Sep 18, 2016

Belajar Menjadi Cerdas Finansial Spiritual



Dahulu kita lahir tidak bisa berbuat apapun kecuali menampilkan dan sedikit menggunakan kaki dan tangan. Dengan kemampuan pembelajaran yang tinggi dari karunia Sang Pencipta,  hari demi hari adalah belajar dan belajar.  Secara bertahap kita bisa duduk, bertahap,  berlari, berbicara, dan menulis. Proses terus berlanjut hingga kita menguasai berbagai macam keterampilan atau keahlian lain seperti yang Anda miliki saat ini.



Proses pembelajaran pada anak-anak adalah sesuatu yang luar biasa. Cobalah perhatikan bagaimana proses pembelajaran  untuk bisa berjalan pada anak-anak. Atau perhatikan pula proses yang Anda lalui pada saat Anda belajar naik sepeda.

Setelah merenung dan mempelajari proses pembelajaran yang sukses dari peristiwa pembelajaran keseharian plus penerapan proses pembelajaran melalui training PSQ. Proses pembelajaran menjadi Cerdas Finansial Spiritual, bukan pembelajaran tentang kecerdasan Finansial Spiritual. Saya menyebut proses itu sebagai proses pembelajaran FSQ Lima Dalam Satu.

Memahami

Proses pembelajaran dimulai dari memahami. Dalam versi training, FSQ dapat Anda pahami secara lebih mudah dan mengena karena setiap konsep disampaikan dalam bentuk game dan simulasi yang memadai. Apalagi apabila Anda berkesempatan untuk mengikuti training versi lengkap, biasanya membutuhkan waktu dua hari. Anda akan lebih bisa menikmati proses pembelajaran yang sangat mudah dan full edutainment.

Mengerjakan

Sehebat apapun trainer, pelatih, guru, sebrelian apapun murid yang belajar, semuanya akan sia-sia dan tidak akan menghasilkan sesuatu kecuali sang murid segera mengerjakan apa yang dipelajarinya dalam skala nyata. Ilmu apapun tidak ada manfaatnya kecuali di praktekkan.

Cobalah Anda bandingkan para mahasiswa jurusan kedokteran dengan para mahasiswa jurusan manajemen. Mahasiswa kedokteran selalu mempraktekkan apa yang telah di pelajarinya secara teori. Setelah belajar ilmu anatomi secara teori misalnya, mereka akan segera mempraktekkannya di laboratorium dengan tubuh manusia sebenarnya walaupun hanya tubuh manusia yang sudah meninggal. Disiplin teori yang didukung dengan praktek inilah yang mengantarkan mereka benar-benar bisa menjadi dokter manakala telah menyelesaikan proses pendidikannya.

Berbeda halnya dengan mahasiswa jurusan manajemen. Mereka hanya belajar teori dan teori. Akibatnya, banyak mahasiswa manajemen menyelesaikan studinya tanpa bisa menjadi manajer. Belajar manajemen adalah seperti orang belajar naik sepeda. Bisakah Anda menjelaskan dengan baik bagaimana cara bersepeda kepada orang yang belum bisa naik sepeda, sedemikian hingga dengan penjelasan itu orang yang belum bisa naik sepeda langsung bisa naik sepeda? Mustahil bukan?

Inilah hakekat pembelajaran ilmu manajemen bahkan ilmu apapun. Sulit bagi kita untuk benar-benar menguasai ilmu kecuali ada proses pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk mempraktekkan ilmunya. Bukan hanya sekedar mempelajari teori, sehebat apapun teori yang dipelajari.

Mengulang-ulang

Mempraktekkan sebuah konsep atau ilmupun tidak bisa sekedar mempraktekkan. Bila Anda bisa mengendarai sepeda, coba renungkan, bagaimana proses Anda belajar naik sepeda sampai bisa. Bisakah sekali pegang sepeda langsung bisa mengendarainya tanpa terjatuh?

Anda perlu berhari-hari belajar naik sepedauntuk akhirnya mahir dan tidak terjatuh.Bahkan bukan hanya berhari-hari. Biasanya seorang yang belajar naik sepeda juga mengalami berkali-kali terjatuh sebelum akhirnya bisa mengendarai sepeda dengan baik dan mahir tanpa terjatuh.

Membiasakan

Mengulang-ulang dalam mempraktekkan sebuah konsep atau ilmu akan menjadikan sebuah kebiasaan. Pada saat kebiasaan terbentuk, kita akan sangat mahir dalam ilmu tersebut. Jadi standard mengulang-ulang adalah sampai terbentuk sebuah kebiasaan.

