Sep 27, 2020

Kok Siji Tiil

 


 ‎Klip di atas itu salah satu jenis musik yang banyak berkembang di Indonesia. Untuk Taylor swift atau Selena Gomez coba dengarkan! Musiknya bercirikan dentuman tabla (alat musik perkusi India) dan gendang. Sayang, SettiaBlog tidak bisa memainkan jenis musik ini. Ya mungkin dari kecil kenalnya musik jazz, country, rock dan pop, jadi susah untuk memainkan jenis musik ini. Lagu dalam klip di atas judulnya "amung siji". Kalau dalam bahasanya Adele "one and only". Kalau dalam bahasa SettiaBlog "kok siji tiil". Beneran, itu bahasa yang di pakai SettiaBlog sehari-hari.
kok siji tiil, blog yang paling ngacau
setiarsosarjono.blogspot.com
menumbuhkan semangat berkarya

Ada yang bilang, bahasa yang di pakai SettiaBlog ini kampungan. Biarin di bilang kampungan. Bagi SettiaBlog, bahasa adalah alat pemersatu, untuk menjalin keakraban dan komunikasi. Bicara soal "kok siji tiil" atau "hanya satu", jadi ingat kalimat tauhid. Kalimat tauhid adalah ucapan LAA ILAAHA ILLALLAAH yang bermakna tiada tuhan yang berhak disembah melainkan hanya ALLAH semata (laa ma’buuda bi haqqin fil wujuudi illallah), yang menjadi lambang keyakinan yang teguh dan istiqomah akan keesaan ALLAH baik dalam Dzat, sifat maupun perbuatanNya.



"Anak kunci surga itu adalah ikrar 'Tiada Tuhan selain Allah.” HR Al-Bazzar dan Ahmad bin Hanbal dari Mu'adz bin Jabal).

Kalimat laa ilaha illallahu (tiada Tuhan selain Allah) sering pula disebut kalimat thayyibah yang menjadi prinsip dasar ajaran Islam. Kalimat thayyibah ini merupakan senjata paling ampuh untuk membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kemanusiaan dari segala bentuk kepercayaan yang batil. Kalimat "Tiada Tuhan kecuali Allah" terdiri atas penolakan (negasi) dan penetapan (afirmasi). Penafian di sini adalah ungkapan pertama syahadat, "tiada Tuhan" atau "tiada sesuatu bentuk Tuhan apapun", dengan penetapan yang sempurna, "kecuali Allah".

Allah SWT menganalogikan kalimat thayyibah ini dengan sebuah pohon yang kuat lagi tinggi menjulang. Dalam QS. Ibrahim: 24-25, Allah SWT berfirman:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ تُؤْتِىٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍۭ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizing Tuhan-Nya.”

Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Seorang Muslim yang memahami hakikat kalimat tersebut, kehidupannya akan selalu mencerminkan nilai-nilai ketauhidan bagaikan sebuah pohon yang baik.

Cirinya: pertama, ketauhidan dan rasa mahabbah kepada Allah SWT akan terhujam di dalam lubuk hatinya bagaikan pohon yang akarnya teguh menghujam ke bumi. Ia akan senantiasa lentur diterpa angin, kokoh tidak tercerabut. Seseorang yang bertauhid akan mampu menghadang segala macam tipuan syaitan yang menjerumuskan. Ketauhidan yang telah menancap kokoh di hati akan menyebabkan seorang Muslim rela mengorbankan apa pun juga demi menjaga ketauhidan tersebut, meskipun nyawa harus menjadi taruhannya.

Kedua, ketauhidan yang telah tertancap kokoh di hati akan membawa seorang Muslim ke puncak prestasi. Ia akan menjadi mercusuar bagi yang lain seperti halnya sebuah pohon yang cabangnya menjulang ke langit. Pribadi-pribadi semacam ini dapat kita saksikan pada masa Rasulullah dan para sahabat. Berbekal ketauhidan mereka dapat menggapai puncak prestasi dalam berbagai bidang kehidupan, seperti dalam politik, militer, ilmu pengetahuan, hingga lapangan kejiwaan dan spiritual. Dengan kalimat tersebut tidak ada lagi penghambaan, ketakutan, dan rintangan yang akan membelenggu karena semuanya dikembalikan kepada Allah sebagai pemilik segalanya.

