Di luar masih gerimis dikit - dikit, enaknya bahas apa ya? Video klip di atas ada "iris" dengan ilustrasi secangkir milk tea dan suasana gerimis kayaknya cocok. Bunga Iris sendiri melambangkan Iman dan harapan. Berharap kepada Allah SWT merupakan salah satu sifat paling penting yang harus dimiliki oleh seorang mukmin sepanjang perjalanan hidupnya. Saat mencari keridhaan dan petunjuk Allah SWT, mereka harus memelihara harapan akan rahmat Allah SWT dan percaya pada rencana-Nya. Betapapun gelap atau penuh tantangannya hidup ini, percaya kepada Allah SWT akan memberikan cahaya, karena Allah SWT selalu memberikan jalan keluar dari kesulitan. Harapan ini merupakan bukti keimanan seseorang dan sangat penting dalam mengatasi cobaan hidup.
⚘ Harapan yang Berasal dari Iman
Harapan kepada Allah SWT muncul langsung dari keimanan. Ndak ada harapan sejati tanpa keyakinan yang kuat. Harapan yang bertahan lama dan sangat memengaruhi jiwa harus berakar pada keimanan yang teguh. Keimanan kepada Allah SWT inilah yang membantu seseorang mengatasi kesulitan hidup, mengangkat semangat mereka, dan menghubungkan mereka dengan Sang Pencipta. Harapan kepada Allah SWT berakar pada keyakinan bahwa Dia adalah Sang Pencipta yang Mahakuasa yang mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya. Ndak ada satu pun ciptaan yang luput dari pengetahuan-Nya—baik gerakan semut maupun suara sekecil apa pun. Kasih sayang Allah SWT meliputi segala sesuatu, dan Dia lebih penyayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu mereka sendiri. Dia senantiasa mengulurkan tangan kasih sayang-Nya, menanti hamba-hamba-Nya untuk kembali kepada-Nya dalam pertobatan, baik di malam hari maupun di siang hari. Harta-Nya ndak pernah berkurang, pintu kasih sayang-Nya selalu terbuka, dan pertolongan-Nya selalu tersedia.
Keyakinan yang teguh akan kasih sayang dan belas kasih Allah SWT ini membentuk dasar harapan kepada Allah SWT . Hal ini mencerminkan inti dari keimanan sejati dan hubungan yang mendalam antara hamba dan Sang Pencipta. Karena harapan merupakan konsekuensi alami dari keimanan, pertolongan Allah SWT datang sesuai dengan tingkat harapan dan kepercayaan seseorang kepada-Nya. Semakin besar harapan dan keimanan seseorang, semakin besar pula pertolongan dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW membagikan hal ini dalam sebuah hadits:
“Allah SWT berfirman: ' Aku seperti yang diharapkan hamba-Ku , dan Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku akan mengingatnya dalam Diri-Ku. Jika dia menyebut-Ku dalam suatu majelis, Aku akan menyebutnya dalam majelis yang lebih baik. Jika dia mendekati-Ku sejauh satu tangan, Aku mendekatinya sejauh satu lengan; jika dia mendekati-Ku sejauh satu lengan, Aku mendekatinya dari jarak yang lebih jauh dari itu. Dan jika dia mendekati-Ku dengan berjalan, Aku mendatanginya dengan berlari.'” .
⚘ Harapan Memberikan Kehidupan pada Kehidupan
Hidup penuh dengan rintangan dan tantangan—inilah kodratnya. Mengharapkan hidup akan sepenuhnya bebas dari kesulitan adalah ndak realistis. Seperti yang dikatakan penyair:
Al-Qur'an mengingatkan kita akan kenyataan ini:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam keadaan yang sulit” (Al-Balad: 4), dan “(Dia) yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Al-Mulk: 2).
Karena hidup pada hakikatnya penuh dengan cobaan, kita ndak dapat mengubah sifatnya. Akan tetapi, kita dapat mengubah cara kita memahami dan menjalaninya. Bagian utama dari hal ini adalah dengan mengadopsi harapan yang berakar pada keimanan kepada Allah SWT dan percaya pada rahmat dan kebijaksanaan-Nya:
“Dan Allah adalah Pemilik karunia yang besar” (Al-Imran: 174), “Ya Tuhan kami, Engkau telah meliputi segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu-Mu, maka ampunilah orang-orang yang telah bertaubat dan mengikuti jalan-Mu” (Ghafir: 7).
