Apr 13, 2024

Bumi Milik Allah SWT: Sebuah Peringatan Tentang Kembali Kepada Sang Pencipta

 


Pada bahasan kali ini cukup spesial karena dalam pengeditan bahasannya SettiaBlog gunakan handphone jadul Nokia E-series tepatnya Nokia E6, handphone Symbian. SettiaBlog bukan kolektor tapi masih menyimpan dan merawat beberapa handphone Nokia E-series dan masih original. Ya, ini dulu sering SettiaBlog gunakan untuk belajar membuat coding. Dan sampai sekarang terkadang masih SettiaBlog gunakan untuk mengetik. Terutama saat ide muncul di luar ruangan, SettiaBlog bisa ketikkan di sini. Kalau untuk mengetik kayak gini, enak banget, Nokia E6 ini, bentuknya kecil jadi bisa mengetik hanya dengan satu tangan, juga bisa di lakukan di mana saja. Ini juga masih cukup banyak tersimpan lagu - lagu lama, miliknya Taylor Swift ada 2 album Fearless sama Speak Now, dari tadi SettiaBlog malah mengulang - ulang lagu 'Hey Stephen' di album Fearless entah berapa kali sambil mengetik. Metallica entah ada berapa album, Nirvana, Dream Theater dan banyak lagi. Untuk dengerin lagu juga sangat myaman, ndak bikin telinga sakit lho.

SettiaBlog itu kok yang aneh - aneh aja. Ndak kok, SettiaBlog ndak nganeh - nganehi. SettiaBlog itu hanya mengatakan apa adanya, selama ini dalam membuat bahasan SettiaBlog masih di bantu oleh handphone lama karena lebih praktis untuk di bawa ke mana - mana. Begitu ide muncul langsung bisa mengetiknya, kan ide sendiri munculnya tidak mengenal tempat dan waktu. O... ya, terimakasih untuk para Symbianer yang masih sering update aplikasi handphone Symbian dan terimakasih juga pada GitHub. Tapi lupakan cerita SettiaBlog di atas. Yang jelas, Nokia memiliki peran besar dalam perkembangan teknologi handphone, makanya sampai sekarang masih banyak komunitas Symbianer yang tersebar ke penjuru dunia. Kenapa Symbian masih memiliki komunitas, karena handphone Symbian ini mengajarkan penggunanya untuk lebih kreatif.

Dan di atas itu ada video klip 'kembali untukMu' miliknya Kotak versi akustik. Banyak yang bilang setelah berpuasa satu bulan penuh kita akan kembali ke Fitrah manusia. Kembali ke Fitrah adalah kembali kepada kemurnian, kesucian kembali ke asal, visi misi lahirnya di dunia, dan tentang bekal apa setelah meninggal dunia.

Bumi yang menjadi tempat tinggal kita ini, tanah tempat kita berpijak dan langit yang menaungi langkah-langkah kita, semuanya adalah ciptaan Allah SWT. Dalam ajaran Islam, keyakinan bahwa bumi ini milik Allah SWT tertuang dalam banyak ayat Al-Qur'an. Pemahaman ini mengajarkan kita untuk merenungi hakikat kehidupan ini, bahwa kita adalah hamba yang hanya sejenak singgah di dunia ini sebelum kembali kepada Sang Pencipta. Salah satu ayat yang mencerminkan pemahaman ini terdapat dalam Surah Al-Baqarah (2:156), di mana Allah berfirman,
"Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami kembali."
Ayat ini mengingatkan kita bahwa kehidupan ini hanyalah sementara, dan setiap yang ada di dalamnya hanyalah pinjaman dari Allah SWT. Bumi, sebagai tempat di mana kita merasakan nikmat dan cobaan, merupakan ujian bagi setiap individu. Keberadaan kita di dunia ini adalah bagian dari rencana Ilahi yang begitu sempurna. Oleh karena itu, tugas kita sebagai manusia adalah menjalani hidup ini sesuai dengan ajaran-Nya, menghormati alam dan masyarakat di sekitar kita, serta bersyukur atas segala nikmat yang diberikan.

Dalam keseharian, seringkali kita terlena oleh kenikmatan duniawi dan lupa bahwa kita hanya sementara di sini. Kekayaan, kekuasaan, dan segala bentuk kesenangan dunia hanya bersifat sementara. Memahami bahwa bumi ini milik Allah SWT dapat membantu kita menjalani hidup dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab kita sebagai khalifah di muka bumi. Pentingnya kembali kepada Allah SWT adalah sebuah realitas yang ndak terelakkan. Kehidupan di dunia ini adalah perjalanan menuju akhirat, tempat di mana setiap amal perbuatan kita akan dihisab. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Imran (3:185),
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah diberikan pahala kepada kamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."