Bila Anda pernah berlatih karate atau pencak silat, Anda akan merasakan contoh yang baik. Mengapa Anda harus ribuan kali bahkan jutaan kali melatih diri dengan jenis pukulan tertentu. Mengapa pukulan lurus ke depan harus diulang-ulang terus sampai kapanpun Anda berlatih bela diri. Rahasianya ada pada pembiasaan. Anda harus berlatih dengan pengulangan sedemikian hingga pukulan lurus ke depan bagi Anda adalah sebuah reflek, tidak perlu lagi ada proses logika dalam memukul lawan dalam sebuah pertandingan yang sesungguhnya. Otomatis.


Tentang pembiasaan ini, ada sebuah cerita yang menarik. Seorang yang hobi memancing, sebut saja si Caca, suatu saat memancing di sebuah sungai yang berada di sebuah kampung di tengah hutan. Sejak pagi ia sudah memancing di sungai yang lebar dan dalam itu.

Ketika sedang asyik menunggui kailnya yang mulai disentuh ikan, tiba-tiba ia dikejutkan dengan seorang remaja yang menyeberangi tempatnya memancing dengan cara yang selama ini hanya ia saksikan di televisi dan film. Remaja kampung itu menyeberang di sungai dengan cara berjalan di atas permukaan air. Ia benar-benar takjub karena ilmu berjalan di atas permukaan air yang selama ini dikiranya hanya ada di dalam film ternyata bisa dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Apalagi yang mempraktekkannya bukanlah orang-orang yang menunjukkan tampang jagoan. Ia hanya anak remaja seusia SMA yang jauh lebih muda dari dirinya.

Sambil kegirangan karwna kailnya di sambar oleh ikan gabus besar, ia terus-menerus berfikir. Betapa hebatnya hebatnya si remaja tadi. Bisa mengusai ilmu meringankan tubuh sehingga bisa berjalan di atas permukaan air sungai yang dalam dan lebar.

Tiba-tiba ia dikejutkan kembali oleh seorang wanita paruh baya yang dengan cara yang sama menyeberang sungai dengan ilmu berjalan di atas permukaan air. Bahkan kali ini nampak lebih sempurna karena wanita yang memakai rok panjang dan berkerudung itu tampak itu tetap dengan tenang menyeberangi sungai dalam ini dengan sukses. Semakin penasaranlah si Caca.

Dalam keadaan penasaran, datanglah seorang pemuda desa yang sedang berjalan santai di jalanan setapak tepi sungai. Caca menghampiri si pemuda itu dan menanyakan tentang bagaimanakah caranya belajar ilmu kesaktian agar bisa berjalan di permukaan air.

Mendapat pertanyaan lugu dari Caca, pemuda itu tertawa ngakak dan begitu saja meninggalkan si Caca dalam keadaan penasaran sambil memperagakan kemahirannya berjalan diatas permukaan air sebagaimana warga desa yang sebelumnya telah dilihat oleh Caca.

Dalam keadaan yang makin penasaran, Caca terus memancing. Datanglah seorang pemuda yang membawa pancing. Pemuda itu memancing tidak jauh dari Caca memasang kailnya. Caca ngobrol kesana kemari dengan pemuda itu, Caca menanyakan apakah ia juga menguasai ilmu berjalan di atas air. "Ilmu apakah yang Anda maksud" tanya pemuda itu.
"Gini mas, selama berada di sini saya sudah mendapati ada tiga orang warga kampung yang mahir berjalan di atas permukaan air ketika menyeberangi sungai ini."
"Oooo...gitu. Saya juga bisa"
"Anda bisa?"
"Ya, bisa"
"Kalau begitu maukah Anda mengajari saya ilmu seperti itu?" sergap si Caca.
"Mau!! Tapi ada syaratnya!"
"Apa syaratnya?" tanya Caca makin penasaran.
"Ada tiga. Pertama, bila Anda mengusai ilmu ini, Anda tidak boleh sombong!"
"Oo.. Kalau itu saya berjanji. Saya tidak akan sombong apalagi menggunakan ilmu ini untuk berbuat sewenang-wenang. Syarat kedua?"
"Anda harus membayar Rp 500 ribu kepada saya sebagai akad antara guru dan murid"
"Ok..kebetulan saya lagi bawa uang. Saya bayar sekarang"
"Nanti dulu, ada syarat ketiga: setelah mempelajari ilmu ini, Anda harus menjadi orang yang berkomitmen tinggi terhadap kata-kata yang pernah Anda ucapkan dan tidak boleh menelan ludah kembali. Artinya, Anda tidak boleh melanggar komitmen yang telah Anda buat dengan orang lain."
"Ok. Saya setuju dengan semua syarat itu. Ini uang Rp 500 ribu saya serahkan."
"Baik. Sekarang kita mulai pelajarannya."
Sambil melompat ke sungai, si pemuda tadi berkata, "inti ilmunya, Anda harus jeli memperhatikan dan menghafal posisi batu-batu besar yang ada di sungai ini. Saya akan menunjukkan lokasinya dan setelah itu Anda harus menghafalnya. Melompatlah tepat di batu besar itu. Jangan salah. Karena kesalahan akan menjadikan Anda tercebur ke sungai yang dalam ini. Batu besar ini sebagian memang asli telah berada di sungai ini. Sebagian lagi adalah hasil kerja bakti warga kampung untuk mempermudah mereka bila hendak pergi ke pasar yang terletak di seberang sungai ini."

