Jan 30, 2017

Work with Network (Ittihad)



"Ini Tentang Kita"

Suatu pagi di sebuah rumah ....

Istri : Mas, sarapan dulu. Nasi goreng sudah siap.

Suami : Lagi buru - buru nih. Ntar saja. Yang gituan di kantor juga ada.

Istri : Ya sudah, minum teh dulu.

Suami : Ntar saja. Yang gituan di kantor juga ada.


Istri : Ya sudah, sebelum pergi, lihat koran dulu.

Suami : Ntar saja. Yang begituan di kantor juga ada.

Istri : Ya sudah. Sebelum pergi, kiss pipiku dulu.

Suami : Ntar saja. Yang begituan di kantor juga ada.

Ups! Akibat buru - buru, akhirnya si suami malah salah ngomong, hehehe! Kalau begini, kepercayaan bisa hilang dan melayang. Tak diragukan lagi, kepercayaan dan saling percaya akan mengundang keberkahan. Itulah manfaat vertikalnya. Yang apik dan menarik, kepercayaan juga mengundang manfaat horisontal, yakni silaturahim. Kenapa? Mudah dimengerti. Bukankah kepercayaan akan menumbuhkan rasa aman dan nyaman bagi kedua belah pihak untuk mengulurkan tali-tali silaturahim? Betul apa betul?

Istilahnya, kepercayaan dulu, baru silaturahim. Kalau keuntungan materi? Itu sih sudah pasti. Dalam konteks bisnis, konsumen tak akan segan-segan membeli ulang ( continuous purchase) dan membeli silang ( cross-purchase) dari perusahaan terpercaya. Contoh sederhana saja, seandainya konsumen sudah percaya dengan bedak bermerek Wardah, maka bukan mustahil ia mau mengenakan produk-produk Wardah yang lain, semisal lipstik dan maskara.

Satu hal perlu ditegaskan di sini, Yang Maha Kuasa tidak pernah melarang hamba-Nya untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk materi. Boleh-boleh saja. Dan kalimat berikut ini perlu dipahami sungguh-sungguh. Keuntungan materi itu adalah output akhir, setelah Anda melintasi proses yang menitikberatkan keberkahan, kepercayaan dan silaturahim. Kurang lebih seperti itu.

Tak ubahnya seperti bunga dan rumput. Dengan menanam rumput, Anda hanya akan menikmati rumput semata. Akan tetapi, dengan menanam bunga, niscaya Anda akan memetik kedua-duanya. Ya bunga, ya rumput. Pasalnya, rumput akan tumbuh dengan sendirinya. Boleh dibilang, keberkahan, kepercayaan dan silaturahim itu adalah bunga. Sedangkan keuntungan dalam bentuk materi itu adalah rumput.

Renungkan ini :

• Mengapa manusia dijadikan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa? Supaya saling mengenal. Itulah pesan dari kitab suci.

• Mau lebih bahagia? Mau panjang umur? Mau murah rezeki? Silaturahim kuncinya. Itulah pesan Nabi Muhammad SAW.

• Silaturahim, ini tidak main-main. Umat Nabi Nuh sampai-sampai dipersingkat umurnya, gara-gara memutus tali silaturahim dengan Nabi Nuh (Baca Nuh 4).

Disadari atau tidak, para profesional meletakkan ruh silaturahim dalam praktik Customer Relationship Management, Community Marketing, Socmed Marketing, Multilevel Marketing, Co-Branding, Public Relation, Testimonial Advertisement, Referential Selling„ dan sebagainya. Setidaknya, kata silaturahim diterjemahkan menjadi kata relasi, akses ataupun network.

Maka catatlah :

-Petuah Bapak Pemasaran, Philip Kotler, "Bisnis di Asia akan lebih mudah dijalankan, apabila didukung dengan network."

- Petuah Bapak Kekayaan, Robert Kiyosaki, "Orang-orang terkaya di dunia mencari dan membangun network, sedangkan orang lain mencari pekerjaan."

- Berdasarkan penelitian University of Queensland terhadap lebih dari 11.000 orang, setiap satu jam yang Anda habiskan di depan TV mengurangi harapan hidup Anda 22 menit. Mungkin karena terpancarnya radiasi dan berkurangnya peluang untuk networking.

Begitulah, zaman sekarang yang diburu adalah akses, bukan semata-mata aset. Karena, masyarakat dunia semakin terkoneksi satu sama lain ( interconnected). Dan sesuai dengan hukum Metcalf, bertambahnya orang dalam sebuah network itu menanjak secara eksponensial, tidak lagi linier.

Yah, di mana-mana telah terbukti, melalui network Anda lebih mudah menghadirkan apa pun. Entah itu pengembangan bisnis, pengembangan diri, maupun proyek sosial.

