Oct 25, 2022

Apa C yang Patut Kita Sombongkan?

 



Maaf ya untuk yang baca blognya Settia! SettiaBlog sering cerita tentang kehidupan SettiaBlog, memang sangat berwarna, kebanyakan yang SettiaBlog ceritakan itu saat masih 'hidup di jalan' seperti yang sering SettiaBlog bilang. 'Hidup di jalan' yang SettiaBlog maksud itu ketika masih mencari jati diri, bukan tinggal di jalanan. Kalau sekarang c udah ndak mikir soal mode atau gaya, yang penting ada benda yang melekat di badan untuk menutup aurat. Sampai sering lho SettiaBlog itu di tanya orang, "mau ngarit ke mana mas?" SettiaBlog ya cengar cengir menjawab asal, "ke sana pak" Ngarit itu mencari rumput untuk makan ternak. Lha...SettiaBlog itu ndak punya ternak. Tapi SettiaBlog kerjanya tetap ngarit (mengais rezeki dari Allah SWT yang bertebaran di jagad ini), buat bekal ibadah. Lha kita lho bisanya apa, paling kalau ndak ngarit ya angon. Angon itu untuk orang yang beri bekal lebih ilmu dari Allah SWT, membimbing orang - orang yang belum paham. Udahlah, ndak usah di ambil pusing omongan SettiaBlog. Klip "sunset" milik Caroline Polachek di atas itu bagus lho. Cukup kreatif dan imajinatif. Musiknya SettiaBlog suka, kalau ndak salah ini musik Andalusia. Gayanya Caroline gunakan gaya Jewish, kalau SettiaBlog tetap gayanya Jawi. Setiap orang kan punya gaya beda - beda. Sunset bisa di artikan matahari tenggelam. Jadi ingat Surah Ar-Rahman ayat 17.
رَبُّ ٱلْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ ٱلْمَغْرِبَيْنِ
Tuhan (yang memelihara) dua timur dan Tuhan (yang memelihara) dua barat. Allah adalah Tuhan dua tempat terbit dan dua tempat tenggelamnya matahari pada musim dingin dan musim panas. Dan di lanjutkan ayat 18
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Maka, wahai manusia dan jin, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Sudah jelas kan ya, kita thu ndak berarti apa - apa tanpa kasih dan sayang Allah SWT. O...ya, mengingatkan gendhuk SettiaBlog. Gendhuk SettiaBlog harus membiasakan sikap momong, among dan ngemong, namanya juga berkumpul dan bersosialisasi dengan banyak orang. Karena gendhuk SettiaBlog orangnya sering ngambekan dan kadang mokong.

Pernah kan kita bertemu dengan orang sombong? Atau pernahkah diri ini merasa sombong? Sebenarnya apa c yang dimaksud sombong itu? Sombong adalah saat kita menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Kesombongan itu membinasakan, kesombongan membuat kita merasa lebih tinggi dari orang lain. Apa c yang patut disombongkan dari diri kita sedangkan Allah Swt menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah. Selain itu, segala apa yang ada di bumi itu hanyalah titipan semata dari Sang Pencipta. Tanpa kita sadari dalam dunia pergaulan manusia sehari-hari, kesombongan sering menggejala. Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan adanya kelebihan yang dimiliki baik dari segi jabatan atau kedudukan, kekayaan yang melimpah, kecantikan ataupun ketampanan bahkan dalam segi ilmu pengetahuan. Misalnya saja, kita menyombongkan kepintaran namun keesokan harinya kita mengalami kecelakaan dan amnesia maka ilmu yang kita banggakan itu sudah tidak ada artinya lagi. Jika kita memiliki jabatan, kedudukan dan kekayaan namun Allah Swt dapat menghilangkannya dalam sekejap. Seperti halnya sekarang ini, bencana sering sekali terjadi baik kebakaran maupun banjir. Dalam sehari seluruh harta yang kita miliki itu dapat lenyap. Bukankah ilmu, kekayaan dan segalanya adalah milik Allah Swt sehingga sewaktu-waktu dapat diambil kapan saja.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. Luqman ayat 18 yang artinya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. Nah sebenarnya sikap sombong dapat terjadi dari enggannya seseorang untuk mengevaluasi diri karena merasa benar. Sehingga ketika seseorang nantinya memberikan saran kepadanya maka ia akan menolak hal tersebut dan membuat pembenaran dalam dirinya. Rasulullah Saw pernah bersabda, “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya ada sifat takabbur (sombong) walaupun sekecil dzarrah (biji kecil)”. Namun, ada beberapa ciri sifat sombong yang sebenarnya tanpa disadari ternyata pernah kita lakukan, sebagai berikut:

Apapun topik pembicaraannya, selalu berakhir membicarakan diri sendiri

Biasanya orang sombong cenderung fokus membicarakan dirinya sendiri sehingga apapun topik pembicaraannya maka akan dikaitkan dengan dirinya. Misalnya saja, kita sedang berkumpul dalam suatu ruangan dan membicarakan tentang rencana pembuatan buku. Tiba-tiba Anda berkata, “Tahun lalu saya juga sempat buat tulisan di buku dan diterbitkan”. Informasi yang sebenarnya tidak dibutuhkan dan menyebabkan orang lain merasa risih jika dilakukan secara terus menerus.

Orang lain wajib tau orang-orang penting yang ada dalam pergaulan Anda

Terkadang kita tidak berniat pamer akan kekayaan yang dimiliki namun kita gemar membicarakan orang-orang penting dalam lingkungan keluarga. Misalnya saja tanpa ada yang bertanya, tiba-tiba Anda berkata, “Eh tanteku kemarin terpilih jadi anggota DPR lho.” Hal yang tanpa kita sadari dari sikap membanggakan orang-orang di sekitar kita dapat memicu sifat sombong. Meskipun niat kita tidak demikian namun jika kebiasaan ini sering kita lakukan maka lambat laun perasaan sombong akan muncul dalam diri kita karena merasa memiliki orang-orang dengan jabatan penting.

Mengeluh sembari pamer

Sikap pamer yang dibungkus dalam keluhan itu tanpa disadari sering dilakukan oleh orang-orang saat ini. Misalnya saja Anda mengeluh, “Aduh jengkel deh masa iPhone 13 Pro Max ku dipinjam sama kakak, akhirnya pake yang Samsung S22 deh.” Tidak ada salahnya mengeluh namun ada baiknya jika tidak didasari dengan rasa ingin pamer yang membuat orang lain menjadi risih dengan kita bahkan bisa menimbulkan perasaan iri. Secara tidak langsung dari keluhan kita tersebut seakan ingin memberitahukan ke orang lain bahwa kita memiliki beberapa gawai yang belum tentu orang lain bisa miliki.

Tidak respek dengan pencapaian orang lain

Saat seorang teman menceritakan pencapaian yang diperoleh terkadang Anda merasa tidak tertarik. Hal tersebut mungkin tidak diutarakan secara langsung namun jika dalam diri sudah ada perasaan menganggap diri lebih hebat atau superior dari orang lain maka itulah salah satu bibit dari kesombongan. Padahal pencapaian orang lain bisa saja tidak seperti yang kita raih namun proses yang mereka lalui untuk mencapai titik tersebut dapat lebih ekstrem dari apa yang pernah kita alami. Keadaan tiap orang berbeda sehingga kita juga patut untuk menghargai pencapaian orang lain sekecil apapun itu.

Bangga dengan pencapaian diri sendiri atau keluarga dan orang lain wajib tahu

Merasa bangga atas pencapaian diri sendiri ataupun keluarga adalah hal lumrah. Namun jika kebanggaan tersebut dilakukan dengan menceritakannya kepada orang lain secara berulang atau terus menerus tentunya akan membuat orang lain malas. Bahkan orang yang awalnya ikut bangga menjadi biasa saja dengan cerita yang Anda utarakan.

Menyepelekan kemampuan orang lain

Menyepelekan orang lain adalah hal yang tidak dapat dipungkiri sering terjadi khususnya dalam dunia kerja. Perasaan merasa lebih baik dari orang lain dan menganggap bahwa tanpa kehadiranmu semua tidak akan berjalan dengan baik adalah salah satu bibit sombong yang perlu kita hindari.

Berdasarkan beberapa ciri di atas tentunya kita harus mampu mengendalikan diri agar tidak terjerumus atau memiliki bibit sombong dalam diri kita. Oleh karena itu, sifat sombong atau takabbur, baik karena harta, jabatan dan ilmu pengetahuan, tidak boleh terjadi. Segala hal yang kita miliki haruslah kita syukuri dan berusaha untuk muhasabah agar dapat menjadi lebih baik kedepannya sehingga tidak menjadi orang yang merugi.  Selain itu kita harus mampu bergaul dengan semua orang tanpa membeda-bedakan tingkat status sosial. Sebab dengan cara seperti itu paling tidak kita telah melakukan latihan untuk menghilangkan rasa sombong yang ada pada diri sendiri.



