Mar 4, 2017

Terobosan Bukan Keharusan


Hemat Jadi Hebat

Ceritanya, ketika sedang menumpang bus kota, Tora melihat Aming berlari terengah-engah di samping bus tersebut.
"Ming, kenapa elo lari-lari di samping bus? Naik aja ke atas" ajak Tora.
"Gue lagi menghemat seribu perak." "Kalau begitu, mending elo lari-lari di samping taksi." Sambung Tora. "Bisa hemat dua puluh ribu perak!" Ah, ada-ada saja.
Demikianlah, hemat menjadi keinginan banyak orang. Anda juga kan? Dan ternyata berbekal otak kanan dan kreativitas. Anda bisa hemat dan hebat sekaligus! Tidak percaya? Longok dan tengoklah modern gingerbread house di situsnya www.redenvelope.com. Bukan sembarang kue! Kue yang satu ini dibikin semirip mungkin dengan desain rumah pemesannya. Hmm, kebalikan dari Baby Cake, popok yang menyerupai kue.

Sejenak, coba tutup mata Anda rapat-rapat dan bayangkan, betapa lebarnya senyum kerabat Anda ketika menerima hadiah kue dari Anda, apalagi mengetahui kue itu mirip dengan rumahnya. Wah, wah bisa mati kesenangan dia! Kami yakin, ide ini layak disebut hemat, layak disebut hebat. Ah, seperti iklan saja.

Sekarang kita pergi ke India. Dengan menjunjung tinggi filosofi low profile ala Gandhi, perusahaan Tata (dirintis oleh Jamserji Tata pada tahun 1868) coba mengembangkan mobil murah. Namanya juga mencoba, tidak ada salahnya tho? Awal-awal, mereka meninjau kemabliapakah komponen-komponen tersebut betul-betul dibutuhkan. Misalnya, empat cakram rem yang biasa terdapat di mobil. Supaya lebih hemat apakah bisa cuma memakai tiga cakram rem?

Untuk transmisi, Tata mengusung model terbaru yang lebih sederhana. Tentu, lebih hemat jadinya. Didesain untuk mengurangi hambatan angin, bentuknya mini dengan empat pintu samping dan empat kursi di dalamnya. Bagian depannya pesek, sedangkan bagian belakangnya agak bongsor untuk menaruh mesin. Umtuk urusan pembelian suku cadang, mereka berkomunikasi dengan pemasok via internet. Jelas lebih hemat kan?

Di mobil ini, sampai bungkuk sekalipun, tidak bakalan Anda menemukan power steering, power window, radio dan AC. Tachometer saja tidak ada. Yang ada cuma speedometer analog. Pokoknya, serba hemat. Tetapi, dengan begitu, Anda boleh membawa pulang mobil ini, setelah membayar sekitar 28 juta rupiah. Wuih, muantap!

Konon, inilah mobil termurah di dunia, yang berusaha menyapu bersih pasar menengah ke bawah. Yap, mereka tahu persis apa itu hemat, apa itu hebat. (Menurut kami, India itu gajah. Lamban, tapi mantap! Sedangkan China itu itu naga. Serba lincah! Makanya Menteri Perdagangan India, Kama Nath pernah berkilah, "China memenangkan sprint! India memenangkan maraton!" Kami tambahkan, "Indonesia akan memenangkan balap karung!" Hehehe!)

Sedikit berbeda dengan Jason Osborn dan Jason Wright. Pada tahun 2005, di apartemen mereka di New York, mereka membesut Feed Granola, sebuah snack berbahan organik. Mula-mula Osborn yang berlatar belakang pendidikan periklanan dan Wright pariwisata ini coba menawar-nawarkan sampel snack tersebut kepada tetangga sekaligus mendapatkan masukan dari mereka, yang rata-rata bukanlah teman Osborn dan Wright.

Sesudah menuai seonggok respons yang positif, duo usahawan ini semakin bernafsu. Merekapun memberanikan diri untuk menggamit sebuah perusahaan katering. Pasalnya, mereka perlu dapur. Supaya hemat, maka mereka menyodorkan sistem barter. (Supaya lebih hemat, sistem barter ini dapat dikombinasi dengan cara bayar panjang dan cara bayar tunda.) Ringkas cerita, merekapun mengotak-atik granola pada malam hari, karena hanya pada malam harilah perusahaan katering itu tidak memakai dapurnya. Yah, mau bagaimana lagi? Yang penting hemat.

Seiring lejitan pertumbuhan, kemudian mereka menggandeng perusahaan katering terbesar di Bronx. Siapa sangka? Supaya hemat, lagi-lagi mereka mengedepankan sistem barter, yakni berupa pelatihan untuk karyawan perusahaan katering tersebut. Pada tahun 2006, bisnis granola ini telah bernilai 110.000 dollar dengan target penjualan dua juta per-tahun. Hmm...ambilah kalkulator. Silahkan Anda rupiahkan. Mereka bukan saja hemat, tapi juga hebat.