Sambil bengong si Caca memperhatikan kesaktian si pemuda kampung itu. Caca tidak bisa menarik Rp 500 ribu yang telah diberikannya kepada guru "ilmu sakti berjalan di atas permukaan air" karena sudah menjadi kesepakatan berdua.

Saudaraku wahai pembaca, begitulah perbedaan orang ahli dengan orang tidak ahli. Keahlian seseorang dalam bidang tertentu akan nampak sebagai sebuah "kesaktian" bagi orang lain yang tidak memahaminya. Caca telah kehilangan uang Rp 500 ribu untuk belajar ilmu "kesaktian" berjalan di atas permukaan air. Memang begitulah. Ilmu sesederhana apapun harus di pelajari dengan pengorbanan. Jangan harap Anda ongkang-ongkang kemudian tiba-tiba mendapatkan ilmu apalagi sebuah keahlian.
Warga kampung tempat si Caca memancing benar-benar hafal letak batu-batu di sungai yang airnya keruh, karena sehari hari memang mereka harus melalui sungai itu. Anak-anakpun harus "berjalan di atas permukaan air" untuk mencapai sekolah yang memang berada di seberang sungai itu. Tanpa keahlian "berjalan di atas permukaan air" tentu saja mereka tidak akan bisa bersekolah. Pengulangan dan kebiasaan akan menghasilkan penguasaan seperti orang yang sakti.

Saya mengajak Anda untuk belajar menjadi cerdas finansial spiritual. Caranya dengan disiplin dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkan keahlian.

Menuai Hasil

Ilmu yang telah menjadi habbit atau kebiasaan pun sebenarnya tidak otomatis mendatangkan hasil. Anda harus memiliki kemampuan mendayagunakan kebiasaan Anda dan menghubungkan dengan pihak lain untuk dapat memperoleh keberhasilan.

Sebagai gambaran, betapa banyak orang yang memiliki keahlian menghasilkan sebuah produk tetapi ternyata tidak mampu memasarkannya dan akhirnya tidak akan pernah memperoleh hasil yang dia harapkan.

Coba Anda amati dari para dokter. Tidak semua dokter yang ahli mengobati orang sakit kemudian menjadi dokter sukses. Dibutuhkan keahlian berkomunikasi dengan pasien, keahlian dalam berempati, keahlian dalam bersosialisasi dan sebagainya yang tidak bisa diabaikan agar menjadi seorang dokter yang sukses dan terkenal.

Namun demikian, keahlian dalam berkomunikasi, bersosialisasi dan sebagainya tidak akan berarti tanpa keahlian mengobati orang sebagai keahlian dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter.

Ketahuilah bahwa kelima tahap dalam belajar yang sudah Anda baca dan pelajari di depan adalah sebuah rangkaian logis dari upaya yang harus kita lakukan untuk sukses mempelajari apapun. Menerapkan lima langkah itu secara konsisten akan menjadi penyebab sebuah keberhasilan dalam hidup.

Namun ketahuilah bahwa urutan logika lima langkah di atas dirumuskan dengan memperhatikan banyak variabel. Ada variabel yang bisa kita kontrol dengan baik, sementara di luar itu ada lebih banyak lagi variabel yang sulit atau bahkan sama sekali tidak bisa kita kontrol. Inilah yang harus kita sadari.

Kesadaran bahwa kita tidak bisa mengontrol banyak variabel seperti cuaca, respon orang lain, respon perusahaan lain, dan sebagainya menurut kita untuk mengakui kelemahan dan kemudian melibatkan peran sang Khaliq dalam proses pembelajaran kita.

Secara praktis, kesadaran ini diimplementasikan secara praktis dengan doa. Awalilah setiap langkah dalam belajar Anda dengan doa. Belajar memahami dengan berdoa, mempraktekkan ilmu yang telah dipahami juga dengan doa, mengulang-ulang juga dengan doa, membiasakan juga dengan doa, dan yang terakhir menuai hasil juga dengan doa.

Doa adalah tanda bersyukur karena kita masih diberi kemampuan untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Bersyukur akan menambah nikmat sementara ingkar akan menuai celaka dan kepedihan.

Jadi, untuk menuju keberhasilan menjadi orang yang cerdas finansial spiritual Anda harus merangkai kelima langkah di atas dengan satu komitmen : selalu dalam kontak dan doa dengan sang Khaliq yang menciptakan Anda dan keberhasilan Anda.



2 comments: