Dec 4, 2022

Penyesalan yang Akan Kita Alami

 



Klip "forgotten season" di atas milik Cellodeck. SettiaBlog suka kombinasi warna yang di gunakan, syal Korea warna wintergreen dream (warna ini termasuk 'soil color') di kombinasi warna maroon. Terlihat klasik dan romantik, apalagi di tambah background Samsan Park dengan daun Maple yang berjatuhan. Daun Maple sendiri melambangkan keharmonisan dan kesetiaan. Keharmonisan ditandai dengan transformasi warna daun Maple itu sendiri seiring dengan perubahan musim, dari musim semi sampai musim gugur, warna daun Maple berubah dari hijau sampai merah atau kuning. Keharmonisan itu terjadi antara alam dan pohon Maple. Kesetiaan ditandai dengan bergugurannya daun Maple dari ranting pohon hanya pada waktunya saja yaitu musim gugur. SettiaBlog ambil potongan lirik dari 'forgotten season',
A season that always returns
Bestows me with a dream…however
A dream that can’t be realized is sorrowful
Brings me to tears

Musim akan terus berganti dan setiap musim, setiap masa dan setiap waktu akan ada harapan baru. Namun tidak semua harapan yang kita impikan akan jadi kenyataan.

Percayakah Anda, bila SettiaBlog katakan bahwa setiap manusia, tanpa terkecuali apakah ia orang baik atau tidak baik, akan merasakan penyesalan? Mungkin Anda bertanya, bagaimana orang baik merasakan penyesalannya? Dan untuk hal apa ia menyesal? Bagi seorang muslim, tentunya sangat hafal dengan sebuah surat pendek Q.S Al ‘Ashr (waktu) berikut ini:
“Demi waktu. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (Q.S Al ‘Ashr: 1–3)

Q.S Al ‘Ashr mendiskusikan aset penting dalam hidup, yang disediakan gratis oleh Allah SWT untuk dikelola. Aset tersebut dimiliki oleh setiap makhluk hidup, namun tidak semua makhluk hidup mampu mengelolanya. Aset tersebut adalah waktu. Manusia dan jinlah yang diberikan kemampuan sebagai pengelola aset tersebut. Siapapun yang gagal mengelola aset tersebut, maka akan merasakan penyesalan. Surat Al Ashr juga menginformasikan kepada kita bahwa semua manusia akan merasakan rugi dan menyesal, bahkan orang yang telah berbuat baik sekalipun, akan menyesal, mengapa ia tidak berbuat baik lebih banyak. Hal ini setidaknya dapat kita lihat dalam sebuah kisah di zaman Nabi Muhammad SAW berikut ini.

Seorang sahabat bernama Sya’ban radhiallahu ‘anhu meninggal dunia, Nabi Muhammad SAW bertakziah ke rumah beliau. Saat itu, Istri Sya’ban ra. bertanya:
“Ya Rasulullah ada sesuatu yang menjadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia berteriak tiga kali dengan masing-masing teriakan disertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya.”
“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah.
“Di masing-masing teriakannya, dia berucap kalimat ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh! Aduh kenapa tidak yang baru! Aduh kenapa tidak semua!’” jawab istri Sya’ban.

Rasulullah SAW pun melantunkan ayat yang terdapat dalam Q.S Qaaf: 22,
“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.”
“Apa yang dilihat oleh Sya’ban ra. (dan orang yang sakaratul maut) tidak dapat disaksikan yang lain. Dalam padangannya yang tajam itu Sya’ban ra. melihat suatu adegan di mana kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk shalat berjama’ah lima waktu. Perjalanan sekitar tiga jam jalan kaki, tentu itu bukan jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban ra. diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid,” ujar Rasulullah SAW.

Dia melihat seperti apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat, dia berucap:
“Aduh mengapa tidak lebih jauh”,
timbul penyesalan dalam diri Sya’ban ra, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih indah. Dalam penggalan kalimat berikutnya Sya’ban ra melihat saat ia akan berangkat shalat berjama’ah di musim dingin. Saat ia membuka pintu, berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Ia masuk ke dalam rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Ia memakai dua baju, Sya’ban memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut) di luar.

Ia berpikir, jika kena debu tentu yang kena hanyalah baju yang luar dan ketika sampai di masjid ia dapat membuka baju luar dan shalat dengan baju yang lebih bagus. Ketika dalam perjalanan menuju masjid, ia menemukan seseorang yang terbaring yang kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban ra pun merasa iba dan segera membukakan baju yang paling luar lalu dipakaikan kepada orang tersebut, kemudian ia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan shalat shubuh bersama-sama.

