Video klip di atas SettiaBlog ambil menggunakan handphone jadul, sebelum era Android. Kameranya 8 megapixel, hasilnya beresolusi 1280 x 720 (HD). Megapixel itu sebenarnya apa c? Satuan resolusi pada kamera digital yakni seberapa banyak informasi dan detail yang dapat ditangkap dimana satu megapixel terdiri dari 1 juta pixel, sehingga semakin tinggi jumlah megapixel yang dimiliki sebuah kamera maka semakin banyak jumlah informasi yang mampu direkamnya. Ya, tetapi hal itu hanya sebatas teori, faktanya masih ada beberapa faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya kualitas gambar yang dihasilkan kamera digital yaitu chipset, sensor dan lensa. Misalnya sebuah kamera 8 megapixel dengan ukuran sensor yang lebih besar dan lensa yang bagus akan menghasilkan gambar yang lebih baik dibandingkan kamera 10 megapixel dengan sensor yang lebih kecil dan lensa ala kadarnya. Dimana hal ini terjadi pada produsen handphone saat ini yaitu menaikkan angka megapixel agar produk mereka dilirik oleh calon pembeli. Jika ada sebuah kamera handphone yang memiliki angka megapixel yang tinggi dan diimbangi oleh sensor dan lensa yang sepadan maka hasil yang didapat akan maksimal. Kalau kamera handphone dengan pixel besar, kelebihannya itu kalau di pakai zoom noisenya (bintik-bintik gelap) akan berkurang dan saat memotret malam hari atau minim cahaya. Terus videonya SettiaBlog kasih lagu "Untuk Kita Renungkan", lagunya Ebiet G. Ade. Temanya c ajakan untuk introspeksi diri dan merenungkan perbuatan manusia yang seringkali mengabaikan hubungan dengan Allah SWT dan alam.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, seorang ulama besar dan pendiri tarekat Qadiriyah, sering menggunakan perumpamaan yang mendalam dalam mengajarkan nilai-nilai spiritual dan agama. Salah satu perumpamaan yang sering ia gunakan adalah tentang "menanam pohon iman dan amal." Di bawah ada penjelasan mengenai konsep ini berdasarkan ajaran beliau:
Menanam Pohon Iman
1. Akar Iman:
o Keyakinan yang Kuat: Akar dari pohon iman adalah keyakinan yang mendalam dan kokoh kepada Allah SWT, Rasul-Nya, dan ajaran Islam. Ini meliputi rukun iman, yaitu iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir yang baik maupun buruk.
o Pengetahuan dan Pemahaman: Menanam akar iman membutuhkan pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran-ajaran Islam. Belajar dan memahami Al-Qur'an dan Sunnah adalah kunci untuk menumbuhkan akar yang kuat.
2. Batang Iman:
o Keistiqamahan: Batang pohon iman adalah keistiqamahan atau keteguhan dalam memegang keyakinan dan menjalankan ajaran agama, meskipun menghadapi berbagai cobaan dan tantangan.
o Kejujuran dan Keikhlasan: Batang ini juga mencerminkan kejujuran dan keikhlasan dalam setiap tindakan dan ibadah. Iman yang tulus ndak akan goyah oleh godaan atau kesulitan.
Menanam Pohon Amal
1. Cabang dan Dahan Amal:
o Amal Shaleh: Cabang dan dahan dari pohon amal adalah perbuatan-perbuatan baik dan ibadah yang dilakukan seorang Muslim. Ini mencakup berbagai aspek seperti shalat, zakat, puasa, haji, serta amal sosial seperti sedekah, membantu sesama, dan menjaga lingkungan.
o Konsistensi dalam Beramal: Amal yang baik harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Seperti dahan yang kuat, amal shaleh harus berkesinambungan dan ndak hanya dilakukan sesekali.
2. Buah Amal:
o Manfaat bagi Diri dan Orang Lain: Buah dari pohon amal adalah manfaat dan keberkahan yang dirasakan baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Amal shaleh yang tulus akan membawa kebaikan yang meluas dan memberkahi kehidupan kita dan orang di sekitar kita.
o Pahala di Akhirat: Buah ini juga merujuk pada pahala yang akan diterima di akhirat. Setiap amal baik yang dilakukan dengan ikhlas akan diganjar oleh Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda di akhirat kelak.
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani menekankan pentingnya menanam pohon iman dan amal dalam kehidupan seorang Muslim. Dengan memiliki akar iman yang kuat dan batang yang kokoh, seorang Muslim dapat menumbuhkan cabang dan dahan amal shaleh yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Buah dari pohon ini adalah keberkahan dan pahala yang akan diterima di dunia dan akhirat.
Dengan demikian, kita diajak untuk selalu memperkokoh iman melalui pengetahuan dan keyakinan yang kuat, serta memperbanyak amal shaleh dengan konsistensi dan keikhlasan. Ini adalah jalan menuju kehidupan yang penuh berkah dan ridha Allah SWT. Ibnu Athaillah berkata, "Di antara ciri bahwa Allah menempatkanmu dalam suatu perkara adalah Dia melanggengkanmu di dalamnya dan kau mendapatkan hasil dituju."
