Ada orang yang membuat kita merasa nyaman bila berada didekatnya. Kita merasa ayom, ayem dan akhirnya tenteram. Tidak banyak orang yang bisa seperti ini, tetapi ada. Dan itulah pemimpin sejati. Bagaimana Sri Mangkunegara IV memotivasi para muda” sebagai berikut”
nulada laku utama
tumrape ing tanah Jawi
wong agung ing Ngèksigônda
Panêmbahan Senapati
kapati amarsudi
sudaning hawa lan nêpsu
pinêsu tapa brata | tanapi ing sariratri
amêmangun karyenak tyasing sasama
“Amemangun karyenak tyasing sesama” artinya berbuat untuk menyenangkan hati sesama manusia. Berbuat seperti ini tidak mudah karena dituntut kemampuan mengendalikan diri. Oleh sebab itu Panembahan Senopati “siang ratri” (siang malam) selalu “amarsudi sudaning hawa lan nepsu”
"Amemangun karyenak tyaseing sesama" tidak lepas dari ucapan-ucapan kita yang tidak sekedar untuk "ngayem-ayemi" tetapi benar-benar merupakan "Sabda Amreta" (Sabda: ucapan; A: tidak; Mreta: mati), ucapan yang benar-benar menyegarkan hati dan menumbuhkan semangat kehidupan.
Resep Hubungan Antar Manusia
“Amemangun karyenak tyasing sesama” adalah “resep” dalam pergaulan dengan sesama manusia, siapapun mereka. Adapun contoh yang diberikan Sri Mangkunegara IV tentang apa yang dilakukan Panembahan Senopati adalah “samangsane pasamuan; amamangun marta martani (Pasamuan: berkumpul dengan orang lain; Marta: sifat lembah manah, sabar; Martani: dalam bahasa kawi adalah memberi kabar baik), yang dapat dilihat pada pupuh Sinom bait ke dua sebagai berikut:
samangsane pasamuwan
mêmangun marta martani
sinambi ing sabên môngsa
kala-kalaning asêpi
lêlana tèki-tèki
gayuh geyonganing kayun
kayungyun êninging tyas
sanityasa pinrihatin
puguh panggah cêgah dhahar lawan nendra
Kesimpulan: Resepnya adalah “amemangun karyenak tyasing sesama” melalui “memangun marta martani”. Lalu apa yang harus dilakukan? Beri pigura, jadikan hiasan dinding di ruang kerja kita? Bisa bernasib menjadi hiasan tanpa makna kalau kita tidak tahu apa yang harus dikerjakan dan tamu yang harus kita layani tidak tahu maksudnya. Lebih-lebih kata-katanya dalam bahasa Jawa yang masih bernafaskan bahasa Sansekerta/Kawi.
Operasionalisasi “Memangun Marta Martani”
Semua orang punya cara masing-masing untuk membuat nyaman sesama, yang kurang lebih dapat diringkas sebagai berikut:
Sifat Susila Anor Raga: Perilaku santun dengan tutur kata lembut didukung pilihan bahasa yang pas dan sesuai dengan bahasa tubuhnya. Jangan sampai bahasa tubuh berseberangan dengan ucapan kita. Kita banyak melihat motto yang tertempel di tempat-tempat pelayanan umum, misalnya “Senyum, Salam dan Sapa”.Bagus, asal jangan sampai senyumnya dipaksakan dalam wajah muram dan sapaan datar.
Sifat Berbudi: Luber budinya. Artinya suka memberi. Memberi tidak harus uang atau sembako. Semua yang bernuansa memberi dan berbagi adalah manifestasi sifat berbudi
Sifat Bawa Laksana: Kesamaan antara ucapan dan tindakan. Tidak ada orang yang merasa nyaman berdekatan dengan manusia yang “kakehan gludhug kurang udan”. “Memangun marta martani” adalah pesan untuk pemimpin dan pelayan masyarakat. Bila tugas kita melayani masyarakat, misalnya saja kita adalah petugas Puskesmas, Rumah Sakit, maupun institusi pemberi layanan lainnya, marilah kita “mulat sarira”, introspeksi apakah dalam melayani pengunjung kita sudah “memangun marta martani”.
Tantangannya Besar
“Memangun marta martani” ternyata tidak gampang. Bisa saja terjadi bahwa kita merasa sudah memberikan yang terbaik, masih dimaki-maki. Sudah bertindak profesional, masih digoblok-goblokkan. Bisa karena miskomunikasi, misinterpretasi atau mis mis lainnya. Oleh sebab itu pada awal tulisan ini telah disebutkan bahwa kita harus selalu “amarsudi sudaning hawa lan nepsu”. Bila tidak mampu, bisa berkelahi dengan klien, dan ini memalukan.
Sri Mangkunegara IV cukup arif dalam hal ini. Dalam pupuh Pangkur bait ke 5 bahwa sejatinya penerapan ilmu kita hanyalah untuk membuat orang senang (sanyatane mung weh reseping ati). Hati harus tetap dingin, tetap senang walau dikatakan tolol (bungah ingaran cubluk). Hati tetap gembira walau dihina (sukeng tyas yen den ina). Orang hidup jangan seperti si tolol yang suka omong gede, maunya hari-hari dipuji (nora kaya si punggung anggung gumrunggung; ugungan sadina-dina). Lengkapnya sebagai berikut:
mangkono ngèlmu kang nyata
sanyatane mung wèh rêsêping ati
bungah ingaranan cubluk
sukèng tyas yèn dèn ina
nora kaya si punggung anggung gumunggung
ugungan sadina-dina | aja mangkono wong urip
Ksatria Utama Harus Pandai Menarik Hati Sesama
Walaupun tantangannya besar, apabila kita ingin menjadi manusia utama, maka setiap saat kita harus mengasah dan membersihkan budi (saben ri kalamangsa; mangsah amemasuh budi). Tujuannya adalah untuk melaksanakan perilaku keksatriaannya (laire anetepi; ing reh kasatriyanipun). Apakah itu? Susila anor raga dan “wignya met tyasing sesami. (wignya: berani; Mèt: dalam bahasa Kawi artinya mengambil hati), dengan kata lain seorang ksatria harus pandai mengambil hati sesama, tentusaja dengan pegangan sikap susila anor raga, bukan yang lain. Demikianlah menurut pupuh Sinom bait ke 17 yang lengkapnya sebagai berikut:
mangkono janma utama
tuman-tumanêm ing sêpi
ing sabên ri kala môngsa
mangsah amêmasuh budi
laire anêtêpi | ing rèh kasatriyanipun
susila anor raga
wignya mèt tyasing sêsami
yèku aran wong barèk berag agama
Jangan Menuruti Kemauan Sendiri
Berupaya menyenangkan hati sesama tantangannya besar. Belum tentu orang senang walaupun kita sudah berupaya <>i“do the best”. Kita adalah manusia yang selalu mengatakan “kesabaran ada batasnya”. Tetapi kalau tujuan kita adalah “amemangun karyenak tyasing sesama”, kendalikanlah diri. Jangan perlihatkan ketidaksenangan kita, tetaplah bertutur kata santun dengan wajah manis, sinamun ing samudana, sesadon ingadu manis , sesuai pesan dalam pupuh pangkur bait ke 3 sebagai berikut:
gugu karêpe priyangga
nora nganggo pêparah lamun angling
lumuh ingaran balilu
ugêr guru alêman
nanging janma ingkang wus waspadèng sêmu
sinamun ing samudana
sêsadon ingadu manis
No comments:
Post a Comment