Orang itu pun selamat dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat jama’ah. Sya’ban ra pun kemudian melihat indahnya surga, sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Kemudian ia berteriak lagi
“Aduh!! Kenapa tidak yang baru”,
timbul lagi penyesalan dibenak Sya’ban ra. Jika dengan baju butut saja dapat mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu ia akan mendapatkan surga yang lebih indah jika dia memberikan pakaian yang baru. Berikutnya, Sya’ban ra. melihat lagi suatu adegan. Saat ia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. Bagi yang pernah ke tanah suci, tentu mengetahui ukuran roti Arab (sekitar tiga kali ukuran rata-rata roti Indonesia). Ketika baru saja ingin memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit roti karena sudah tiga hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal itu, Sya’ban ra merasa iba. Ia kemudian membagi dua roti tersebut dengan ukuran sama besar dan membagi dua susu ke dalam gelas dengan volume yang sama rata, kemudian mereka makan bersama-sama. Allah SWT kemudian memperlihatkan Sya’ban ra. dengan surga yang indah. Ketika melihat itupun Sya’ban ra. berteriak lagi,
“Aduh kenapa tidak semua!!”
Sya’ban ra kembali menyesal. Seandainya ia memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut, maka pasti ia akan mendapat surga yang lebih indah. Masyaallah, Sya’ban bukan menyesali perbuatannya, melainkan menyesali mengapa tidak optimal.

Melihat kisah indah tersebut, hampir dapat dipastikan, SettiaBlog dan Anda termasuk orang yang akan menyesal di saat akhir nanti. Karena kita kurang mampu memanajemeni aset secara optimal untuk dapat lebih banyak melakukan kebaikan. Yang mungkin dapat kita lakukan saat ini adalah berusaha meminimalkan penyesalan.



Bottom Note



Klip di Bottom Note ini "forgotten season" versi gitar akustik, enak lho ini vokalnya. Backgroundnya sendiri SettiaBlog gunakan soil color.  Soil (tanah). Hadits Rasulullah SAW :
"Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus kepadaku seperti seperti perumpamaan air hujan (ghaits) yang mengenai bumi. Tanah itu menerima air lalu dengannya tumbuh tanaman dan rerumputan yang banyak. Di antaranya hujan juga mengenai tanah cadas yang mampu menahan air, lalu memberikan manfaat kepada manusia dengannya. Mereka bisa minum darinya, mengambil air maupun bercocok tanam dengannya. Adakalanya hujan juga mengenai bidang tanah yang lain seperti tanah gersang. Tanah itu tak bisa menanhan air dan tidak pula tumbuh tanaman darinya. Itulah perumpamaan orang yang faqih perihal agama Allah. Ia bisa mendapatkan manfaat dari ilmu yang Allah ustus diriku dengannya. Dia memiliki ilmu dan mengajarkan ilmunya. Juga perumpamaan orang yang tidak mengangkat kepalanya (untuk ilmu), tidak menerima petunjuk Allah yang aku utus dengannya. (HR Bukhari dan Muslim).

Fungsinya Ilmu yang kita cari dan gali adalah untuk menghidupkan hati yang mati atau untuk membasahi hati yang gersang pada diri kita. Rasulullah SAW memberikan permisalan yang mudah untuk kita pahami yaitu ilmu dan hidayah dengan air hujan, karena air hujan memiliki fungsi yang sama, yaitu membasahi dan menumbuhkan tanaman. Fungsi air hujan inipun akan bermanfaat atau tidak tergantung bagaimana tanah yang dibasahi oleh air hujan, suburkah? atau gersang? atau bahkan subur namun bibit atau biji yang ada adalah biji rerumputan yang tidak bermanfaat? Jika hujan diibaratkan dengan hidayah dan ilmu, maka kita diibaratkan dengan tanahnya. Dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik manusia diibaratkan dengan sifat-sifat tanah:

Pertama, seperti tanah subur yang menerima air hujan lalu bisa tumbuh darinya tanaman dan rerumputan. Merekalah yang memiliki diri yang subur, mampu menerima ilmu dan bermanfaat bagi dirinya dan bagi sekitarnya. Seperti sahabat Abu Hurairah ra yang meriwayatkan 5.374 hadis Nabi Saw, Abdullah bin Umar ra meriwayatkan 2.630 hadis, Anas bin Malik meriwayatkan 2.286, Abdullah bin Abbas meriwayatkan 1.660 hadits dan sahabat lainnya. Mereka mampu menghafalnya, memahami isinya, mengamalkan dan bisa mengajarkan kepada orang lain. Bahkan ilmunya sampai pada kita dengan berbagai kemudahan untuk memperolehnya. Karena sifat air mengalir, maka begitu pula dengan ilmu, akan dialirkan oleh ahli ilmu menembus zaman dan negeri. Jikalaupun air tidak langsung habis, paling tidak akan tersimpan di dalam bumi dan menjadi mata air yang jernih tersaring oleh tanah.

Kedua, tanah yang mampu menahan air. Di atas tanah tersebut memang tidak tumbuh tanaman, akan tetapi ia bisa menahan atau menampung air. Sehingga orang bisa mengambil manfaat darinya; baik untuk minum, mengairi ladang maupun untuk memberi minum ternak-ternaknya.

Ketiga, tanah gersang. Ketika air hujan mengenai tanah tersebut, tanah itu menyerapnya begitu saja. Tidak ada tanaman yang tumbuh darinya, tidak pula tersisa air di atasnya. Tidak ada pengaruh apa-apa dari air hujan, meskipun hujan telah mengguyurnya. Ini seperti perumpamaan orang yang mendengar ilmu agama, namun tidak tergerak untuk mengambil manfaat darinya. Bahkan ia berpaling darinya. Tidak ada manfaat bagi dirinya dan juga tidak bermanfaat bagi yang lainnya. Sayang seribu sayang, orang yang mendapati hujan emas di depannya, namun tidak tertarik  untuk mengambilnya.

No comments:

Post a Comment