Ibnu Athaillah, seorang sufi terkenal dengan karya-karyanya yang mendalam dalam "Al-Hikam," memberikan banyak petuah tentang kehidupan spiritual dan hubungan dengan Allah SWT. Pernyataan beliau, "Di antara ciri bahwa Allah menempatkanmu dalam suatu perkara adalah Dia melanggengkanmu di dalamnya dan kau mendapatkan hasil dituju," mengandung beberapa makna penting:
1. Penempatan oleh Allah SWT:
o Pengarahan Ilahi: Allah SWT menempatkan seseorang dalam suatu keadaan, tugas, atau jalan hidup tertentu. Ini bisa berupa pekerjaan, peran dalam keluarga, misi sosial, atau bentuk ibadah tertentu.
o Tanda Penempatan: Salah satu tanda bahwa Allah SWT menempatkan Anda dalam suatu perkara adalah ketika Anda merasakan kelanggengan (keberlanjutan) dalam perkara tersebut.
2. Kelanggengan dalam Perkara:
o Keberlanjutan dan Konsistensi: Jika Allah SWT menghendaki kita berada dalam suatu jalan, Dia akan memberikan kekuatan dan kemampuan untuk bertahan dan terus berkembang di jalan tersebut. Kita akan merasa mantap dan terus dapat melakukannya tanpa hambatan yang berarti.
o Stabilitas dan Ketahanan: Kelanggengan ini menunjukkan bahwa apa yang kita lakukan mendapat dukungan dan ridha dari Allah SWT, sehingga kita mampu menghadapai tantangan dan tetap teguh.
3. Mendapatkan Hasil yang Ditujukan:
o Keberhasilan dan Keberkahan: Ketika Allah SWT menempatkan kita dalam suatu perkara dan memberikan kelanggengan di dalamnya, kita juga akan melihat hasil yang diinginkan. Hasil ini bukan hanya dalam bentuk materi atau keberhasilan duniawi, tetapi juga dalam bentuk keberkahan, ketenangan batin, dan kepuasan spiritual.
o Tanda Keberhasilan: Hasil yang dituju adalah tanda bahwa kita berada di jalan yang benar, sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ini bisa berarti pencapaian tujuan kita, manfaat yang dirasakan oleh orang lain, atau peningkatan dalam kualitas ibadah dan hubungan dengan Allah SWT.
Refleksi dan Implementasi
1. Merenungi Kehidupan dan Peran:
o Kita dianjurkan untuk merenungi peran dan tugas yang kita jalani. Jika kita merasakan kelanggengan dan mendapatkan hasil positif, itu bisa menjadi tanda bahwa Allah SWT meridhai jalan tersebut.
o Sebaliknya, jika kita merasa selalu terhambat dan ndak mendapatkan hasil yang diharapkan, mungkin perlu merenung dan memohon petunjuk Allah SWT apakah kita berada di jalan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
2. Konsistensi dan Kesabaran:
o Dalam menjalani peran yang kita yakini ditempatkan oleh Allah SWT, penting untuk tetap konsisten dan sabar. Kelanggengan dan hasil yang dituju sering kali memerlukan waktu dan usaha yang berkelanjutan.
o Kesabaran dalam menghadapi cobaan dan ketekunan dalam menjalankan tugas adalah kunci untuk melihat tanda-tanda keberhasilan yang dituju.
3. Mengukur Hasil dengan Perspektif Akhirat:
o Hasil yang kita tuju sebaiknya diukur ndak hanya dari sudut pandang duniawi, tetapi juga dari perspektif akhirat. Keberhasilan sejati adalah yang membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT dan meningkatkan kualitas iman dan ibadah kita.
o Menjaga niat ikhlas dan selalu memohon ridha Allah SWT dalam setiap langkah adalah bagian dari meraih hasil yang sesungguhnya.
Pernyataan Ibnu Athaillah ini mengajak kita untuk memahami tanda-tanda penempatan Ilahi dalam hidup kita. Dengan kelanggengan dalam suatu perkara dan mendapatkan hasil yang dituju, kita dapat merasakan bahwa kita berada di jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Ini memerlukan kesabaran, konsistensi, dan refleksi mendalam atas peran yang kita jalani serta hasil yang kita capai, selalu dengan niat mencari ridha-Nya.
Hakikat Manusia dalam Al-Qur'an
Hasil yang dimaksud meliputi tiga hal : Pertama. Turunnya hidayah disertai kebangkitan jiwa. Kedua. Meningginya tekad yang selalu disertai pencapaian hakikat. Ketiga. sempurnanya makrifat disertai kokohnya keyakinan. Ibnu Athaillah dalam pernyataannya menekankan pentingnya hasil yang dicapai ketika Allah SWT menempatkan seseorang dalam suatu perkara. Hasil yang dimaksud meliputi tiga aspek utama:
1. Turunnya Hidayah Disertai Kebangkitan Jiwa
Turunnya Hidayah:
• Pencerahan dan Petunjuk: Hidayah adalah petunjuk atau bimbingan dari Allah SWT yang mengarahkan seseorang kepada jalan yang benar dan menjauhkan dari kesesatan. Ini adalah anugerah yang memungkinkan seseorang untuk memahami dan menjalankan ajaran agama dengan baik.
