Jun 11, 2024

Makna Setia

 


Video klip di atas "Islands in the Stream" yang udah di cover. Lokasinya sendiri ada di Kuala Penyu Sabah, Malaysia. Cantik kan ya tempatnya. Ngomongin Penyu, jadi ingat dulu saat masih bocil. Dulu kalau pas lagi boring, sering pergi ke Tuban bersama beberapa temen nyangkruk di kampung. Kalau sudah sampai di Tuban padahal ndak ngapa - ngapain. Ya paling memandangi lautan, terkadang berdiam diri di deket patung sambil menghitung mobil yang lewat, yang merah ada berapa, yang kuning ada berapa, yang biru ada berapa. Ya wes gitu thok, kalau udah bosen terus pulang. Ini cerita dulu lho ya, sekarang mungkin udah rubah semua. Beberapa waktu lalu SettiaBlog lewat situ kok ndak memperhatikan ya. O...ya, pernah juga dulu SettiaBlog ikut iseng masuk ke Kelenteng, itu lho yang ada patung kepitingnya. Ndak ngerti pas lagi ada acara apa, di situ banyak orang pada mendekati Penyu yang buesar. Di cangkangnya banyak tanda tangan. Sriwing - sriwing SettiaBlog denger orang yang datang ke situ ngomongin soal Penyu itu. Katanya, setelah di lepas ke laut, Penyu itu akan kembali pulang, entah bulan apa atau musim apa gitu lho. Makanya perusahaan Daihatsu tertarik dengan Penyu, yang katanya memiliki filosofi sangat mendalam dan menjadi bagian dari Daihatsu, yakni kesetiaan.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”  (QS. Fussilat: 30)

 Jika kita ditanya tentang kemungkinan topik yang berkaitan dengan kata “setia”, besar kemungkinan mayoritas kita akan meletakkan topik cinta pada pilihan pertama. Ini sangat wajar karena kata ini memiliki kaitan erat dengan yang namanya “relationship”, dan kata “relationship” biasanya disempitkan maknanya pada soal percintaan. Lihat saja bagaimana FaceBook meletakkan kata “relationship status” dan memberikan beberapa alternatif pilihan semisal single, married, in relationship, dan lain sebagainya. Belum lagi, kata “setia” adalah kata yang paling sering diperbicangkan dalam hubungan percintaan. Kalau wanita ditanyakan kriteria lelaki idamannya, salah satu jawaban teratasnya biasanya “setia”. Kemudian, jika semisal kita dipaksa harus “mengislamkan” kata setia, atau setidaknya menganalisis kata “setia” dari perspektif Islam, pertanyannya, apa padanan kata dalam Islam atau bahasa arab yang bisa mewakili makna kata “setia”. Bila pertanyaan itu diajukan ke laman mbah google translate, ada dua pilihan kata yang muncul sebagai terjemahan kata “setia”, yaitu mukhlis dan amin. Dua kata itu sebenarnya ndak secara tepat menunjuk kata “setia” yang kita kenal dalam bahasa Indonesia. Mukhlis  atau ikhlas berarti “ikhlas, tulus”, sementara amin  atau iman berarti “(di)percaya”. Keduanya memang masih berkaitan dengan kata “setia”, meski ndak bisa disebut mewakilinya secara tepat.

Dalam kitab “At-Ta’rifat” dua kata yang dianjurkan si “mbah google” didefinisikan sebagai berikut:
 الإخلاص في الاصطلاح: تخليص القلب عن شائبة الشوب المكدر لصفاته، وفرق آخر: الإخلاص لا يكون إلا بعد الدخول في العمل. والإيمان في الشرع: هو الاعتقاد بالقلب والإقرار باللسان.
 Ikhlas adalah kesucian hati dari noda yang dapat mengotori sifat kesuciannya. Ikhlas tidak dapat dirasakan sebelum melaksanakan sebuah perbuatan. Sedangkan Iman adalah keyakinan yang terdapat dalam hati dan dikuatkan dengan pengakuan melalui lisan.