- Network is nice word. Network is net worth. Without network, it won't work.

- Percayalah, ketika Anda didukung everyone, Anda akan mencapai everything

- Dengan berjamaah, insya Allah semua akan terjamah

- Bukan sholat saja berjamaah, hendaknya bisnis dan karier juga berjamaah.


Misalnya Anda ingin membuka restoran Sunda atau restoran Padang. Anda tidak harus memahami segalanya. Boleh sih, tapi nggak harus. Malah, kalau Anda memahami segalanya, mulai dari belanja, memasak, menghidangkan, mengelola, buka cabang dan lain-lain, Anda bisa puyeng sendiri bahkan bisa 'gatot' alias gagal total. Dibawa simple aja, Anda tidak harus berpikir apa ( what) dan bagaimana ( how). Pikirkan saja siapa who. Siapa yang ahli memasak? Siapa yang ahli mengelola? Nah, ambillah mereka sebagai karyawan atau mitra. Work with Network, cuma itu langkah awal yang Anda perlukan.

Dan sadarkah Anda? Ternyata dalam proses penciptaan, Yang Maha Kuasa sering menyebut-nyebut malaikat, angin, air dan lain-lain. Perhatikan baik-baik, Dia yang serba maha saja mengakui peranan yang lain! Padahal apa susahnya bagi-Nya untuk meniadakan wasilah dan peranan yang lain? Itulah Allah! Salah satu hikmahnya, mendidik kita untuk menghormati peranan orang lain. Maka dalam membangun network, baiknya Anda lebih sering menyebut kata 'kita' daripada kata 'aku'. Setuju?

"Kamu Salah"

Imam Hanafi (salah satu mazhab terbesar dan salah satu guru Imam Syafi'i) berpendapat berpendapat bahwa sholatbwitir itu hukumnya wajib. Beliau berpegang pada hadist yang berbunyi, "Witir adalah kewajiban, sesiapa yang tidak mengerjakan witir, maka tidaklah termasuk dalam golongan kami," (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Dengan kata lain, menurut Imam Hanafi, ada 6 sholat wajib sehari semalam, bukan 5. Terang saja, banyak ulama tidak sependapat. Tapi di antara mereka, nggak ada yang menghujat dan menuding Imam Hanafi sesat. Kebayang kalau Anda atau saya yang berpendapat seperti ini? Pastilah masyarakat sekarang langsung menghujat dan menuding kita sesat. Pasti itu.

Pendapat Imam Nawawi pula (ulama besar dalam mazhab Syafi'i), boleh berjamaah untuk semua sholat sunnah, termasuk sholat dhuha. Lagi-lagi, sebagian ulama tidak sependapat. Tapi di antara mereka, nggak ada yang menghujat dan menuding Imam Nawawi sesat. Mereka sangat bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat. Yah, beda pendapatan saja wajar, apalagi beda pendapat, hehehe.

Sebenarnya di sini, saya tidak bicara soal sholat witir dan sholat dhuha. Bukan, Wong saya saja jarang-jarang berwitir. Di sini saya bicara bagaimana sikap kita kalau ada perbedaan pendapat. Kalau beda pendapat, kita jangan buru-buru menghujat atau menuduh orang itu sesat. Sekiranya ada satu-dua hal yang tidak kita setujui dari seseorang, bukan berarti dia itu sesat dan menyesatkan. Belum tentu kan? Maka bijaklah. Dan energi kita sering habis hanya karena mencurigai orang itu sesat atau tidak. Mestinya energi ini dicurahkan dan diarahkan untuk sesuatu yang lebih positif.

Silahkan miliki pendapat yang TEGAS, setuju atau tidak. Sekali lagi, TEGAS. Tapi jangan buru-buru menghujat dan menuduh orang itu sesat. Jika setiap salah dan beda pendapat dengan seseorang, kita langsung menjauh darinya, yah lama-lama kita tidak punya teman dan guru lagi. Gugur semua satu persatu. Baiknya juga sih, nggak usah ngurus amal orang lain. Kalau mau ngurus, mbok ya sekalian. Urus juga biaya makan dan biaya transportnya, hehehe. Sanggup?

Jangan jadikan mata kita seperti mata lalat yang hanya mencari-cari sesuatu yang busuk dan buruk. Lebih baik seperti mata lebah, hanya mencari sesuatu yang manis dan baik.

Lantas, bagaimana kalau seorang muslim mengatakan hal-hal yang bertentangan dengan rukun iman? Saya akan mengingatkan bahwa dia telah keliru. Ke-li-ru! Namun dari mulut saya, tidak akan keluar kalimat-kalimat yang menghujat dan melaknat. Bukankah lebih baik mendoakan dan menasehati? Yah mungkin saja, setelah didoakan dan dinasehati, dia sadar atas kekeliruannya. Percayalah kesatuan dan persaudaraan itu sangatlah mahal. Istilahnya, Ittihad.