• Kesadaran Spiritual: Dengan turunnya hidayah, seseorang menjadi lebih sadar akan tujuan hidup yang sebenarnya dan lebih dekat dengan Allah SWT.
Kebangkitan Jiwa:
• Rasa Semangat dan Kesadaran: Kebangkitan jiwa berarti bangkitnya semangat dan kesadaran spiritual. Seseorang yang mendapatkan hidayah akan merasakan semangat baru dalam menjalani kehidupan, terutama dalam ibadah dan kebaikan.
• Transformasi Diri: Jiwa yang bangkit akan mengalami transformasi, menjadi lebih baik dan lebih taat kepada Allah SWT. Ini mencakup perubahan sikap, perilaku, dan tujuan hidup.
2. Meningginya Tekad yang Selalu Disertai Pencapaian Hakikat
Meningginya Tekad:
• Keteguhan dan Keberanian: Tekad yang kuat adalah dorongan yang ndak tergoyahkan untuk mencapai tujuan yang baik dan benar. Ini berarti seseorang memiliki komitmen yang tinggi untuk berusaha dalam kebaikan dan taat kepada Allah SWT.
• Keberanian dalam Kebenaran: Meningginya tekad juga berarti memiliki keberanian untuk tetap berada di jalan yang benar, meskipun menghadapi berbagai rintangan dan cobaan.
Pencapaian Hakikat:
• Pemahaman Mendalam: Pencapaian hakikat adalah mencapai pemahaman yang mendalam tentang kebenaran dan realitas spiritual. Ini adalah tingkatan di mana seseorang ndak hanya memahami hukum-hukum lahiriah, tetapi juga esensi dan tujuan dari hukum-hukum tersebut.
• Keselarasan dengan Kebenaran: Seseorang yang mencapai hakikat hidup dalam keselarasan dengan kebenaran sejati, baik dalam keyakinan maupun tindakan.
3. Sempurnanya Makrifat Disertai Kokohnya Keyakinan
Sempurnanya Makrifat:
• Pengertian dan Pengetahuan Mendalam: Makrifat adalah pengetahuan mendalam tentang Allah SWT yang diperoleh melalui pengalaman spiritual dan pencerahan batin. Ini adalah tingkatan tertinggi dalam perjalanan spiritual seorang Muslim.
• Cinta dan Kedekatan dengan Allah SWT: Sempurnanya makrifat membawa seseorang kepada cinta dan kedekatan yang lebih dalam dengan Allah SWT. Seseorang dengan makrifat yang sempurna merasakan kehadiran Allah SWT dalam setiap aspek kehidupannya.
Kokohnya Keyakinan:
• Keimanan yang Ndak Tergoyahkan: Keyakinan yang kokoh berarti memiliki iman yang kuat dan ndak tergoyahkan. Seseorang dengan keyakinan yang kokoh ndak akan mudah terpengaruh oleh godaan atau keraguan.
• Ketenangan dan Kepastian: Dengan keyakinan yang kokoh, seseorang akan merasakan ketenangan dan kepastian dalam hidupnya, karena ia yakin bahwa segala sesuatu berada dalam kuasa dan ketentuan Allah SWT.
Hasil yang dicapai ketika Allah SWT menempatkan seseorang dalam suatu perkara mencakup tiga aspek utama: turunnya hidayah disertai kebangkitan jiwa, meningginya tekad yang selalu disertai pencapaian hakikat, dan sempurnanya makrifat disertai kokohnya keyakinan. Ketiga hasil ini menunjukkan perkembangan spiritual yang mendalam, yang mencerminkan keberhasilan sejati dalam menjalani kehidupan yang diridhai oleh Allah SWT. Melalui hidayah, tekad yang kuat, dan makrifat yang sempurna, seseorang akan mencapai tingkat spiritual yang tinggi dan hidup dalam keselarasan dengan kehendak Allah SWT.
Udah ya, maafin SettiaBlog ya. O ya, backgroundnya ini SettiaBlog ambil dari warna sayur lodehnya Simbok. Sayur lodeh ta..hu.. he...he...
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, seorang ulama besar dan pendiri tarekat Qadiriyah, sering menggunakan perumpamaan yang mendalam dalam mengajarkan nilai-nilai spiritual dan agama. Salah satu perumpamaan yang sering ia gunakan adalah tentang "menanam pohon iman dan amal." Di bawah ada penjelasan mengenai konsep ini berdasarkan ajaran beliau:
Menanam Pohon Iman
1. Akar Iman:
o Keyakinan yang Kuat: Akar dari pohon iman adalah keyakinan yang mendalam dan kokoh kepada Allah SWT, Rasul-Nya, dan ajaran Islam. Ini meliputi rukun iman, yaitu iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir yang baik maupun buruk.
o Pengetahuan dan Pemahaman: Menanam akar iman membutuhkan pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran-ajaran Islam. Belajar dan memahami Al-Qur'an dan Sunnah adalah kunci untuk menumbuhkan akar yang kuat.