Mengingat kembali bahwa kita pasti akan kembali kepada Allah SWT dapat menjadi pendorong untuk selalu meningkatkan kualitas hidup kita. Menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran akan akhirat dapat membimbing kita untuk memilih tindakan yang membawa berkah dan memenuhi tugas sebagai hamba yang bertanggung jawab. Sebagai manusia, kita diberikan akal, hati nurani, dan kebebasan untuk memilih. Oleh karena itu, mari gunakan anugerah ini dengan bijak, menjalani hidup dengan penuh kesadaran akan hakikat kehidupan dan tujuan sejati kita, yaitu kembali kepada Sang Pencipta.

“Dan hanya kepada Tuhanmulah (Allah SWT) hendaknya kamu berharap”. (QS. Al Insyirah: 8)
Pernahkah kita mendengarkan ungkapan, ‘jika ndak ada dinding untuk bersandar, akan selalu ada lantai untuk bersujud’ Tentu kalimat tersebut populer menjadi meme di berbagai media sosial. Kalimat itu menjelaskan bahwa apapun masalah dan urusannya, mengadulah hanya kepada Allah lewat sujud. Kalimat itu pula mengatakan bahwa ndak ada yang abadi selain Allah. Oleh karena itu, janganlah bersandar dan berharap selain kepada Allah. Ketika kita menyandarkan dan berharap kepada orang lain, pun itu adalah sahabat terbaik kita, ada masanya kita akan dikecewakan dengan persahabatan itu karena Allah ndak mau hambaNya menaruh harapan dan bersandar selain kepadaNya. Allah sengaja membuat kita kecewa atau sakit hati ketika kita sudah terlalu jauh menyandarkan urusan hidup kita kepada sesama manusia.

Seharusnya kita menyadari bahwa segala sesuatu yang asalnya dari Allah, akan kembali kepada Allah. Keluarga, sahabat, teman, kolega, suatu saat akan kembali kepada Allah. Ketika kita terlalu bergantung, berharap, bahkan menyandarkan hidup kepada mereka, kita akan kehilangan arah dan ndak tahu apa yang harus dilakukan saat mereka berpulang atau mengecewakan kita karena sikap yang tak berkenan di hati. Pun halnya dengan masalah dan kehidupan. Keduanya adalah berasal dan milik Allah yang suatu saat akan kembali kepada Allah SWT. Maka sudah sepatutnyalah kita mengembalikan semua urusan hidup ini kepada Allah SWT.

Ndak ada yang mengalahkan kekuatan, kekuasaan, dan kekayaan Allah SWT. Allah-lah Zat yang Maha Besar. Bagi Allah SWT, semua yang terjadi di alam semesta dan dianggap sangat rumit oleh hambaNya hanyalah persoalan yang sangat sepele. Dengan segala kekuasaan, kekuatan, kebesaran, kemuliaan, dan kekayaan yang Allah SWT miliki, Dia ndak membutuhkan apapun. Sebaliknya, kitalah, hambaNya yang sangat lemah inilah yang sangat membutuhkan Allah SWT untuk hadir dalam hidup kita. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al-Fathir ayat 15,
 “Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.”

Menyandarkan diri dan hidup hanya kepada Allah SWT dapat membuat perasaan tenang dan aman. Mengapa? Karena kita menyandarkan semua masalah pelik kita kepada Allah SWT yang Maha Besar. Di mata Allah SWT, semua persoalan begitu sepele dan sangat mudah diselesaikan. Bagi Allah SWT, ndak ada yang melebihi kebesaran Allah SWT. Dengan selalu menghadirkan, melibatkan, dan menyandarkan, dan mengandalkan Allah SWT, seluruh masalah kita yang rumit itu akan terlihat begitu sepele. Allah SWT sendiri yang mengatakan bahwa kesulitan selalu datang bersama dengan solusinya. Allah SWT mengatakan itu sebanyak dua kali berturut-turut dalam surah Al-Insyiroh ayat 5 dan 6 sebagai bentuk penegasan bahwa hambaNya ndak boleh memusingkan persoalan yang ada karena jalan keluarnya sudah Allah SWT siapkan. Tugas kita hanyalah terus melibatkan Allah SWT dalam setiap langkah.

Berbeda halnya ketika kita mengandalkan orang lain untuk kita jadikan sandaran hidup. Mereka juga manusia seperti kita yang ndak luput dari kesalahan, kekurangan, dan masalahnya sendiri. Adakalanya masalah itu hadir bersamaan dengan masalah yang sedang merundung kita. Ndak jarang, karena letih atau bingung bagaimana menghadapi masalahnya sendiri ditambahkan harus menenangkan dan memberikan solusi untuk kita, keluarlah sikap, sifat, dan perkataan yang ndak mengenakkan di hati.

