah datang?

Setidak-tidaknya ada beberapa perilaku Rasulullah SAW dalam menyikapi telah datangnya bulan suci Ramadhan, diantaranya:
       Pertama, sebelum memasuki Ramadhan, Rasulullah SAW kemudian dilanjutkan oleh para sahabat, lalu para tabi’in dan   Salafus shalih, selalu merindukan datangnya bulan suci Ramadhan. Untaian do'a selalu terucap dari lisan Rasulullah SAW begitu juga dari lisan-lisan mereka agar diberi kesempatan bertemu dengan bulan suci Ramadhan. Setidak-tidaknya kerinduan itu datang dua bulan sebelum Ramadhan tiba. Bahkan seorang Imam madzhab Imam Malik selalu berpesan kepada murid-muridnya agar selalu mempersiapkan langkah-langkah menghadapi bulan suci Ramadhan.
       Dapat digali dari sejarah, bahwa Imam Malik sekalipun tidak mendapatkan kesempatan untuk hidup bersama para sahabat, namun ia mampu meneladani para sahabat melalui sejarah hidup mereka. Terdapat bukti bahwa para sahabat pun sangat berharap kedatangan bulan suci Ramadhan. Bahkan enam bulan sebelum Ramadhan, mereka sudah berharap akan kedatangannya. Seperti halnya seorang generasi tabi’in bernama Ma’la bin Fadhal berkata bahwa dahulu sahabat Rasulullah SAW berdo'a kepada Allah sejak enam bulan sebelum masuk Ramadhan, agar Allah SWT menyampaikan umur mereka ke bulan yang penuh berkah itu. Kemudian selama enam bulan sejak Ramadhan berlalu, mereka berdo'a pula agar Allah SWT terima semua amal ibadah mereka di bulan itu, diantara do'a itu ialah:
أللهمَّ سَلِّمْنِي لِرَمَضَانَ، وَسَلِّمْ رَمَضَانَ لِي، وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلًا
      Ya Allah, sampaikan aku ke Ramadhan dalam keadaan selamat. Yaa Allah, selamatkan aku saat Ramadhan dan selamatkan amal ibadahku di dalamnya sehingga menjadi amal yang diterima. (HR. at- Thabrani.

       Memperhatikan do'a Rasulullah SAW yang dikuti oleh para salafus shaleh, terlihat dengan jelas bahwa sejak Rasulullah SAW dan generasi sahabat serta tabi’ian, ternyata mereka selalu merindukan datangnya bulan suci Ramadhan. Hal ini mereka sandarkan dengan harapan untuk mendapatkan janji dan tawaran Allah SWT dan Rasul-Nya tentang berbagai ganjaran dan keistimewaan yang tidak ada pada bulan-bulan lain.  Namun dibalik itu semua, kita semua harus berharap agar kaum muslimin jangan berharap rahmat (kasih sayang), mahgfirah (ampunan) tersebut hanya pada bulan Ramadhan saja. Akan tetapi sandarkanlah harapan tersebut pada bulan-bulan yang lain juga, tentu istimewakanlah pada bulan Ramadhan. Nasihat ini pernah diucapkan oleh Imam Nawawi, bahwa kata beliau: Celakalah kaum ranbbaniyyin, mereka tidak mengenal Allah kecuali hanya bulan Ramadhan saja.   Jadilah penerus Rasulullah SAW, mengapa? Karena mereka setelah mengenal Allah SWT dengan melaksanakan syariat, lalu mereka meningkatkan tahapan pengenalan kepada Allah SWT dengan lebih semangat, serius dan penuh kehati-hatian, dalam hadits disebut wahtisaaban,  

       Kedua, pada saat Ramadhan telah datang, atau telah terbit hilal (bulan sabit), sebagai pertanda datangnya bulan baru. Rasulullah SAW dan para sahabat menyambutnya dengan suka cita. Hal ini terbukti dengan do'a yang beliau panjatkan dalam riwayat ad-Darami dari Ibnu Umar Ra:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ :  اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَالإِيمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَم وَالتَّوْفِيقِ لِمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ
       Dari Ibnu Umar dia berkata: Bila Rasul melihat hilal dia berkata: Allah Maha Besar. Ya Allah, jadikanlah hilal ini bagi kami membawa keamanan, keimanan, keselamatan, keislaman dan taufik kepada yang dicintai Robb kami dan diridhai-Nya. Robb kami dan Robbmu (hilal) adalah Allah. (HR. Addarami).

       Inilah gambaran Rasulullah SAW merindukan kedatangan Ramadhan, ia bergembira dengan memanjatkan do'a, bukan gembira dengan hura-hura atau dengan hiruk pikuk dan lain-lain, yang justru hanya memunculkan kebisingan.      

       Ketiga, pada saat Ramadhan sedang berlangsung, Rasulullah SAW dan para sahabat meningkatkan ketakwaannya dengan menahan diri dari berbagai sahwat dan perbuatan yang dapat merusak kesempurnaan puasa. Mereka menutup setiap celah sahwat dengan mengetuk pintu-pintu kebaikan. Seperti sahwat anggota tubuh atau menyakiti orang lain dan sejenisnya. Semuanya dilakukan sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari. Beliau menghidupkan siang dan malam dengan berbagai amal ibadah. Seperti bersedekah, shalat tarawih, berzikir, membaca dan tadabbur al-Qur'an dan berbagai ibadah lainnya. Asiyah pernah berkata perihal perilaku Rasulullah SAW dalam menyikapi Ramadhan, seperti dalam riwayat Imam Tirmidzi dari Abdullah bin Abbas Ra: 
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَأَجْوَدُ مَا يَـكُوْنُ فِـيْ رَمَضَانَ
       Rasulullah adalah orang yang paling dermawan dan lebih dermawan lagi ketika di bulan Ramadhan.

       Keempat, Pada saat Ramadhan akan berakhir, Rasulullah SAW mengencangkan tali ikat pinggangnya. Beliau lakukan sebagai pertanda bahwa beliau tambah serius untuk beribadah dan menghidupkan malam-malamnya lalu membangunkan keluarganya untuk shalat dan berdzikir agar tidak kehilangan keberkahan yang melimpah ruah pada malam-malam tersebut. Bahkan khusus pada malam-malam terakhir, beliau beri’tikaf di masijid.  Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Asiyah Ra:
أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
       Nabi SAW biasa beri'tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau di wafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri'tikaf setelah beliau wafat.        Rasulullah SAW dan para sahabat lebih giat dalam beribadah di sepertiga akhir Ramadhan. Apabila kita ingin mencontoh perilaku Rasulullah Saw, ikutilah. Manfaatkanlah Ramadhan yang telah datang menghampiri kita. Semoga kita bisa dan mampu mengisi hari hari dan malam-malam Ramadhan dengan peningkatan ketakwaan, dan amal shaleh. Semoga Allah SWT menaikkan kita ke derajat yang paling tinggi, yakni pribadi-pribadi yang muttaqien.

       
Tak terasa kita semua akan berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan. Di bawah ini potongan lirik back to you
What if I say that I'm sorry
Bagaimana jika saya mengatakan bahwa saya minta maaf
More than I've ever been before
Lebih dari yang pernah saya alami sebelumnya

No comments:

Post a Comment