2. Batang Iman:
o Keistiqamahan: Batang pohon iman adalah keistiqamahan atau keteguhan dalam memegang keyakinan dan menjalankan ajaran agama, meskipun menghadapi berbagai cobaan dan tantangan.
o Kejujuran dan Keikhlasan: Batang ini juga mencerminkan kejujuran dan keikhlasan dalam setiap tindakan dan ibadah. Iman yang tulus ndak akan goyah oleh godaan atau kesulitan.
Menanam Pohon Amal
1. Cabang dan Dahan Amal:
o Amal Shaleh: Cabang dan dahan dari pohon amal adalah perbuatan-perbuatan baik dan ibadah yang dilakukan seorang Muslim. Ini mencakup berbagai aspek seperti shalat, zakat, puasa, haji, serta amal sosial seperti sedekah, membantu sesama, dan menjaga lingkungan.
o Konsistensi dalam Beramal: Amal yang baik harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Seperti dahan yang kuat, amal shaleh harus berkesinambungan dan ndak hanya dilakukan sesekali.
2. Buah Amal:
o Manfaat bagi Diri dan Orang Lain: Buah dari pohon amal adalah manfaat dan keberkahan yang dirasakan baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Amal shaleh yang tulus akan membawa kebaikan yang meluas dan memberkahi kehidupan kita dan orang di sekitar kita.
o Pahala di Akhirat: Buah ini juga merujuk pada pahala yang akan diterima di akhirat. Setiap amal baik yang dilakukan dengan ikhlas akan diganjar oleh Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda di akhirat kelak.
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani menekankan pentingnya menanam pohon iman dan amal dalam kehidupan seorang Muslim. Dengan memiliki akar iman yang kuat dan batang yang kokoh, seorang Muslim dapat menumbuhkan cabang dan dahan amal shaleh yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Buah dari pohon ini adalah keberkahan dan pahala yang akan diterima di dunia dan akhirat.
Dengan demikian, kita diajak untuk selalu memperkokoh iman melalui pengetahuan dan keyakinan yang kuat, serta memperbanyak amal shaleh dengan konsistensi dan keikhlasan. Ini adalah jalan menuju kehidupan yang penuh berkah dan ridha Allah SWT. Ibnu Athaillah berkata, "Di antara ciri bahwa Allah menempatkanmu dalam suatu perkara adalah Dia melanggengkanmu di dalamnya dan kau mendapatkan hasil dituju."
Ibnu Athaillah, seorang sufi terkenal dengan karya-karyanya yang mendalam dalam "Al-Hikam," memberikan banyak petuah tentang kehidupan spiritual dan hubungan dengan Allah SWT. Pernyataan beliau, "Di antara ciri bahwa Allah menempatkanmu dalam suatu perkara adalah Dia melanggengkanmu di dalamnya dan kau mendapatkan hasil dituju," mengandung beberapa makna penting:
1. Penempatan oleh Allah SWT:
o Pengarahan Ilahi: Allah SWT menempatkan seseorang dalam suatu keadaan, tugas, atau jalan hidup tertentu. Ini bisa berupa pekerjaan, peran dalam keluarga, misi sosial, atau bentuk ibadah tertentu.
o Tanda Penempatan: Salah satu tanda bahwa Allah SWT menempatkan Anda dalam suatu perkara adalah ketika Anda merasakan kelanggengan (keberlanjutan) dalam perkara tersebut.
2. Kelanggengan dalam Perkara:
o Keberlanjutan dan Konsistensi: Jika Allah SWT menghendaki kita berada dalam suatu jalan, Dia akan memberikan kekuatan dan kemampuan untuk bertahan dan terus berkembang di jalan tersebut. Kita akan merasa mantap dan terus dapat melakukannya tanpa hambatan yang berarti.
o Stabilitas dan Ketahanan: Kelanggengan ini menunjukkan bahwa apa yang kita lakukan mendapat dukungan dan ridha dari Allah SWT, sehingga kita mampu menghadapai tantangan dan tetap teguh.
3. Mendapatkan Hasil yang Ditujukan:
o Keberhasilan dan Keberkahan: Ketika Allah SWT menempatkan kita dalam suatu perkara dan memberikan kelanggengan di dalamnya, kita juga akan melihat hasil yang diinginkan. Hasil ini bukan hanya dalam bentuk materi atau keberhasilan duniawi, tetapi juga dalam bentuk keberkahan, ketenangan batin, dan kepuasan spiritual.
o Tanda Keberhasilan: Hasil yang dituju adalah tanda bahwa kita berada di jalan yang benar, sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ini bisa berarti pencapaian tujuan kita, manfaat yang dirasakan oleh orang lain, atau peningkatan dalam kualitas ibadah dan hubungan dengan Allah SWT.
