May 10, 2022

Semakin Tinggi Pohon, maka akan Semakin Kencang Angin Menerpanya

 



Klip "western wind" di atas milik Carly Rae Jepsen. Anda bisa lihat kombinasi dan gradasi warna hijau yang di pakai. Di situ banyak warna smooth green yang di kombinasi kan dengan warna kontras tapi masih terlihat smooth. Awal lihat klip ini SettiaBlog sempat kaget e, Carly. Kirain itu pohon Sahabi yang di Yordania itu lho. Pohon Sahabi  menjadi satu-satunya saksi kerasulan Muhammad SAW yang masih hidup hingga kini. Pohon tersebut pernah menjadi lokasi peristirahatan nabi Muhammad SAW.  Secara ajaib cabang-cabang pohon dan ranting pohon itu menaungi nabi Muhammad SAW. Entah kenapa dari dulu SettiaBlog itu ingin sekali memegang pohon itu. Banyak juga lho di Yordania itu peninggalan nabi Muhammad SAW dan para Sahabat. Dan Abdullah II adalah Raja Yordania saat ini. Dia juga tercatat sebagai generasi ke-41 keturunan langsung nabi Muhammad SAW.

Waktu SettiaBlog searching ternyata lokasi pembuatan klip di California Selatan. Kalau untuk vokal Carly Rae Jepsen, mungkin dia pakai suara diafragma atau perut, yang jelas susah dan SettiaBlog ndak bisa. Untuk lagunya sendiri "western wind" jadi mengingatkan masa kecil SettiaBlog. Dulu ketika angin muson barat datang SettiaBlog sering mencari jamur Barat (Clitocybe nebularis) di bawah pohon garut. Jamur Barat itu besar, dagingnya lembut dan rasanya enak banget. Bicara soal angin, Al Qur'an menyebutkan, kata angin tidak kurang dari 29 kali. Sebanyak 19 kali dalam bentuk mufrad (rih) dan 10 kali dalam bentuk jamak (riyah). Penyebutan angin dalam bentuk mufrad (rih) umumnya menyatakan dampak negatif dan destruktif angin itu terhadap kehidupan manusia. Misalnya, perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti perumpamaan angin (rih) yang mengandung hawa sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah SWT tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS Ali 'Imran 3:117). Sedangkan, penyebutan angin dalam bentuk jamak (riyah) umumnya menyatakan dampak positif dan konstruktif bagi manusia, misalnya:
"Dan, berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, menjadi subur karena tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan angin (riyah). Dan, adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS al-Kahfi 18: 45).
"Dan, Kami telah meniupkan angin (riyah) untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS al-Hijr 15: 22).
Tiap-tiap angin sesuai dengan ketinggiannya memberikan fungsi dan manfaat dalam kehidupan makhluk biologis. Inilah yang disebut di dalam ayat: "…dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS al-Baqarah 2:164). Dari sinilah SettiaBlog yakin dan percaya bahwa Al Qur'an bukan hanya kitab suci penuntun di masa lampau, melainkan juga sekarang hingga akhir zaman.

Yang baca blognya Settia tentu sudah pernah mendengar kalimat peribahasa "semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpanya", yang diartikan dengan "semakin tinggi nilai seseorang maka semakin besar hal yang akan menjatuhkannya". Dan biasanya peribahasa itu sering diartikan juga bahwa  "semakin tinggi derajat, jabatan dan kedudukan seseorang atau semakin sukses seseorang dalam usahanya dalam hidup, maka semakin banyak orang yang ingin menjatuhkannya, atau semakin besar rintangan yang akan dihadapinya untuk mempertahankan kedudukan atau kesuksesannya itu"

. Rasanya terlalu sempit jika semua hal dinilai dari fisik dunia dan kacamata manusia saja. Apalagi semua hal mungkin akan nampak seperti peribahasa itu, jika manusia merasa seperti pohon yang tinggi karena merasa benar, merasa derajatnya di mata manusia berada di atas. Padahal bisa jadi manusia itu menapikkan kaca mata Allah SWT serta menapikkan mana yang baik dan yang buruk, saat manusia itu hanya menilai semua hal dari padangannya dan fisik dunia semata. Bisa jadi juga sebagian hal itu hanyalah terjebaknya manusia pada prasangkanya sendiri saja.. Gitu kan? 