Harapan memberikan kehidupan bagi keberadaan kita. Dengan harapan, kita menyadari potensi kita, percaya pada berkat yang telah Allah SWT berikan kepada kita, dan mencari cahaya yang bersinar bahkan di tengah malam yang paling gelap sekalipun. Namun, hidup tanpa harapan bagaikan tubuh tanpa jiwa.
⚘ Harapan Diperkuat oleh Tindakan
Meskipun berharap kepada Allah SWT itu penting, berharap saja tidaklah cukup. Harapan harus disertai dengan tindakan agar harapan menjadi lengkap. Jika kita hanya mengandalkan harapan tanpa tindakan, kita salah memahami hakikat harapan itu sendiri. Inilah perbedaan antara tawakkal (percaya kepada Allah) dan tawakkal (pasif). Nabi Muhammad SAW menekankan keseimbangan ini:
“Ikatlah untamu dan percayalah kepada Allah” (Sahih Ibn Hibban).
Dalam hadits lain, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Jika datangnya Hari Kiamat, dan di tangan salah seorang di antara kalian ada sebatang pohon, maka jika ia mampu menanamnya sebelum datangnya Hari Kiamat, maka hendaklah ia melakukannya.” (HR. Al-Albani).
Seorang muslim harus tetap berkarya dan berkontribusi hingga akhir hayatnya, sebagaimana ia harus terus berharap dan yakin kepada rahmat Allah SWT hingga akhir hayatnya. Al-Hasan Al-Basri berkata dengan bijak:
“Iman itu bukan sekadar angan-angan, tetapi iman yang tertanam di hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Ada orang yang meninggal dunia tanpa beramal saleh , lalu berkata: “Kami berharap kepada Allah!” Mereka berdusta, karena seandainya mereka berharap kepada Allah, niscaya mereka akan berbuat kebajikan.”
⚘ Pahala di Akhirat
Berharap kepada Allah SWT dan memiliki harapan yang baik kepada-Nya ndak serta merta berarti bahwa seseorang akan mencapai semua keinginannya di dunia ini. Dunia ini adalah tempat ujian dan cobaan , bukan tempat pahala dan ganti rugi. Manfaat sejati dari berharap kepada Allah SWT terletak pada refleksi ketulusan orang beriman dalam keimanan, ketaatan, dan keyakinan kepada Sang Pencipta. Seseorang mungkin bekerja tanpa lelah tanpa melihat hasil yang diharapkannya. Namun, ini ndak berarti menyerah pada tindakan atau harapan. Sebaliknya, itu berarti melakukan segala sesuatu sesuai dengan kapasitasnya dan kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT, sepenuhnya percaya pada kebijaksanaan dan belas kasih-Nya. Jika seseorang mencapai harapannya dalam hidup ini, itu adalah berkah yang luar biasa. Jika ndak, maka akhirat memegang kompensasi tertinggi—pahala abadi dan kebahagiaan abadi.
Udah ya, maafin SettiaBlog ya. Kalau backgroundnya ini SettiaBlog gunakan warna milk tea.
If you are cold, tea will warm you; if you are too heated, it will cool you; if you are depressed, it will cheer you; if you are excited it will calm you.
⚘ Harapan yang Berasal dari Iman
Harapan kepada Allah SWT muncul langsung dari keimanan. Ndak ada harapan sejati tanpa keyakinan yang kuat. Harapan yang bertahan lama dan sangat memengaruhi jiwa harus berakar pada keimanan yang teguh. Keimanan kepada Allah SWT inilah yang membantu seseorang mengatasi kesulitan hidup, mengangkat semangat mereka, dan menghubungkan mereka dengan Sang Pencipta. Harapan kepada Allah SWT berakar pada keyakinan bahwa Dia adalah Sang Pencipta yang Mahakuasa yang mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya. Ndak ada satu pun ciptaan yang luput dari pengetahuan-Nya—baik gerakan semut maupun suara sekecil apa pun. Kasih sayang Allah SWT meliputi segala sesuatu, dan Dia lebih penyayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu mereka sendiri. Dia senantiasa mengulurkan tangan kasih sayang-Nya, menanti hamba-hamba-Nya untuk kembali kepada-Nya dalam pertobatan, baik di malam hari maupun di siang hari. Harta-Nya ndak pernah berkurang, pintu kasih sayang-Nya selalu terbuka, dan pertolongan-Nya selalu tersedia.