Refleksi dan Implementasi
1. Merenungi Kehidupan dan Peran:
o Kita dianjurkan untuk merenungi peran dan tugas yang kita jalani. Jika kita merasakan kelanggengan dan mendapatkan hasil positif, itu bisa menjadi tanda bahwa Allah SWT meridhai jalan tersebut.
o Sebaliknya, jika kita merasa selalu terhambat dan ndak mendapatkan hasil yang diharapkan, mungkin perlu merenung dan memohon petunjuk Allah SWT apakah kita berada di jalan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
2. Konsistensi dan Kesabaran:
o Dalam menjalani peran yang kita yakini ditempatkan oleh Allah SWT, penting untuk tetap konsisten dan sabar. Kelanggengan dan hasil yang dituju sering kali memerlukan waktu dan usaha yang berkelanjutan.
o Kesabaran dalam menghadapi cobaan dan ketekunan dalam menjalankan tugas adalah kunci untuk melihat tanda-tanda keberhasilan yang dituju.
3. Mengukur Hasil dengan Perspektif Akhirat:
o Hasil yang kita tuju sebaiknya diukur ndak hanya dari sudut pandang duniawi, tetapi juga dari perspektif akhirat. Keberhasilan sejati adalah yang membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT dan meningkatkan kualitas iman dan ibadah kita.
o Menjaga niat ikhlas dan selalu memohon ridha Allah SWT dalam setiap langkah adalah bagian dari meraih hasil yang sesungguhnya.
Pernyataan Ibnu Athaillah ini mengajak kita untuk memahami tanda-tanda penempatan Ilahi dalam hidup kita. Dengan kelanggengan dalam suatu perkara dan mendapatkan hasil yang dituju, kita dapat merasakan bahwa kita berada di jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Ini memerlukan kesabaran, konsistensi, dan refleksi mendalam atas peran yang kita jalani serta hasil yang kita capai, selalu dengan niat mencari ridha-Nya.
Hakikat Manusia dalam Al-Qur'an
Hasil yang dimaksud meliputi tiga hal : Pertama. Turunnya hidayah disertai kebangkitan jiwa. Kedua. Meningginya tekad yang selalu disertai pencapaian hakikat. Ketiga. sempurnanya makrifat disertai kokohnya keyakinan. Ibnu Athaillah dalam pernyataannya menekankan pentingnya hasil yang dicapai ketika Allah SWT menempatkan seseorang dalam suatu perkara. Hasil yang dimaksud meliputi tiga aspek utama:
1. Turunnya Hidayah Disertai Kebangkitan Jiwa
Turunnya Hidayah:
• Pencerahan dan Petunjuk: Hidayah adalah petunjuk atau bimbingan dari Allah SWT yang mengarahkan seseorang kepada jalan yang benar dan menjauhkan dari kesesatan. Ini adalah anugerah yang memungkinkan seseorang untuk memahami dan menjalankan ajaran agama dengan baik.
• Kesadaran Spiritual: Dengan turunnya hidayah, seseorang menjadi lebih sadar akan tujuan hidup yang sebenarnya dan lebih dekat dengan Allah SWT.
Kebangkitan Jiwa:
• Rasa Semangat dan Kesadaran: Kebangkitan jiwa berarti bangkitnya semangat dan kesadaran spiritual. Seseorang yang mendapatkan hidayah akan merasakan semangat baru dalam menjalani kehidupan, terutama dalam ibadah dan kebaikan.
• Transformasi Diri: Jiwa yang bangkit akan mengalami transformasi, menjadi lebih baik dan lebih taat kepada Allah SWT. Ini mencakup perubahan sikap, perilaku, dan tujuan hidup.
2. Meningginya Tekad yang Selalu Disertai Pencapaian Hakikat
Meningginya Tekad:
• Keteguhan dan Keberanian: Tekad yang kuat adalah dorongan yang ndak tergoyahkan untuk mencapai tujuan yang baik dan benar. Ini berarti seseorang memiliki komitmen yang tinggi untuk berusaha dalam kebaikan dan taat kepada Allah SWT.
• Keberanian dalam Kebenaran: Meningginya tekad juga berarti memiliki keberanian untuk tetap berada di jalan yang benar, meskipun menghadapi berbagai rintangan dan cobaan.
Pencapaian Hakikat:
• Pemahaman Mendalam: Pencapaian hakikat adalah mencapai pemahaman yang mendalam tentang kebenaran dan realitas spiritual. Ini adalah tingkatan di mana seseorang ndak hanya memahami hukum-hukum lahiriah, tetapi juga esensi dan tujuan dari hukum-hukum tersebut.
• Keselarasan dengan Kebenaran: Seseorang yang mencapai hakikat hidup dalam keselarasan dengan kebenaran sejati, baik dalam keyakinan maupun tindakan.