Bottom Note

Momong, among, ngemong merupakan nilai-nilai kearifan lokal yang mampu menciptakan kepemimpinan yang :

Religiusitas

Pada prinsipnya, religious leadership bukan terletak pada keyakinan beragama, praktik beragama, pengalaman beragama, atau pengetahuan beragama. Sekalipun keempat hal tersebut perlu sebagai landasan, pemimpin menekankan dan perlu menunjukkan konsekuensi beragama dalam values, attitudes, dan behavior yang diamalkannya. Values, attitudes, dan behavior tersebut menjadi landasan dalam beberpa hal. Pertama, dalam membangun visi organisasi. Kedua, dalam hal membangun keyakinan masa depan organisasi. Ketiga, dalam menunjukkan rasa cinta kasih kepada para pemangku kepentingan. Religious leaders tidak terjebak pada pengutamakan kinerja ekonomi semata-mata, apalagi dengan menghalalkan segala cara untuk mengejar laba dan pertumbuhan. Dan juga tidak terjebak pada pengutamakan salah satu agama atau penganut agama, atau menekankan pada praktik, pengalanan, dan pengetahuan beragama. Tetapi lebih pada nilai-nilai spiritual, yang secara keseharian tampak pada sikap, ucapan, tindakan, kemauan menolong, kesediaan bekerjasama dengan semua orang. Dan yang sangat penting adalah kemampuan dalam menghayati pekerjaan sebagai salah satu wujud dari makna kehidupan dan meyakini bahwa yang dikerjakannya adalah sebuah panggilan hidup.

Kekeluargaan

Pemimpin yang memegang nilai-nilai kekeluargaan adalah dia yang memandang setiap orang memiliki kedudukan yang sama dan sederajad sebagai insan. Perbedaan dalam hal jabatan, posisi, kedudukan, keahlian, maupun pangkat di dalam organisasi sama sekali tidak mengurangi kesamaan dan kesederajadan setiap pemangku kepentingan, termasuk karyawan, dalam menjalankan organisasi. Kesamaan tersebut tercermin dalam perlakuan yang adil sesuai dengan posisinya dalam pemangku kepentingan. Baik dalam tangung jawab, wewenang, dan imbalan atau penghargaan yang dberikan secara adil. Adil tidak berarti sama atau merata. Pemimpin yang adil, yang menerapkan fair leadership, berusaha untuk jernih dan akuntabel dalam menghadapi masalah. Tidak bias karena kepentingan atau keberpihakan. Adil sejalan dengan independensi dalam melihat dan memecahkan masalah organisasi, termasuk masalah antar karyawan maupun pemangku kepentingan lainnya. Dalam hal absennya peraturan, pemimpin berperikemanusiaan terkadang perlu menggunakan golden rule : membuat keputusan terbaik bagi orang lain seperti membuat keputusan untuk diri sendiri; atau membuat keputusan orang lain seperti yang kita harapkan kalau orang lain membuat keputusan untuk kita sendiri; jujur, dan dengan memperhatikan situasi setiap orang terkait. Dalam kondisi seperti itu, atau dalam kondisi ketidaksesuaian aturan yang ada, pemimpin berani untuk berinisiatif mengubah atau menyempurnakan aturan.

Keselarasan

Pemimpin yang berpegang pada prinsip keselarasan dapat disetarakan dengan harmony leader. Dalam hal pencapaian tujuan, kepemimpinan selaras atau harmoni berusaha menyeimbangkan tujuan dan cara mencapainya dan memperhatikan budaya atau peradaban masyarakat. Dalam hal hubungan dengan sesama dan pemangku kepentingan, pemimpin selaras, atau pemimpin dalam keselarasan adalah pemimpin yang mampu mempengaruhi dan menggerakkan orang lain dengan cara yang bersahabat, tidak menimbulkan konflik terbuka. Secaa positif, pemimpin dalam keselarasan mampu menimbulkan kehidupan organisasi yang tentram, rukun, semua berkarya dengan senang dan optimum karena masing-masing menempati posisi yang sesuai dengan harapan dan kapasitas.
Sudah ... sudah..., sebenarnya masih banyak lagi, lha wong SettiaBlog kok jadi ngelantur ndak karuan.

No comments:

Post a Comment