   Terjebaknya manusia pada prasangka itu seperti merasa benarnya ia kepada hal yang salah dan berprasangka buruk pada jalan lurus ajaran agama dari Allah SWT. Misalnya ketika manusia menjadi besar dan sukses tetapi dengan usaha yang tidak diridhoiNya serta tidak baik, manusia itu malah merasa benar, lalu ketika ada kritik dan nasehat positif Allah SWT yang menggoncangkan kesuksesannya, ia malah merasa seperti pohon tinggi yang diterpa angin, sehingga terus mempertahankan keyakinannya. Maka itu hanyalah terjebaknya manusia pada prasangkanya sendiri semata.

 Peribahasa "semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpanya", tidak bisa sembarangan dikaitkan dengan usaha dan daya manusia dalam hidup, serta kedudukan manusia dalam kaca mata manusia. Karena yang paling tepat dengan peribahasa itu hanyalah "semakin tinggi Iman dan taqwa seseorang manusia pada Allah SWT, maka akan semakin besar hal yang akan menganggu keimanan dan ketaqwaan manusia itu", atau " Semakin tinggi derajat iman dan taqwa manusia pada dan di mata Allah SWT, maka semakin besar ujian yang harus dihadapinya untuk peningkatan derajat manusia itu dimata Allah SWT". Dalam hal inipun, peribahasa "semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpanya" itu seperti layaknya siswa yang belajar di sekolah formal, bahwa semakin tinggi tingkatan atau kelas siswa itu di sekolah maka soal ujian yang harus diselesaikannya untuk naik kelas atau tingkatan pendidikan itu akan semakin sulit atau sesuai dengan tingakatan pendidikannya itu. Masa siswa SMP ingin dapat soal untuk anak SD, atau masa anak kuliah ingin mendapatkan soal anak SMU, atau malah ingin mendapatkan soal anak TK? Begitu juga dengan derajat manusia di mata Allah SWT yang seperti telah di uraikan di atas, semakin tinggi derajatnya di mata Allah SWT maka ujian hidup akan semakin sulit. Dengan ujian hidup itu manusia dapat naik tingkat derajat iman dan taqwanya pada dan di mata Allah SWT. Ujian hidup itu pula yang akan meningkatkan kualitas diri, kualitas keimanan dan ketaqwaan , serta kedewasaan akhlak di hadapan-Nya. Tentu hanya manusia yang mampu meneguhkan keImanan dan ketaqwaan pada Allah-lah yang mendapatkan kenaikkan derajat itu. Seperti kokohnya pohon yang diterpa angin yang kencangnya angin sesuai ketinggiannya, begitu pula seharusnya Iman dan taqwa manusia pada-Nya, harus tetap kokoh tertanam dalam jiwa, dan berdiri menjulang dalam perilaku walau diterpa ujian sesuai kualitas tingkat Imannya.

    Jadi apapun yang dipandang manusia atau penilaian manusia pada manusia lain atau bahkan penilainnya pada dirinya sendiri tidak akan menentukkan tinggi rendahnya pandangan Allah SWT terhadapnya, dan tidak akan menentukkan angin ujian yang menerpanya. Orang yang tidak pernah dipandang penuh hormat derajatnya oleh manusia, mungkin saja ia adalah pohon yang menjulang tinggi di mata Allah SWT, dalam hal iman dan taqwa-nya, dan justru padangan rendah manusia itu bisa jadi adalah angin ujian yang menerpa keimanannya itu. Sebalikknya  orang yang merasa hidup bergelimang sambutan, kehormatan, pujian, dan di pandang tinggi derajatnya oleh manusia, bukanlah manusia yang seperti pohon tinggi ketika ia meraih semua itu dengan menapikkan akhlak yang baik serta keimanan dan ketaqwaan pada Allah SWT. Dan justru apa yang datang padanya kemudian juga bukanlah angin yang menerpanya untuk kokoh pada perilakunya, tetapi sentilan Allah SWT akan kesalahannya.

Bottom Note

Ini tadi mengetik nya sambil di temani semangkuk kecil teh hitam, yang SettiaBlog gunakan background dan beberapa potong ubi ungu rebus, ya maklum wong ndeso camilan nya ubi ungu rebus. Ubi ungunya dari Bojonegoro Selatan bukan California Selatan lho ya. Bojonegoro Selatan, tepatnya dari Temayang.

Settia mungkin bukanlah seorang hamba yang sudah sempurna kekokohan pohon iman dan taqwanya kepada Allah SWT, dan seberapa kencang juga Dia berikan ujian atau bahkan mungkin kritik dalam hidup Settia. Bagaimanapun itu, semoga Allah SWT menjadikan diri Settia dan kita semua menjadi pribadi yang baik dan dapat seperti pohon yang kokoh kala diterpa angin dalam hal imtaq pada-Nya.

No comments:

Post a Comment