3. Sempurnanya Makrifat Disertai Kokohnya Keyakinan
Sempurnanya Makrifat:
• Pengertian dan Pengetahuan Mendalam: Makrifat adalah pengetahuan mendalam tentang Allah SWT yang diperoleh melalui pengalaman spiritual dan pencerahan batin. Ini adalah tingkatan tertinggi dalam perjalanan spiritual seorang Muslim.
• Cinta dan Kedekatan dengan Allah SWT: Sempurnanya makrifat membawa seseorang kepada cinta dan kedekatan yang lebih dalam dengan Allah SWT. Seseorang dengan makrifat yang sempurna merasakan kehadiran Allah SWT dalam setiap aspek kehidupannya.
Kokohnya Keyakinan:
• Keimanan yang Ndak Tergoyahkan: Keyakinan yang kokoh berarti memiliki iman yang kuat dan ndak tergoyahkan. Seseorang dengan keyakinan yang kokoh ndak akan mudah terpengaruh oleh godaan atau keraguan.
• Ketenangan dan Kepastian: Dengan keyakinan yang kokoh, seseorang akan merasakan ketenangan dan kepastian dalam hidupnya, karena ia yakin bahwa segala sesuatu berada dalam kuasa dan ketentuan Allah SWT.
Hasil yang dicapai ketika Allah SWT menempatkan seseorang dalam suatu perkara mencakup tiga aspek utama: turunnya hidayah disertai kebangkitan jiwa, meningginya tekad yang selalu disertai pencapaian hakikat, dan sempurnanya makrifat disertai kokohnya keyakinan. Ketiga hasil ini menunjukkan perkembangan spiritual yang mendalam, yang mencerminkan keberhasilan sejati dalam menjalani kehidupan yang diridhai oleh Allah SWT. Melalui hidayah, tekad yang kuat, dan makrifat yang sempurna, seseorang akan mencapai tingkat spiritual yang tinggi dan hidup dalam keselarasan dengan kehendak Allah SWT.
Udah ya, maafin SettiaBlog ya. O ya, backgroundnya ini SettiaBlog ambil dari warna sayur lodehnya Simbok. Sayur lodeh ta..hu.. he...he...
Video klip kedua ada "mangu". Mangu sendiri bisa di artikan termenung, terdiam, termenung karena sesuatu jika udah ndak searah akan susah untuk berjalan bersama. Begitu juga dengan ucapan dan pikiran. Ketika kita ngobrol sama orang lain, ngobrol sama orang kadang rasanya kayak lagi melangkah di atas benang halus. Kok bisa gitu c? Karena pikiran kita itu kaya rumah yang dipenuhi dengan segala macam lapisan yang ndak semuanya bisa dijelasin pake kata-kata. Kadang, kompleks pake banget, sampai-sampai sulit banget diungkapin dengan kata-kata. Akibatnya, bisa ndak sinkron antara yang kita pikirin dan yang akhirnya keluar dari mulut kita.
Jadi, pikiran manusia thu kaya kebun yang beraneka ragam, diisi dengan pikiran, perasaan, dan logika yang berlapis-lapis. Kadang-kadang, pikiran kita bisa sampe level kompleks banget, sampe-sampe susah banget dijelasin pake kata-kata. Nah, gara-gara kompleksitas ini, kita seringkali kebingungan buat ngebahas pikiran yang rumit itu. Terus, ndak cuma soal kompleksitas pikiran aja, ya. Norma-norma sosial dan aturan di masyarakat juga ikut andil dalam cara kita ngomong. Buat menghindari masalah, kita kadang merasa perlu banget buat ngomong sesuatu yang sesuai sama norma, meskipun sebenarnya ndak 100% mencerminkan pikiran beneran kita. Situasi sosial yang rumit bisa jadi pemicu utama ketidak sinkron-an ini, di mana kita ngerasa harus ngomong sesuai dengan apa yang dianggap “benar” sama masyarakat, meskipun sebenarnya itu ndak sepenuhnya sesuai sama pemikiran kita sendiri.
Beda persepsi dan interpretasi juga bisa bikin ndak nyambung antara yang kita pikirin sama yang kita ucapin. Setiap orang punya cara liat dan nge artikulasi yang beda-beda buat situasi atau info tertentu. Jadi, bisa terjadi jarak antara apa yang kita pikirkan dan apa yang kita omongin, soalnya orang lain bisa aja ngartiin kata-kata kita dengan cara yang beda. Akibatnya, kadang kita mikir udah jelas ngomong apa, tapi ternyata orang lain malah ngartiinnya dengan cara yang berlainan. Selain beda persepsi tadi, kadang kita juga bisa bingung sendiri. Misalnya, situasi di mana kita mikir udah kasih tahu dengan jelas, tapi malah muncul kebingungan dari orang lain. Terkadang, kita merasa udah ngejelasin pikiran kita dengan baik, tapi ternyata ada perbedaan cara orang lain ngertiinnya. Jadi, ndak jarang kita merasa, “Eh, kok bisa ya dia ngertiinnya gitu?” Jadi, pokoknya, beda persepsi ini bisa jadi bikin komunikasi kita jadi rumit.