Ketiga, ketauhidan yang benar akan berbuah ketaatan. Seseorang yang mengenal Allah tentu akan memahami tujuan hidupnya, sehingga ia akan menjalani hidup dengan penuh vitalitas, beribadah dengan penuh keikhlasan dan memahami makna dari semua yang ia lakukan. Karakteristik tersebut pada akhirnya akan membawa rahmat dan cinta kasih yang dapat dipetik bagai buah-buahan segar baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orang di sekitarnya. Seseorang yang bertauhid akan menjadi sosok bermanfaat bagi lingkungannya dan akhlaknya sedap dipandang mata, bagaikan sebuah pohon yang selalu ramah lingkungan, teduh dan menyedapkan pandangan. Maka pantaslah bila ia bisa menjadi kunci pembuka syurga, baik syurga dunia maupun syurga akhirat. Oleh karena itu, seorang Muslim harus terus menyempurnakan nilai-nilai ketauhidan yang ada pada dirinya. Ia harus terus memupuk dan menyiram pohon ketauhidan tersebut. Ilmu dan mahabbah adalah pupuknya. Dan sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu tentang Allah dan mahabah tertinggi adalah mencintai-Nya.

Namun mengucapkan lafadz kalimat syahadat saja belumlah cukup. Dua kalimat syahadat memiliki beberapa syarat, yaitu:

1. Ilmu (العلم)

Maksudnya adalah ilmu tentang makna kalimat syahadat yang mengandung peniadaan dan penetapan, yang menghilangkan kebodohan tentang hal tersebut. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad:19)

إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“…kecuali orang yang mengakui al-haq dan mereka mengetahui (mengilmui).”(QS. Az-Zukhruf:86)

Al-haq di sini maksudnya adalah kalimat laa ilaaha illallaah dan mereka mengetahui (mengilmui) dengan hati mereka akan makna kalimat yang disebutkan lisan mereka. Disebutkan dalam Shohih Bukhari, dari Utsman bin Affan radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

من مات وهو يعلم أنه لا إله إلا الله دخل الجنة

“Barang siapa yang meninggal dan dia mengetahui (mengilmui) bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah niscaya pasti masuk surga.”

2. Yakin ( اليقين)

Maksudnya adalah keyakinan yang menghilangkan keraguan, sehingga setiap orang yang mengucapkan kalimat syahadat yakin dengan apa yang dikandung oleh kalimat tersebut secara pasti. Karena sesungguhnya keimanan itu tidak akan bermanfaat kecuali dengan ilmu yang yakin, bukan prasangka, maka bagaimana jika keraguan masuk kepadanya? (Tentu lebih tidak bisa diterima-pent.) Allah ‘azza wa jalla berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurot:15)

Maka kebenaran iman kepada Allah dan Rasul-Nya dipersyaratkan dengan keimanan yang tidak ada keraguan. Adapun orang yang ragu termasuk golongan orang munafik, semoga Allah melindungi kita. Dalam Shohih Bukhari, dari hadits Abu Hurairoh radhiallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

أشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، لا يلقى الله بهما عبد غير شاك فيهما فيحجب عنه الجنة

“Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan–Nya, tidaklah ada seorang hamba yang berjumpa dengan Allah dengan kalimat tersebut tanpa keraguan padanya maka surga akan melingkupinya (masuk surga).”

3. Menerima (القبول)

Maksudnya adalah menerima apa yang terkandung dari kalimat syahadat tersebut dengan hati dan lisannya. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

إلا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ أُولَئِكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَعْلُومٌ فَوَاكِهُ وَهُمْ مُكْرَمُونَ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ

“…kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu. Yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan. Di dalam surga-surga yang penuh nikmat.” (QS. Shoffat:40-43)

مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَهُمْ مِنْ فَزَعٍ يَوْمَئِذٍ آمِنُونَ

“Barang siapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.” (QS. An-Naml:89)

Dalam Shohih Bukhari, dari Abu Musa radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:

مثل ما بعثني الله به من الهدى والعلم كمثل الغيث الكثير أصاب أرضا فكان منها نقية قبلت الماء فأنبتت الكلأ والعشب الكثير ، وكانت منها أجادب أمسكت الماء فنفع الله بها الناس فشربوا وسقوا وزرعوا ، وأصاب منها طائفة أخرى إنما هي قيعان لا تمسك ماء ولا تنبت كلأ ، فذلك مثل من فقه في دين الله ونفعه ما بعثني الله به فعلم وعلم ، ومثل من لم يرفع بذلك رأسا ولم يقبل هدى الله الذي أرسلت به

