Imah adalah seorang wanita cantik salihah lagi bertakwa. Bila malam mulai merayap menuju tengahnya, ia senantiasa bangkit dari tidurnya untuk shalat malam dan bermunajat kepada Allah. Tidak peduli waktu itu musim panas ataupun musim dingin, karena disitulah letak kebahagiaan dan ketentramannya. Yakni pada saat dia khusyu’ berdoa, merendah diri kepada sang Pencipta, dan berpasrah akan hidup dan matinya hanya kepada-Nya.
Dia juga amat rajin berpuasa, meski sedang bepergian. Wajahnya yang cantik makin bersinar oleh cahaya iman dan ketulusan hatinya. Suatu hari datanglah seorang lelaki untuk meminangnya, konon ia termasuk lelaki yang taat dalam beribadah. Setelah shalat istiharah akhirnya ia menerima pinangan tersebut.
Waktu terus berlalu, tibalah saat yang dinantikan oleh kedua mempelai. Saat yang penuh arti dan mendebarkan bagi siapapun yang akan memulai hidup baru. Doa ‘Barakallahu laka wa baaraka alaika wa jama’a bainakuma fii khairin’ mengalir dari para undangan yang datang buat sepasang pengantin baru. Pengantin wanita terlihat begitu cantik. Saat sang suami menemui terpancarlah cahaya dan sinar wudhu dari wajahnya. Duhai wanita yang lebih cantik dari rembulan, sungguh beruntung wahai engkau lelaki, mendapatkan seorang istri yang demikian suci, beriman dan shalihah. Jam mulai mendekati angka dua belas malam, sesuai perjanjian sang suami akan membawa istri ke rumahnya. Sang suami memegang tangan istrinya sambil berkendara, diiringi ragam perasaan yang bercampur baur menuju rumah baru harapan mereka. Terutama harapan sang istri untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah.
Setibanya disana, Imah meminta ijin suaminya untuk memasuki kamar mereka. Kamar yang ia rindukan untuk membangun mimpi-mimpinya. Dimana di kamar itu ibadah akan ditegakkan dan menjadi tempat dimana ia dan suaminya melaksanakan shalat dan ibadah secara bersama-sama.
Pandangannya menyisir seluruh ruangan. Tersenyum diiringi pandangan sang suami mengawasi dirinya. Senyumnya seketika memudar, hatinya begitu tercekat, bola matanya yang bening tertumbuk pada sebuah gitar yang tergeletak di sudut kamar. Wanita itu nyaris tak percaya. Ini nyatakah atau hanya fatamorgana? Pikirannya tiba-tiba menjadi kacau. Bagaimanakah sesungguhnya kebenaran ucapan orang tentang lelaki yang kini telah menjadi suaminya. Oh…segala angan-angannya menjadi hampa, sungguh ia amat terluka. Hampir saja air matanya tumpah. Ia berulang kali mengucap istighfar, “alhamdulillaahi 'alaa kulli haalin"…Ya bagaimanapun yang dihadapinya Imah tetap mengucap alhamdulillah. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala kegaiban. Bagaimanapun Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikannya karunia seorang suami.
Imah menatap suaminya dengan wajah merah karena rasa malu dan sedih, serta setumpuk rasa kekhawatiran menyelubung. “Ya Allah, aku harus kuat dan tabah, sikap baik kepada suami adalah jalan hidupku…” Kata Imah lirih di lubuk hatinya. Imah itu berharap, Allah akan memberikan hidayah kepada suaminya melalui tangannya. Mereka mulai terlibat perbincangan, meski masih dibaluti rasa enggan, malu bercampur bahagia. Waktu terus berlalu hingga malam hampir habis. Sang suami bak tersihir oleh pesona kecantikan sang istri. Ia bergumam dalam hati, “Saat ia sudah berganti pakaian, sungguh kecantikannya semakin berkilau. Tak pernah kubayangkan ada wanita secantik ini di dunia ini.”