Keyakinan yang teguh akan kasih sayang dan belas kasih Allah SWT ini membentuk dasar harapan kepada Allah SWT . Hal ini mencerminkan inti dari keimanan sejati dan hubungan yang mendalam antara hamba dan Sang Pencipta. Karena harapan merupakan konsekuensi alami dari keimanan, pertolongan Allah SWT datang sesuai dengan tingkat harapan dan kepercayaan seseorang kepada-Nya. Semakin besar harapan dan keimanan seseorang, semakin besar pula pertolongan dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW membagikan hal ini dalam sebuah hadits:
“Allah SWT berfirman: ' Aku seperti yang diharapkan hamba-Ku , dan Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku akan mengingatnya dalam Diri-Ku. Jika dia menyebut-Ku dalam suatu majelis, Aku akan menyebutnya dalam majelis yang lebih baik. Jika dia mendekati-Ku sejauh satu tangan, Aku mendekatinya sejauh satu lengan; jika dia mendekati-Ku sejauh satu lengan, Aku mendekatinya dari jarak yang lebih jauh dari itu. Dan jika dia mendekati-Ku dengan berjalan, Aku mendatanginya dengan berlari.'” .
⚘ Harapan Memberikan Kehidupan pada Kehidupan
Hidup penuh dengan rintangan dan tantangan—inilah kodratnya. Mengharapkan hidup akan sepenuhnya bebas dari kesulitan adalah ndak realistis. Seperti yang dikatakan penyair:
Hidup ini penuh dengan kesulitan, sementara Anda mencarinya dalam keadaan yang bersih dari masalah. Mengharapkan sesuatu yang mustahil itu seperti mencari api dari air. Jika Anda membangun harapan di tepi jurang ketidakmungkinan, Anda hanya membangun di atas fondasi yang runtuh.
Al-Qur'an mengingatkan kita akan kenyataan ini:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam keadaan yang sulit” (Al-Balad: 4), dan “(Dia) yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Al-Mulk: 2).
Karena hidup pada hakikatnya penuh dengan cobaan, kita ndak dapat mengubah sifatnya. Akan tetapi, kita dapat mengubah cara kita memahami dan menjalaninya. Bagian utama dari hal ini adalah dengan mengadopsi harapan yang berakar pada keimanan kepada Allah SWT dan percaya pada rahmat dan kebijaksanaan-Nya:
“Dan Allah adalah Pemilik karunia yang besar” (Al-Imran: 174), “Ya Tuhan kami, Engkau telah meliputi segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu-Mu, maka ampunilah orang-orang yang telah bertaubat dan mengikuti jalan-Mu” (Ghafir: 7).
Harapan memberikan kehidupan bagi keberadaan kita. Dengan harapan, kita menyadari potensi kita, percaya pada berkat yang telah Allah SWT berikan kepada kita, dan mencari cahaya yang bersinar bahkan di tengah malam yang paling gelap sekalipun. Namun, hidup tanpa harapan bagaikan tubuh tanpa jiwa.
⚘ Harapan Diperkuat oleh Tindakan
Meskipun berharap kepada Allah SWT itu penting, berharap saja tidaklah cukup. Harapan harus disertai dengan tindakan agar harapan menjadi lengkap. Jika kita hanya mengandalkan harapan tanpa tindakan, kita salah memahami hakikat harapan itu sendiri. Inilah perbedaan antara tawakkal (percaya kepada Allah) dan tawakkal (pasif). Nabi Muhammad SAW menekankan keseimbangan ini:
“Ikatlah untamu dan percayalah kepada Allah” (Sahih Ibn Hibban).
Dalam hadits lain, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Jika datangnya Hari Kiamat, dan di tangan salah seorang di antara kalian ada sebatang pohon, maka jika ia mampu menanamnya sebelum datangnya Hari Kiamat, maka hendaklah ia melakukannya.” (HR. Al-Albani).
Seorang muslim harus tetap berkarya dan berkontribusi hingga akhir hayatnya, sebagaimana ia harus terus berharap dan yakin kepada rahmat Allah SWT hingga akhir hayatnya. Al-Hasan Al-Basri berkata dengan bijak:
“Iman itu bukan sekadar angan-angan, tetapi iman yang tertanam di hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Ada orang yang meninggal dunia tanpa beramal saleh , lalu berkata: “Kami berharap kepada Allah!” Mereka berdusta, karena seandainya mereka berharap kepada Allah, niscaya mereka akan berbuat kebajikan.”