“Sesungguhnya permisalan Allah Azza wa Jalla dengan apa-apa yang ada padaku dari petunjuk dan ilmu ini adalah bagaikan hujan yang membasahi bumi. Ada di antara bumi yang subur, ia dapat menerima air, menumbuhkan pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan yang banyak. Ada pula bumi yang tidak subur, ia tidak dapat menerima air tesebut, namun Allah memberikan manfaat bagi manusia, hingga mereka dapat minum darinya dan menggembalakan ternaknya. Dan ada pula bumi lain yaitu padang pasir yang tidak bisa menerima air dan tidak pula dapat menumbuhkan pohon-pohonan. Maka demikianlah permisalan bagi siapa yang paham terhadap agama Allah dan dapat mengambil manfaat dari apa-apa yang Allah mengutusku dengannya maka dia mengetahui dan mengajarkannya. Dan permisalan bagi siapa yang tidak mengangkat kepalanya dengan hal itu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya”

4. Taat/patuh (الانقياد)

Maksudnya adalah kepatuhan terhadap apa yang dikandung oleh kalimat syahadat dan tidak menyelisihinya. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لا تُنْصَرُونَ

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar:54)

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلا

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS. An-Nisaa:125)

وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ

“Dan barang siapa yang menyerahkan wajahnya (dirinya) kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman:22)

Maksud dari “berpegang kepada buhul tali yang kokoh” adalah berpegang kepada kalimat laa ilaaha illallaah dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. Adapun makna “menyerahkan wajahnya” adalah taat. Sedangkan makna “sedang dia orang yang berbuat kebaikan ” adalah orang yang bertauhid.

5. Jujur (الصدق)

Yakni kejujuran yang menolak kedustaan, maksudnya adalah mengucapkan kalimat syahadat dengan jujur dari hati dan lisannya. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Alif laam miim Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut:1-3)

Dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim, dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:

ما من أحد يشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله صدقا من قلبه إلا حرمه الله على النار

“Tidak seorang pun yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya secara jujur dari hatinya melainkan Allah akan haramkan dirinya dari neraka.”

6. Ikhlas (الإخلاص)

Maksud ikhlas adalah memurnikan amal dengan niat yang benar dari segala bentuk kesyirikan. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS Az-Zumar:3)

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Baiyinah:5)

Dalam Shohih Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:

أسعد الناس بشفاعتي من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه أو نفسه

“Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku adalah mereka yang mengucapkan laa ilaha illallaah ikhlas dari hati atau jiwanya.”

7. Cinta (المحبة)

Maksudnya adalah mencintai kalimat syahadat dan apa yang dituntut dan dikandungnya, mencintai orang-orang yang mengamalkan kandungannya, mencintai orang yang teguh menjaga syarat-syaratnya, dan membenci pembatalnya. Allah berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-baqarah:165)

Tanda kecintaan hamba kepada Rabb-nya adalah mendahulukan kecintaan Rabb–nya daripada hawa nafsunya, membenci apa yang dibenci Rabb-nya walaupun hawa nafsunya mencintainya, loyal kepada orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya dan memusuhi orang yang dimusuhi oleh Allah dan Rasul-Nya, dan mengikuti Rasul dan berpegang pada jalannya serta menerima petunjuknya. Seluruh tanda-tanda ini merupakan syarat-syarat adanya kecintaan, tidak akan terwujud kecintaan sempurna jika hilang satu syarat darinya. Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاة الإيمان : أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما ، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله ، وأن يكره أن يعود في الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يقذف في النار

“Tiga perkara yang barang siapa perkara itu ada pada dirinya maka dia akan merasakan manisnya keimanan, Allah dan RasulNya lebih dia cinta daripada selain keduanya, seseorang yang saling mencintai karena Allah, dan membenci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia darinya sebagaimana dia membenci untuk dihempaskan ke dalam neraka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik).

Beberapa ulama menambahkan syarat yang kedepalan yakni mengingkari terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah (thogut), berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam,

من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله عز جل

“Barang siapa yang mengucapkan laa ilaha illa Allah dan mengingkari apa yang diibadati selain Allah Allah haramkan harta, darah, dan hisabnya.” (HR Muslim)

Maka semestinya terjaganya darah dan harta dengan kalimat laa ilaha illa Allah bersama dengan pengingkaran terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah, apa pun itu.

No comments:

Post a Comment