Sebanyak apa perbedaan pendapat dalam urusan agama, demikian pula yang terjadi dalam urusan kerja dan usaha. Tak perlu marah - marah. Itu lumrah dan alamiah.

Lalu, bagaimana pula sikap kita terhadap hal-hal yang salah di sekitar kita? Begini. Dalam matematika, kita mengenal formula sebagai berikut ;

• positive >< positive = positive

• positive >< negative = negative

• negative >< positive = negative

• negative >< negative = positive

Nah, dalam realita, kitapun mengenal formula yang kurang-lebih serupa :

• Hal benar (positive) kalau kita iyakan ( positive), akan menjadi sebuah kebaikan bagi kita ( positive).

• Hal benar (positive) kalau kita tolak ( negative), akan menjadi sebuah kesalahan bagi kita ( negative).

• Hal salah (negative) kalau kita iyakan ( positive), akan menjadi sebuah kesalahan bagi kita ( negative).

• Hal salah (negative) kalau kita tolak ( negative), akan menjadi sebuah kebaikan bagi kita ( positive).


Tak perlu saya jelaskan lebih lanjut. Saya yaki Anda sudah memahaminya.

"Aku Salah"

Kadang ketupat disebut juga dengan kupat, yang merupakan kependekan dari "ngaku lepat" yaitu mengaku salah.

Ketupat (kupat) sebagai tradisi Muslim nusantara saat Idul Fitri, diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga. Aslinya, digelar seminggu setelah Idul Fitri, karena masyarakat saat itu berpuasa sunnah syawal terlebih dahulu. Dan lazimnya, kupat dihidangkan dengan lauk bersantan (santen) atau "kupat santen" yang mengisyaratkan "kulo lepat, nyuwun ngapunten." Terjemahnya, saya salah mohon dimaafkan.

Penggunaan janur sebagai pembungkus pun mengandung pesan tersembunyi, yakni "telah datang nur" atau "telah datang cahaya". Adapun anyaman pembungkus yang tidak terputus berpesan tentang eratnya silaturahim.

Di sisi lain, kupat juga dapat dijabarkan sebagai "laku papat" atau empat tindalan, yakni Lebaran, Luberan, Leburan dan Laburan.

- Lebaran berasal dari kata "lebar". Artinya selesai. Ini mwngisyaratkan telah selesai menjalani ibadah puasa.

- Luberan berasal dari kata "luber". Artinya meluap atau melimpah. Ini mengisyaratkan semangat berbagi dalam bentuk zakat dan sedekah.

- Leburan berasal dari kata "lebur". Artinya melebur atau menghilangkan. Ini mengisyaratkan dileburnya dosa karena saling bermaafan.

- Laburan berasal dari kata "labur". Artinya memutihkan dinding rumah. Ini mengisyaratkan bersihnya lahir dan batin.

By the way, zaman sekarang istri-istri terhadap suaminya jarang berkata, "Mohon maaf lahir-batin.." Mereka lebih sering berkata, "Mohon nafkah lahir-batin," Hehehe...

Lebih lanjut, menurut penelitian Universitas Duke, memaafkan itu bisa menurunkan hormon kortisol dan mengurangi kadar stress, juga menjga kekebalan tubuh. Jadi, memaafkan itu menyehatkan. Persis seperti bersedekah dan berterima-kasih, pada hakikatnya memaafkan itu untuk kita. Bukankah fadilah dan manfaatnya akan kembali pada diri kita?

Lantas, bagaimana pula dengan berjabat tangan? Sebenarnya, berjabat tangan bukanlah budaya asli penduduk Mekkah dan Madinah. Melainkan itu budaya baik dari Yaman, yang kemudian disukai dan diakui oleh Nabi. Dijadikan anjuran,. Kalau dilakukan, dosa-dosa pun berguguran. Nabi sendiri ketika berjabat tangan, tidak pernah melepaskan tangan sahabatnya terlebih dahulu, sampai sahabatnya itu yang melepaskan duluan.

Sebagai tambahan, kita semua tahu, hubungan horizontal (hablum minannas) tak kalah pentingnya dengan hubungan vertikal ( hablum minallah). Kita semua juga tahu, silaturahim itu mengundang rezeki. Bayangkan, kalau mutu silaturahim ini kita perbaiki dengan bermaafan dan berjabatan? Insya Allah, rezeki dan nasib akan membaik. Insya Allah, kesatuan dan persaudaraan ( Ittihad) akan tercapai.

No comments:

Post a Comment