SettiaBlog kalau lagi nyantai di rumah, biasanya bermain dengan anak keponakan SettiaBlog, berarti dia ini cucu SettiaBlog (belum punya istri sudah punya cucu...he...he). Usianya sekitar 2 tahun-an, dia cewek, rambutnya kriwul kayak kamu Taylor, sukanya di kuncir 3. Baru belajar ngomong tapi cerewet nya minta ampun. Kalau pagi hari biasanya di langsung masuk kamar SettiaBlog sambil bilang peek-a-boo (pikabu), kalau dalam bahasa Indonesia artinya ciluk ba. Bukan sok Inggris, tapi dia biasa meniru kan semua kata yang di lihatnya di Youtube-kid, tentu dengan gerakan yang di lihatnya. Seperti itulah sifat anak kecil akan menirukan semua yang di lihatnya. Kadang juga sering menyanyi tirukan lagu di Youtube-kid, SettiaBlog pernah kaget, dia menirukan lagu dengan bahasa Spanyol. Habis bilang peek-a-boo dia biasanya menarik SettiaBlog, a..cho...a...cho, ayo main! (maklum anak kecil, biasa kalau ngomong masih salah, maksudnya mau bilang mbah..so...mbah..so, jadi a..cho..a..cho). "Main apa Zia?", tanya SettiaBlog. "Main pating...pating", jawabnya. (maksud dia mau bilang pasir, jadi pating...pating, dia itu ngajak main pasir silika yang di bentuk-bentuk, udang, kepiting, istana kecil dan lain-lain). Baru belajar ngomong, maklum masih sering salah. Namanya juga anak. Seperti pasir silika yang mudah di bentuk namun juga mudah hancur. Orang tua yang harus sabar dan bijaksana dalam bertutur kata, untuk menghindari kekerasan verbal pada anak. Kekerasan verbal bisa menimbulkan trauma yang dalam pada anak. Sabar dan bijaksana lah dalam bertutur kata pada anak! Apalagi jika anak sudah mulai menginjak remaja. Lebih bijak lagi sesering mungkin duduk bersama, bisa di meja makan atau tempat lain. Berembuk bareng tentang masa depan anak, beri kesempatan anak bicara, hal ini bisa lebih mendewasakan anak. Lihat klip di atas, riak air itu tandanya tak dalam, tapi kita tidak tahu apa isi yang ada di dalam air itu, apalagi melihat hati seorang anak dan masa depan anak. Biarkan mengalir, nanti tetap sampai kok pada muara. Anak yang masih ada kemauan menuntut ilmu, tanda anak masih berpikir maju. Percaya dan yakin Allah SWT akan menuntun dan memberi rezeki para pencari ilmu. Nabi Muhammad SAW, bersabda:
"Sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi pencari ilmu karena senang dengan apa yang dilakukannya."
(maaf, SettiaBlog dalam keadaan menangis saat mengetik bahasan ini, SettiaBlog sekeluarga memang tidak pernah mengalami kekerasan fisik atau verbal, kami sudah terbiasa hidup kekurangan atau berada, kami pun tetap sama menjalaninya penuh semangat, bahasan ini sebenarnya di khususkan untuk mengingatkan saudara-saudara, keponakan-keponakan dan kerabat SettiaBlog)
Kata-kata kekerasan verbal : walaupun tak meninggalkan luka fisik, kekerasan verbal yang orang tua ucapkan pada anak akan terasa menyakitkan dan dapat berdampak panjang. Bentuk perilaku yang bisa disebut sebagai kekerasan verbal di antaranya adalah:
• Membentak
“Hei! Kamu ndak dengerin kata-kata Mama, ya? Dinasihatin malah ngeyel!”
• Mengancam
“Kalau kamu masih nakal, nanti ditangkap pak polisi, lho!”
• Menuduh
“Benar kamu tidak mengambil paksa mainan temanmu? Tadi temanmu berkata kamu langsung menarik mainannya.” (Ucap orang tua meski tidak melihat langsung kejadian, orang tua harus lebih bijak, jangan buru-buru menuduh pada anak)
• Tidak mau mendengarkan
“Nanti dulu kalau mau cerita, nak. Mama lagi sibuk bekerja. Tunggu, ya.”
• Body shaming
“Kenapa kamu rambutnya keriting sih, Nak? Mama aja rambutnya lurus begini...”
• Memberi label negatif
“Kamu susah banget nurut walaupun sudah diberi peringatan, ya!”
• Membandingkan dengan orang lain
“Kalau anak teman mama, dia sudah bisa berhitung. Kamu sampai sekarang hanya menyebut angka 1-50 saja susah ingatnya.”
Perkataan dan sikap yang Anda lakukan seperti di atas akan membuat anak merasa takut dan terintimidasi. Jika sudah begini, tanpa disadari tumbuh kembang anak, terutama pada sisi emosi akan terhambat, hingga menimbulkan masalah pada kesehatan mentalnya.
Dampak Kekerasan Verbal
Ketika orang tua sering mengucapkan kata-kata kasar, efeknya dapat mengubah kepribadian, harga diri, hingga perilaku anak. Si anak bisa menganggap bahwa hal yang ia lakukan hanyalah kesalahan atau kegagalan selama ia bertumbuh dewasa. Hal ini pun menimbulkan dampak jangka panjang, seperti:
1. Anak berperilaku agresif.
2. Anak mengalami masalah atau gangguan mental (depresi, bipolar, skizofrenia).
3. Selalu merasa kurang dan tidak percaya diri.
4. Memiliki sifat abusif atau keras terhadap orang lain, terutama yang terdekat atau ia sayangi.
5. Menjadi anti-sosial atau merasa berat saat berinteraksi dengan lingkungan.
6. Tidak memiliki motivasi hidup.
7. Mengonsumsi minuman beralkohol hingga obat-obatan terlarang.
Berbagai kondisi tersebut tentunya tidak menjadi harapan Anda sebagai orang tua. Maka perlu disadari, bahwa kekerasan verbal pada anak, apa pun bentuknya, akan sangat memengaruhi tumbuh kembang Si anak, terutama dari sisi emosionalnya.
Coba Anda bayangkan, ketika sudah tua nanti, berjalan tuyuk-tuyuk (membungkuk-bungkuk) sambil cékeh....cékeh...minta tolong anak, "naak....tolong naak....belikan obat, dadaku terasa sakit!", terus anak Anda membalas dengan nada kasar seperti yang pernah Anda lakukan. Gimana perasaan Anda? Makanya ajaran Islam di Indonesia dan Jawa pada khususnya memberi tuntunan akhlak yang tinggi, menghormati orang tua yang masih hidup : mendengarkan semua perkataannya dengan penuh rasa hormat dan rendah hati, membantu pekerjaan rumah atau pekerjaan yang dapat meringankan beban orang tua, senantiasa meminta doa restu. Dan menghormati orang tua yang sudah meninggal : menyambung tali silaturahmi dengan kerabat dan sahabat orang tua, melanjutkan cira-cita orang tua, mendoakan orang tua dengan meminta ampun kepada Allah SWT.
Ya mungkin beberapa orang memiliki pandangan putusnya hubungan orang tua yang sudah meninggal dengan anak. Coba Anda terapkan pandangan terakhir yang ndak bener itu dalam kehidupan Anda, SettiaBlog yakin Anda akan hidup terkatung-katung selamanya seperti sampan di tengah laut yang di terjang badai.
No comments:
Post a Comment