Kejelasan terhadap diri sendiri juga bisa bikin ndak nyambung antara yang kita pikirin sama yang kita ucapin. Jadi begini, kadang-kadang orang bisa aja ndak paham betul atau bingung sendiri tentang apa yang mereka pikirin. Bingung atau ndak jelas tentang pemikiran sendiri bisa bikin kata-kata yang keluar dari mulut ndak bener-bener mencerminkan maksud sebenarnya. Jadi, bisa aja kita ngomong sesuatu, tapi orang lain malah nangkepnya beda dari yang kita maksudin. Gini aja deh, ketidakjelasan terhadap diri sendiri ini bisa bikin komunikasi kita jadi lebih rumit, tapi ya namanya juga manusia, kadang kita bingung sama diri kita sendiri, kan? Manusia memang kadang suka bikin diri sendiri bingung. Kadang kita ndak begitu paham atau bingung banget sama apa yang ada di pikiran kita. Kebingungan atau ketidakpastian tentang pikiran kita sendiri bisa jadi penyebab kita ngomong sesuatu yang ndak sepenuhnya sesuai sama yang kita maksud. Jadi, meskipun kita pikir udah jelas ngomong apa, tapi kadang masih aja bisa bikin orang lain mikir beda.
Pokoknya, kejelasan terhadap diri sendiri ini kayak bahan baku komunikasi kita, ya. Kalau kita udah lebih jelas tentang apa yang kita pikirkan, kemungkinan besar komunikasi kita bisa lebih lancar. Stres dan tekanan emosional juga bisa bikin ndak nyambung antara yang kita pikirin sama yang kita omongin. Gitu lho, dalam situasi yang penuh stres, kita mungkin aja kehilangan kendali atas kata-kata kita. Jadi, di kondisi kayak gini, kita jadi lebih gampang ngomong tanpa mikirin betul-betul dampaknya atau tanpa mikirin kata-katanya dengan baik. Jadinya bisa deh terjadi ketidakselarasan antara pikiran dan ucapan, di mana kata-kata yang keluar mungkin ndak sepenuhnya mencerminkan pikiran yang sebenarnya. Stress emang bisa jadi sumber ketidaknyamanan dalam komunikasi. Situasi yang penuh stres thu bisa bikin kita jadi agak kehilangan kendali, terutama dalam ngomong. Kita bisa aja lebih cenderung ngegas dan ngomong tanpa mikir panjang. Jadi, di kondisi kayak gini, bisa deh kata-kata yang keluar dari mulut kita jadi kurang pas atau malah ndak sepenuhnya mencerminkan apa yang kita pikirin.
Beda dengan saat kita lagi santai atau tenang, kan? Di situasi santai, kita biasanya lebih bisa mikirin kata-kata dengan lebih baik. Jadi, intinya, stres dan tekanan emosional ini bisa jadi penyebab ndak sinkron antara pikiran dan ucapan. Makanya, penting banget buat mengelola stres dengan baik supaya komunikasi kita tetap lancar dan ndak bermasalah. Terjadinya ketidak sinkron-an antara pikiran dan ucapan itu hal yang rumit banget dalam interaksi manusia, dan melibatkan banyak faktor. Nah, kalo kita bisa ngerti alasan di balik fenomena ini, kita jadi bisa lebih aware dan bisa berusaha buat bikin pikiran dan ucapan kita lebih konsisten. Salah satu caranya adalah dengan komunikasi yang jujur dan terbuka. Dengan begitu, kita bisa bantu mengurangi nya dan bikin pemahaman antar orang-orang di sekitar kita jadi lebih baik. Jadi, intinya, semakin kita paham dan semakin kita jujur dalam berkomunikasi, semakin kecil kemungkinan kita buat ngomong yang ndak sesuai sama yang kita pikirin.
Jadi, pikiran manusia thu kaya kebun yang beraneka ragam, diisi dengan pikiran, perasaan, dan logika yang berlapis-lapis. Kadang-kadang, pikiran kita bisa sampe level kompleks banget, sampe-sampe susah banget dijelasin pake kata-kata. Nah, gara-gara kompleksitas ini, kita seringkali kebingungan buat ngebahas pikiran yang rumit itu. Terus, ndak cuma soal kompleksitas pikiran aja, ya. Norma-norma sosial dan aturan di masyarakat juga ikut andil dalam cara kita ngomong. Buat menghindari masalah, kita kadang merasa perlu banget buat ngomong sesuatu yang sesuai sama norma, meskipun sebenarnya ndak 100% mencerminkan pikiran beneran kita. Situasi sosial yang rumit bisa jadi pemicu utama ketidak sinkron-an ini, di mana kita ngerasa harus ngomong sesuai dengan apa yang dianggap “benar” sama masyarakat, meskipun sebenarnya itu ndak sepenuhnya sesuai sama pemikiran kita sendiri.