Kita tidak dilarang bertukar pikiran dengan seseorang yang kita percaya. Namun, janganlah kita meletakkan kepercayaan, keyakinan, harapan, dan sandaran itu secara berlebihan. Selain itu, jangan pula meletakkan kepercayaan pada orang yang munafik. Salah menaruh kepercayaan akan membuat kita justru jatuh dalam keterpurukan. Bukankah salah satu ciri orang yang munafik adalah ketika ia dipercaya, ia akan mengkhianatinya? Bukan hal yang mustahil, bukan, ketika kita menumpahkan isi hati kita tentang sesuatu, di lain hari ia akan mengumbar rahasia itu ke ranah publik? Semoga kita senantiasa Allah SWT jaga dari orang-orang munafik seperti itu. Carilah orang yang mengerti, memahami, dan mengamalkan ilmu agama untuk Anda jadikan teman bertukar pikiran. Orang yang amanah ini akan memberi Anda saran-saran yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dia ndak akan menjauhkan Anda dari agama. Sebaliknya, ia akan selalu mendorong Anda untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Pun ketika ia kita mintai sebuah solusi, jalan keluar yang ia berikan pun tidak akan bertentangan dengan perintah Allah SWT.

Ikhtiar bertukar pikiran dengan orang yang amanah tersebut adalah salah satu upaya kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT karena yang dikatakannya tidak bertentangan dengan Allah SWT. Bisa jadi Allah SWT menolong kita lewat solusii yang dia berikan. Sama halnya ketika kita sakit.

Apakah kita akan memasrahkan diri begitu saja kepada Allah SWT tanpa berusaha mengobatinya? Tentu tidak, bukan. Kita tetap menaruh harapan agar lekas sembuh hanya kepada Allah SWT. Namun, cara agar Allah SWT mau menyembuhkan kita adalah dengan jalan mengobati penyakit tersebut lewat obat-obatan yang diresepkan oleh seorang dokter. Bukankah Allah SWT ndak mengubah suatu kaum sebelum kaum itu kau berusaha sendiri mengubahnya? Menyandarkan diri dan berharap hanya kepada Allah SWT ndak akan membuat kita kecewa. Kuncinya adalah benar-benar memasrahkan diri kepada Allah SWT setelah kita berikhtiar semaksimal mungkin untuk berusaha membereskan masalah atau hal lainnya. Selain itu, untuk menyandarkan diri hanya kepada Allah SWT dengan penuh, kita harus mempercayai dan meyakini Allah SWT sepenuhnya. Percaya bahwa setelah ikhtiar semaksimal mungkin, maka apapun keputusan Allah SWT adalah yang terbaik untuk kita. Kita wajib meyakini bahwa Allah SWT telah memberikan yang terbaik untuk kita pun ketika ketetapan tersebut bukanlah apa yang kita inginkan. Wajib bagi kita untuk terus berbaik sangka dan menerimanya dengan lapang dada karena dengan keikhlasan, kita bisa merasa tenang, nyaman, dan aman menyerahkan diri kepada Allah SWT semata.

Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat Al Mu’min ayat 60 yang artinya,
“Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.

Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada jalan lain untuk menyandarkan diri kepada Allah SWT selain berdo'a kepadaNya. Berdo'a merupakan bentuk sebuah penghambaan diri, penyerahan total, dan pengakuan tak terbantahkan dari seorang hamba tentang keagungan, keesaan, kekuatan, kekuasaan, dan kebesaran Allah SWT terhadap hidupnya. Dengan berdo'a, ia mencurahkan, mengadukan, bermanja kepada Allah SWT tentang kepelikan hidup dan keinginan hajatnya.

Sebaliknya, orang yang enggan berdo'a adalah mereka yang sombong dan ndak mempercayakan dirinya kepada Allah SWT. Ia meyakini bahwa segala sesuatu dalam hidupnya adalah karena usahanya sendiri dan ia merasa mampu mengatasi semua hal. Mereka sombong padahal satu-satunya Zat yang boleh menyombongkan diri hanyalah Allah SWT. Allah SWT memurkai mereka yang enggan berdo'a kepada Allah SWT. Sandarkanlah semua beban hidup Anda hanya kepada Allah SWT. Curahkanlah semua gundah gulana Anda hanya kepada Dia yang Maha Mengetahui segala isi hati Anda. Memintakan hanya kepada Zat yang Maha Kaya, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Pahamilah bahwa jarak antara musibah dengan jalan keluar hanya sedekat kening dan sajadah tempat bersujud.

No comments:

Post a Comment