Saat tiba sepertiga malam terakhir, Allah ta’ala mengirimkan rasa kantuk pada suaminya. Dia tak mampu lagi bertahan, akhirnya ia pun tertidur lelap. Hembusan nafasnya begitu teratur. imah segera menyelimutinya dengan selimut tebal, lalu mengecup keningnya dengan lembut. Setelah itu ia segera terdorong rasa rindu kepada mushalla-nya dan bergegas menuju tempat ibadahnya dengan hati melayang.
Suami Imah terbangun dan berkata dalam hati, “Entah kenapa aku begitu mengantuk, padahal sebelumnya aku betul-betul ingin begadang. Belum pernah aku tertidur sepulas ini. Sampai akhirnya aku mendapati istriku tidak lagi disampingku." Suami Imah bangkit dengan mata masih mengantuk untuk mencari istrinya. "Mungkin ia malu sehingga memilih tidur di kamar lain." Suami Imah segera membuka pintu kamar sebelah. Gelap, sepi tak ada suara sama sekali. Dia berjalan perlahan khawatir membangunkannya. Suami Imah berkata dalam hati,"Kulihat wajah bersinar di tengah kegelapan, keindahan yang ajaib dan menggetarkan jiwaku. Bukan keindahan fisik, karena ia tengah berada di peraduan ibadahnya. Ya Allah, sungguh ia tidak meninggalkan shalat malamnya termasuk di malam pengantin."
Seusai shalat Imah memandang ke arah suaminya. Tangannya dengan lembut memegang tangan suaminya dan membelai rambutnya. Masya Allah, subhanallah, sungguh luar biasa wanita ini. Kecintaannya pada sang suami, tak menghilangkan kecintaannya kepada kekasih pertamanya, yakni ibadah. Ya, ibadah kepada Allah, Rabb yang menjadi kekasihnya.
Hingga sebulan kedepan Imah terus melakukan kebiasaannya, sedangkan suaminya belum bisa merubah kebiasannya menghabiskan malam-malamnya dengan begadang seperti saat belum punya istri dulu. Keasyikan bermain musik dan bersenang-senang dengan teman-temannya telah melupakan istrinya yang menunggu di rumah. Menjelang pagi baru dia pulang, itu yang tiap hari di lakukan suami Imah.
Seperti malam-malam biasanya suami Imah pulang menjelang pagi, seperti malam ini, suami Imah membuka pintu dengan perlahan dan mendengar bacaan Al-Qur’an yang demikian syahdu menggugah hati. Dengan perlahan dan hati-hati ia memasuki kamar sebelah. Gelap dan sunyi, ia pertajam penglihatannya dan melihat istrinya tengah berdoa. Ia mendekatinya dengan lembut tapi cepat. Angin sepoi-sepoi membelai wajah sang istri. Ya Allah, perasaan laki-laki itu bagai terguyur. Apalagi saat mendengar istrinya berdoa sambil menangis. Curahan air matanya bagaikan butiran mutiara yang menghiasi wajah cantiknya. Tubuh lelaki itu bergetar hebat, kemana selama ini ia pergi, meninggalkan istri yang penuh cinta kasih? Sungguh jauh berbeda dengan istrinya, antara jiwa yang bergelimang dosa dengan jiwa gemerlap di taman kenikmatan, di hadapan Rabbnya. Lelaki itu menangis, air matanya tak mampu tertahan. Sesaat kemudian adzan subuh. Lelaki itu memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini, ia lantas menunaikan shalat subuh dengan kehusyukan yang belum pernah dilakukan seumur hidupnya.
Inilah buah dari doa wanita salihah yang selalu memohonkan kebaikan untuk sang suami, sang pendamping hidup.
Beberapa tahun kemudian, segala wujud pertobatan lelaki itu mengalir dalam bentuk ceramah, khutbah, dan nasihat yang tersampaikan oleh lisannya.
Memang benar, wanita salihah adalah harta karun yang amat berharga dan termahal bagi seorang lelaki bertakwa. Bagi seorang suami, istri salihah merupakan permata hidupnya yang tak ternilai dan “bukan permata biasa”.
No comments:
Post a Comment