Beda persepsi dan interpretasi juga bisa bikin ndak nyambung antara yang kita pikirin sama yang kita ucapin. Setiap orang punya cara liat dan nge artikulasi yang beda-beda buat situasi atau info tertentu. Jadi, bisa terjadi jarak antara apa yang kita pikirkan dan apa yang kita omongin, soalnya orang lain bisa aja ngartiin kata-kata kita dengan cara yang beda. Akibatnya, kadang kita mikir udah jelas ngomong apa, tapi ternyata orang lain malah ngartiinnya dengan cara yang berlainan. Selain beda persepsi tadi, kadang kita juga bisa bingung sendiri. Misalnya, situasi di mana kita mikir udah kasih tahu dengan jelas, tapi malah muncul kebingungan dari orang lain. Terkadang, kita merasa udah ngejelasin pikiran kita dengan baik, tapi ternyata ada perbedaan cara orang lain ngertiinnya. Jadi, ndak jarang kita merasa, “Eh, kok bisa ya dia ngertiinnya gitu?” Jadi, pokoknya, beda persepsi ini bisa jadi bikin komunikasi kita jadi rumit.
Kejelasan terhadap diri sendiri juga bisa bikin ndak nyambung antara yang kita pikirin sama yang kita ucapin. Jadi begini, kadang-kadang orang bisa aja ndak paham betul atau bingung sendiri tentang apa yang mereka pikirin. Bingung atau ndak jelas tentang pemikiran sendiri bisa bikin kata-kata yang keluar dari mulut ndak bener-bener mencerminkan maksud sebenarnya. Jadi, bisa aja kita ngomong sesuatu, tapi orang lain malah nangkepnya beda dari yang kita maksudin. Gini aja deh, ketidakjelasan terhadap diri sendiri ini bisa bikin komunikasi kita jadi lebih rumit, tapi ya namanya juga manusia, kadang kita bingung sama diri kita sendiri, kan? Manusia memang kadang suka bikin diri sendiri bingung. Kadang kita ndak begitu paham atau bingung banget sama apa yang ada di pikiran kita. Kebingungan atau ketidakpastian tentang pikiran kita sendiri bisa jadi penyebab kita ngomong sesuatu yang ndak sepenuhnya sesuai sama yang kita maksud. Jadi, meskipun kita pikir udah jelas ngomong apa, tapi kadang masih aja bisa bikin orang lain mikir beda.
Pokoknya, kejelasan terhadap diri sendiri ini kayak bahan baku komunikasi kita, ya. Kalau kita udah lebih jelas tentang apa yang kita pikirkan, kemungkinan besar komunikasi kita bisa lebih lancar. Stres dan tekanan emosional juga bisa bikin ndak nyambung antara yang kita pikirin sama yang kita omongin. Gitu lho, dalam situasi yang penuh stres, kita mungkin aja kehilangan kendali atas kata-kata kita. Jadi, di kondisi kayak gini, kita jadi lebih gampang ngomong tanpa mikirin betul-betul dampaknya atau tanpa mikirin kata-katanya dengan baik. Jadinya bisa deh terjadi ketidakselarasan antara pikiran dan ucapan, di mana kata-kata yang keluar mungkin ndak sepenuhnya mencerminkan pikiran yang sebenarnya. Stress emang bisa jadi sumber ketidaknyamanan dalam komunikasi. Situasi yang penuh stres thu bisa bikin kita jadi agak kehilangan kendali, terutama dalam ngomong. Kita bisa aja lebih cenderung ngegas dan ngomong tanpa mikir panjang. Jadi, di kondisi kayak gini, bisa deh kata-kata yang keluar dari mulut kita jadi kurang pas atau malah ndak sepenuhnya mencerminkan apa yang kita pikirin.
Beda dengan saat kita lagi santai atau tenang, kan? Di situasi santai, kita biasanya lebih bisa mikirin kata-kata dengan lebih baik. Jadi, intinya, stres dan tekanan emosional ini bisa jadi penyebab ndak sinkron antara pikiran dan ucapan. Makanya, penting banget buat mengelola stres dengan baik supaya komunikasi kita tetap lancar dan ndak bermasalah. Terjadinya ketidak sinkron-an antara pikiran dan ucapan itu hal yang rumit banget dalam interaksi manusia, dan melibatkan banyak faktor. Nah, kalo kita bisa ngerti alasan di balik fenomena ini, kita jadi bisa lebih aware dan bisa berusaha buat bikin pikiran dan ucapan kita lebih konsisten. Salah satu caranya adalah dengan komunikasi yang jujur dan terbuka. Dengan begitu, kita bisa bantu mengurangi nya dan bikin pemahaman antar orang-orang di sekitar kita jadi lebih baik. Jadi, intinya, semakin kita paham dan semakin kita jujur dalam berkomunikasi, semakin kecil kemungkinan kita buat ngomong yang ndak sesuai sama yang kita pikirin.

No comments:
Post a Comment