Sebetulnya cukup menarik kalau kita meletakkan kata “setia” bersanding dengan kata “ikhlas” dan “iman”. Setidaknya ada dua hal yang penting untuk diuraikan untuk menggambarkan arti “setia” dalam hal ini:
Pertama, ikhlas dan iman lebih banyak berbicara pada level hati (hakikat dan makrifat). Iman memastikan hati kuat, sementara ikhlas berkontribusi untuk menjaga hati tetap sehat. Kalau kita bangun jam 3 malam untuk tahajjud, mungkin karena iman telah mendukung dengan kuat. Saat kita memaksakan diri menahan lapar dan dahaga dalam berpuasa, itu juga karena iman kita yang menjadi penyokong. Namun, yang memastikan bahwa tahajjud ndak untuk membanggakan diri di hadapan orang lain, bahwa puasa hanya demi ridla-Nya, itu menjadi tugas dari ilmu ikhlas. Iman juga berbicara tentang sebuah pilihan. Tapi ini bukan sembarang pilihan, karena ini tentang pilihan yang ndak boleh main-main. Sekali memilih Islam, maka ndak bisa berubah arah dan memilih yang lain. Kalau itu dilakukan, akan dikenakan hukum murtad dan masuk dalam kategori pelanggaran pidana (jarimah)  dalam Islam. Sedangkan keikhlasan lebih kepada memastikan bahwa pilihan itu dijatuhkan atas alasan yang tulus. Kata “tulus” itu merujuk pada segala sesuatu yang bersifat luhur. Di antara ciri nilai luhur adalah berlaku ndak temporal dan sifatnya abadi. Inti dari kesetiaan juga terletak dalam hati. Ia mengenai sebuah perasaan, indera terdalam yang sama-sama bisa merasakan sakit dan nyaman, sama persis seperti indera luar. Untuk mencapai maqam  (posisi) setia, harus bisa melakukan apa yang diajarkan oleh ilmu “iman” dan “ikhlas”.
Kedua, ikhlas ndak akan terwujud tanpa adanya action. Pun demikian dengan iman. Keduanya meniscayakan tindakan konkrit untuk menjadi sebuah kenyataan. Kalau ndak, maka keduanya pun akan selamanya menjadi benda ghaib yang ndak bisa dirasakan faedah dan keberadaannya. Manusia disebut utuh jika telah berhasil menyatukan perbuatan dengan hati. Itulah kenapa lawan kata iman adalah kata-kata semacam kafir, fasiq, atau munafiq. Ketiganya sama-sama merujuk pada adanya persoalan dalam keyakinan dan perbuatan. “Jangan menyebut hatimu setia pada satu wanita, sementara bibirmu menyatakan cinta pada banyak wanita,” begitu kata orang. Maka, kesetiaan (iman dan ikhlas) pasti mengalami ujian. Repotnya, ujian kesetiaan itu berlangsung seumur hidup.

  Ada satu kata yang juga memiliki kedekatan makna dengan “setia”, yaitu kata “istiqomah”. Arti istiqomah –kata al-Jurjani- adalah memenuhi semua janji, ndak melenceng, perpaduan antara melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Surat Hud membuatku beruban, yaitu ketika ketika Allah menurunkan ayat: Maka istiqomahlah sebagaimana engkau diperintahkan”.
Dalam surat Fussilat ayat 30, Allah SWT memuji orang yang beriman dan lantas istiqomah dengan menjanjikan kebahagian hakiki. Imam Arrazi saat menafsirkan ayat tersebut menyimpulkan bahwa istiqomah mengandung dua pengertian. 
Pertama, teguh pendirian dalam agama dan tauhid. Abu Bakar berkata: “Teguh pendirian (istiqomah) maksudnya adalah tidak berpaling pada tuhan selain Allah.” Kalau setia di-sama arti-kan dengan istiqomah, maka ciri setia cukup sederhana, yaitu ndak menyekutukan Allah SWT.
Kedua, istiqomah berarti melaksanakan amal-amal kebaikan. Sebab, pernyataan “Tuhan saya Allah” hanya mencakup perkataan lisan dan keyakinan hati. Padahal seorang mukmin juga dituntut dengan berbagai kewajiban amal yang lain. Oleh karena itu, iman memiliki puluhan cabang yang di dalamnya ada yang bersifat spiritual dalam hati, ada yang berbentuk perilaku individual, dan ada yang berbentuk perilaku sosial lainnya. Rukun Islam seperti shalat, zakat, puasa, dan haji juga masuk dalam cabang-cabang iman. Nabi Muhammad SAW menjelaskan:
Iman itu terdiri dari tujuh puluh atau enam puluh enam puluh cabang lebih. Yang paling utama ialah pernyataan “Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT” dan yang terendah ialah menyingkirkan rintangan atau kotoran dari jalan, sedang rasa malu itu juga merupakan salah satu cabang iman. (HR. Muslim)

            Jadi, orang yang setia atau istiqomah dalam keimanan pasti orang baik, karena keimanannya dibuktikan dalam semua perilakunya. Ia lebih ndak mungkin berbuat jahat dan melakukan hal buruk pada orang lain, sementara pada diri sendiri saja ndak mungkin. Maka, orang yang berimana –kata Nabi Muhammad SAW- ndak mungkin berzina, mencuri, dan melakukan perbuatan kotor lainnya.