Begitulah, terobosan tidak harus berujung dengan pemborosan. Terbukti sudah, bertumpu pada otak kanan dan kreativitas mereka semua, berhasil mengakali biaya dan proses. Setuju kan? Istilah umumnya: murah, meriah. Istilah kami : hemat, hebat. Limited cost, unlimited impact. Exactly, it's about Creative Marketing. Nah, sekarang giliran Anda. Tunggu apa lagi, oi?

Pelanggan Jadi Pesuruh

Sudah menjadi fitrah bagi manusia untuk mencari untung, sekecil apapun. Terutama bagi seorang marketer. Caranya saja yang berbeda-beda.

Di Jogjakarta, tepatnya sebuah dealer motor, ada sebuah warung tenda. Namanya warung tenda, pastilah yang dijual ayam, lele, tempe dan sejenisnya. Mana mungkin jualan baju? Ganjilnya, begitu Anda masuk, penjualnya yakni sepasang suami-istri berusia sekitar 60-an malah nyuekin Anda. Serius? Memang kami suka bercanda, tetapi kali ini kami serius!

Paling banter. Kamu cuma di kasih tahu tempat bahan-bahan yang sudah dibumbui dan tempat minuman. Selanjutnya. Anda dipersilahkan menggoreng sendiri, meracik sambal sendiri dan mengambil minuman sendiri. Yah, begitulah. Terus, soal rasa? Yah, beda-beda. Tergantung Anda sendiri. Ternyata, ramai sekali mahasiswa yang kepincut untuk mengisi perutnya di tempat itu.

Ketahuilah bahwa pelanggan bukan lagi raja. Berilah perintah kepada pelanggan Anda. Sekali lagi, berilah perintah kepada pelanggan Anda. Karena pelanggan telah menjadi pesuruh! Bahasa kasarnya, pelanggan telah menjadi budak! Anda sama sekali tidak salah baca dan kami juga tidak salah ketik. Bukankah dalam skala tertentu, konsumen telah disuruh-suruh oleh produsen? Hei, masih tidak percaya?

Baiklah. Supaya Anda percaya kepada kami, akan kami sodorkan setumpuk contoh. Dulu, produsenlah yang membuat furnitur dari A sampai Z. Pokoknya, konsumen tahu beres saja. Sekarang apa yang terjadi? Ikea menyuruh konsumen untuk merakitnya sendiri. Dengan hanya mencetak buku panduan merakit, disengaja atau tidak Ikea berhasil berhemat dari segi perakitan dan pengiriman.

Dulu, restoranlah yang menunjukkan menu dan mengantarkan makanan ke meja pelanggan. Ringkasnya, pelanggan tahu beres saja. Sekarang apa yang terjadi? Restoran fastfood menyuruh konsumen untuk melihat menu dan mengambil makanannya sendiri. (Untung tidak disuruh cuci piring sekalian!) Dengan konsep self-service, disengaja atau tidak restoran fastfood berhasil berhemat dari segi pelayanan. Demikian pula yang terjadi di supermarket, photo box dan ATM.

Untuk bisnis pencucian mobil, ada kalanya produsen hanya menyediakan alat-alat mencuci. Seterusnya? Produsen menyuruh konsumen untuk menyemprot mobilnya sendiri. Itu pula yang kami alami ketika bekerja di Genting Highland beberapa tahun yang silam. Di sana hanya disediakan mesin laundry. Seterusnya? Terpaksalah kami yang harus mengoperasikan mesin pencuci dan pengering sendiri.

Masih mau contoh lagi? Bolehlah Anda tengok maskapai AirAsia. Mereka bahkan menyuruh calon penumpangnya untuk menjadi petugas biro perjalan terlebih dahulu sebelum menjadi penumpang. Maksudnya, calon penumpang harus memberesi semua pekerjaan biro perjalanan, mulai dari mengklik internet, mencocokkan jadwal, sampai dengan mencetak tiket. Apa hendak dikata, pelanggan telah menjadi pesuruh.

Bagi Anda yang belum puas juga, akan kami beberkan sederet contoh lainnya. Untuk developer tertentu, pelanggannya disuruh menjadi setengah mandor, di mana pelanggan turut mengawasi pembangunan rumahnya sendiri. Di tempat pemancingan tertentu, para pengunjung disuruh memasak ikan sendiri. Di kebun tertentu, para pengunjung disuruh memetik buahnya sendiri. Di swalayan dan kafe tertentu di negara-negara maju, pelanggan disuruh membawa plastik pembungkus sendiri, tempat minum sendiri, bahkan tempat duduk sendiri. Bukan main!

Ladies and gentlemen, consumers become co-producer already. Konsumen telah menjadi co-producer. Ada enaknya lho! Selain berhemat, rupanya ini juga dapat mempermudah tercapainya titik kepuasan. Sebabnya? Kok pakai tanya? Ya iyalah! Konsumen kan ikut terlibat langsung dalam proses produksi tersebut. Inilah yang namanya hemat! Inilah yang namanya hebat! Dan kamipun semakin yakin, terobosan tidak harus berujung pada pemborosan!

No comments:

Post a Comment