⚘ Pahala di Akhirat
Berharap kepada Allah SWT dan memiliki harapan yang baik kepada-Nya ndak serta merta berarti bahwa seseorang akan mencapai semua keinginannya di dunia ini. Dunia ini adalah tempat ujian dan cobaan , bukan tempat pahala dan ganti rugi. Manfaat sejati dari berharap kepada Allah SWT terletak pada refleksi ketulusan orang beriman dalam keimanan, ketaatan, dan keyakinan kepada Sang Pencipta. Seseorang mungkin bekerja tanpa lelah tanpa melihat hasil yang diharapkannya. Namun, ini ndak berarti menyerah pada tindakan atau harapan. Sebaliknya, itu berarti melakukan segala sesuatu sesuai dengan kapasitasnya dan kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT, sepenuhnya percaya pada kebijaksanaan dan belas kasih-Nya. Jika seseorang mencapai harapannya dalam hidup ini, itu adalah berkah yang luar biasa. Jika ndak, maka akhirat memegang kompensasi tertinggi—pahala abadi dan kebahagiaan abadi.
Udah ya, maafin SettiaBlog ya. Kalau backgroundnya ini SettiaBlog gunakan warna milk tea.
If you are cold, tea will warm you; if you are too heated, it will cool you; if you are depressed, it will cheer you; if you are excited it will calm you.
Video klip kedua ada "loving you" milik Kenny G yang di cover CelloDeck dengan cantiknya.
"Dari Anas, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka.” (H.R. Bukhari Muslim)
Cinta adalah rasa sayang, empati, keinginan untuk memiliki dan dimiliki, yang di tanamkan Allah SWT di lubuk hati manusia. Rasa cinta adalah anugerah Allah SWT tiada terhingga, baik cinta kepada lawan jenis (kekasih hati), cinta isteri kepada suami atau sebaliknya, cinta anak kepada orangtua atau sebaliknya, cinta manusia kepada harta benda yang dimilikinya, rasa cinta adik kepada kakaknya atau sebaliknya, cinta kepada sanak saudara, kepada sesama manusia, cinta kepada hewan (fauna) bahkan kepada alam tumbuh-tumbuhan (flora).
Fitrah manusia adalah mencintai dan dicintai. Manusia akan merasakan nikmat mencintai kekasihnya, orang tuanya, orang sekitarnya dan sesamanya. Manusia mencintai orang tua karena keduanya telah melahirkan, mendidik, dan membesarkannya. Manusia mencintai lawan jenis karena wajah, pisik, kekayaan, keturunan, pendidikan ataupun karena nafsu. Namun rasa cinta itu, sesungguhnya hal itu takkan pernah terjadi kalau bukan karena rahmat Allah SWT. Karena itu barangsiapa yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berjihad dijalan Allah SWT niscaya dia akan merasakan manisnya iman.
"Dari Anas, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka.” (H.R. Bukhari Muslim)
Cinta adalah rasa sayang, empati, keinginan untuk memiliki dan dimiliki, yang di tanamkan Allah SWT di lubuk hati manusia. Rasa cinta adalah anugerah Allah SWT tiada terhingga, baik cinta kepada lawan jenis (kekasih hati), cinta isteri kepada suami atau sebaliknya, cinta anak kepada orangtua atau sebaliknya, cinta manusia kepada harta benda yang dimilikinya, rasa cinta adik kepada kakaknya atau sebaliknya, cinta kepada sanak saudara, kepada sesama manusia, cinta kepada hewan (fauna) bahkan kepada alam tumbuh-tumbuhan (flora).
Fitrah manusia adalah mencintai dan dicintai. Manusia akan merasakan nikmat mencintai kekasihnya, orang tuanya, orang sekitarnya dan sesamanya. Manusia mencintai orang tua karena keduanya telah melahirkan, mendidik, dan membesarkannya. Manusia mencintai lawan jenis karena wajah, pisik, kekayaan, keturunan, pendidikan ataupun karena nafsu. Namun rasa cinta itu, sesungguhnya hal itu takkan pernah terjadi kalau bukan karena rahmat Allah SWT. Karena itu barangsiapa yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berjihad dijalan Allah SWT niscaya dia akan merasakan manisnya iman.
The grand essentials of happiness are: something to do, something to love, and something to hope for.
No comments:
Post a Comment