Dalam pengertian yang lebih tinggi, beriman dapat diartikan dengan mencintai. Beriman pada Allah SWT dan Rasul-Nya artinya mencintai Allah SWT dan Rasulnya. Dengan pemahaman demikian, beriman itu menjadi sebuah keindahan dan keikhlasan. Ndak lagi berwujud aturan dan paksaan yang menjerat. Jika seseorang mencintai kedua orang tua, maka ia pasti akan berusaha melakukan sesuatu yang menyenangkan kedua orang tuanya dan menghindari perbuatan yang membuat marah keduanya. Demikian juga, seseorang yang mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya akan membuktikan cintanya dengan ndak melakukan perbuatan apapun kecuali untuk Ridha-Nya. Di sini dapat dilihat keterkaitan dan keterikatan kata “setia” dengen beberapa istilah seperti iman, ikhlas, istiqomah, dan cinta. Semuanya merujuk pada keluhuran niat dan kebaikan amal budi. Puncak dari semuanya adalah persaksian atas ketauhidan. “Tiada tuhan selain Allah” adalah pintu gerbang untuk masuk ke dalam dunia Islam dan Iman. Kalimat tersebut mengandung kebenaran absolut dan abadi. Maka, kesetiaan tertinggi adalah kesetiaan pada kalimat tauhid. Jenis kesetiaan yang lain adalah cabang atau turunan yang puncaknya akan bermuara pada kesetiaan tertinggi. “Keluarkanlah dari neraka orang yang dihatinya terdapat secuil iman,” demikian potongan perintah Allah SWT dalam sebuah hadits.      

 Ndak ada satupun perbuatan yang hakikatnya tidak berasal dari Allah SWT. Dalam rukun iman, takdir baik dan buruk harus diyakini berasal dari ketetapan Sang Maha Kuasa. Allah berkuasa memberi petunjuk pada siapapun yang dikehendaki dan juga berkuasa menyesatkan siapapun yang dikendaki. Berbeda dengan kesetiaan pada makhluk yang pada umumnya transaksional dan temporal, kesetiaan pada Allah SWT idealnya bersifat searah dan abadi. Kesetiaan searah inilah yang kemudian populer disebut ikhlas. Terhadap mereka yang masih berpikir transaksional saat membuktikan kesetiaan, Ibn Athaillah menyindir:
كيف تطلب العوض على عمل هو متصدق به عليك؟ ام كيف تطلب الجزاء على صدق هو مهديه اليك؟
Bagaimana mungkin kamu meminta upah atas amalmu, sedangkan Allah lah yang memberikan amal itu kepadamu? atau bagaimana mungkin engkau menuntut balasan atas kejujuran/ibadahmu, sedangkan Allah lah yang memberikan ibadah itu kepadamu?

Setia itu karakter yang mestinya melekat pada seorang hamba. Menjadi hamba Allah SWT adalah status tertinggi bagi makhluk. Orientasinya hanyalah melayani dan mengupayakan pengabdian sempurna pada Sang Kekasih meski itu mustahil diwujudkan. Ndak ada yang lebih membahagiakan pada dirinya selain ditakdirkan menetapi aturan yang dititahkan-Nya. Setia itu perilaku orang yang berpikir rasional dan obyektif. Ia sadar bahwa keberadaannya di dunia ndak atas dasar kemauannya sendiri. Bahkan ia sendiri ndak mampu melakukan kontrol atas lama hidupnya. Ia sepenuhnya menyadari bahwa ia ndak memiliki saham atas semua yang ia peroleh. Secara hakikat, seluruh dirinya adalah ciptaan dan milik Allah SWT. Atas dasar itu, ndak ada noda kesombongan atas prestasi kebaikan yang ia lakukan. Begitu juga ndak ada ruang keluhan atas ketidaknyamanan yang mungkin menimpanya. Sebagai seorang hamba, ia setia untuk selalu melihat dan mengembalikan segalanya kepada Sang Pencipta, Allah SWT.    


Untuk background postingan masih SettiaBlog buat warna soft dengan pola yang agak acak. Dan bahasan SettiaBlog jangan terlalu di masukkan hati ya.
"It does not matter how slowly you go as long..."
(Tidak masalah seberapa lambat Anda berjalan, selama Anda ndak berhenti.)

"Have patience. All things are difficult before they become easy."
 (Bersabarlah. Semua hal akan sulit sebelum menjadi mudah)

No comments:

Post a Comment