Background pada bahasan kali ini SettiaBlog buat dengan warna - warna Soft. Video klipnya SettiaBlog kasih "supernatural" milik Ariana Grande. Masih ingat kan ya, apa itu supernatural? Ndak perlu SettiaBlog jelasin lagi ya. Kalau penampilan Ariana Grande yang selalu terlihat ramping kayak gitu apakah bisa di katakan supernatural? Secara umum supernatural bisa berkaitan dengan sesuatu hal yang di luar kejadia alamiah; susah untuk dapat dijelaskan oleh hukum, nalar manusia secara umum atau fenomena alam. Ada pertanyaan yang sering muncul di kalangan ulama atau para pemikir, bagaimana cara mengetahui hukum Allah SWT. Apakah akal manusia mampu mengetahuinya, atau hanya melalui wahyu? Pertanyaan ini sebenarnya merupakan persoalan epistemologi hukum dalam syariat Islam. Dalam kajian kitab Ushul al-Fiqh: Dirasah Naqdiyyah fi Aliyat Iktisyaf al-Ahkam al-Syar’iyyah dikatakan bahwa ada tiga teori utama yang berkembang di kalangan ulama ushul dalam masalah ini, yaitu teori rasionalisme (al-‘aqlaniyyah), teori tradisionalisme (al-taqlidiyyah), dan teori rekonsialisme (al-taufiqiyyah).
Pertama, para penganut teori al-‘aqlaniyyah . Mereka berpegang pada salah satu dari lima prinsip dasar mereka, yaitu keadilan Allah SWT. Menurut mereka, keadilan Allah SWT mengharuskan manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki kemampuan atau kekuatan. Dengan kata lain, manusia ndak lemah dan memiliki kemampuan untuk mengetahui hukum Allah SWT melalui akalnya, bahkan bila tanpa wahyu. Mereka percaya bahwa setiap perbuatan memiliki sifat dan karakteristik intrinsik yang bisa dikenali melalui akal. Ini dikenal sebagai teori “tahsin” (penyempurnaan) dan “taqbih” (penghinaan) akal. Mereka menyatakan bahwa segala sesuatu yang bermanfaat adalah baik dan wajib dilakukan, ia akan mendapatkan pahala. Sebaliknya, segala sesuatu yang merugikan adalah buruk dan harus dihindari, dan pelanggarannya akan mendapat hukuman. Mereka bahkan berpendapat bahwa orang yang belum menerima wahyu tetap dibebani untuk melakukan kebaikan yang diketahui oleh akalnya dan menjauhi keburukan.
Kedua, teori al-taqlidiyyah. Dasar teologis mereka adalah kehendak dan kekuasaan mutlak Allah SWT. Menurut pandangan ini, manusia adalah makhluk yang lemah dan ndak dapat mengetahui hukum Allah SWT tanpa wahyu. Akal ndak bisa menentukan apa yang baik atau buruk karena ndak ada sifat intrinsik dalam perbuatan yang dapat menjadi standar penilaian. Mereka percaya bahwa sesuatu yang baik adalah apa yang ditentukan baik oleh Allah SWT, dan yang buruk adalah apa yang ditentukan buruk oleh Allah SWT. Oleh karena itu, hukum Allah SWT hanya dapat diketahui melalui wahyu yang disampaikan oleh para Rasul. Bagi mereka yang belum menerima wahyu, atau ndak adanya dakwah Islam, maka ndak ada beban hukum.
Ketiga, pendekatan al-taufiqiyyah yang berusaha menggabungkan kedua teori sebelumnya. Mereka percaya bahwa akal bisa mengetahui apa yang baik dan buruk karena sifat intrinsik dalam perbuatan. Akal bisa memahami bahwa pelaku kebaikan layak dipuji dan pelaku keburukan layak dicela. Namun, akal ndak bisa menentukan bahwa Allah SWT mewajibkan perbuatan baik dan memberikan pahala untuk itu, atau bahwa Allah SWT melarang perbuatan buruk dan menghukumnya. Ndak ada kaitan langsung antara kemampuan akal untuk mengetahui dan kewajiban hukum serta pahala dan hukuman dari Allah SWT.
Jadi, dalam pendekatan al-taufiqiyyah, ada pengakuan terhadap kemampuan akal dalam mengenali kebaikan dan keburukan, namun pengetahuan ini ndak cukup untuk menentukan hukum syariat tanpa bantuan wahyu. Wahyu diperlukan untuk memberikan kejelasan tentang kewajiban agama dan konsekuensi hukum dari perbuatan tersebut.
Ketiga teori ini menunjukkan pendekatan yang berbeda dalam memahami bagaimana hukum Allah SWT dapat diketahui. Udah ya, tadi SettiaBlog lupa e buat kopi. SettiaBlog mau buat kopi dulu, cara buat kopi SettiaBlog mungkin beda dengan orang lain tapi tujuannya kan tetep sama, menghasilkan rasa kopi yang nikmat.
Pertama, para penganut teori al-‘aqlaniyyah . Mereka berpegang pada salah satu dari lima prinsip dasar mereka, yaitu keadilan Allah SWT. Menurut mereka, keadilan Allah SWT mengharuskan manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki kemampuan atau kekuatan. Dengan kata lain, manusia ndak lemah dan memiliki kemampuan untuk mengetahui hukum Allah SWT melalui akalnya, bahkan bila tanpa wahyu. Mereka percaya bahwa setiap perbuatan memiliki sifat dan karakteristik intrinsik yang bisa dikenali melalui akal. Ini dikenal sebagai teori “tahsin” (penyempurnaan) dan “taqbih” (penghinaan) akal. Mereka menyatakan bahwa segala sesuatu yang bermanfaat adalah baik dan wajib dilakukan, ia akan mendapatkan pahala. Sebaliknya, segala sesuatu yang merugikan adalah buruk dan harus dihindari, dan pelanggarannya akan mendapat hukuman. Mereka bahkan berpendapat bahwa orang yang belum menerima wahyu tetap dibebani untuk melakukan kebaikan yang diketahui oleh akalnya dan menjauhi keburukan.
Kedua, teori al-taqlidiyyah. Dasar teologis mereka adalah kehendak dan kekuasaan mutlak Allah SWT. Menurut pandangan ini, manusia adalah makhluk yang lemah dan ndak dapat mengetahui hukum Allah SWT tanpa wahyu. Akal ndak bisa menentukan apa yang baik atau buruk karena ndak ada sifat intrinsik dalam perbuatan yang dapat menjadi standar penilaian. Mereka percaya bahwa sesuatu yang baik adalah apa yang ditentukan baik oleh Allah SWT, dan yang buruk adalah apa yang ditentukan buruk oleh Allah SWT. Oleh karena itu, hukum Allah SWT hanya dapat diketahui melalui wahyu yang disampaikan oleh para Rasul. Bagi mereka yang belum menerima wahyu, atau ndak adanya dakwah Islam, maka ndak ada beban hukum.
Ketiga, pendekatan al-taufiqiyyah yang berusaha menggabungkan kedua teori sebelumnya. Mereka percaya bahwa akal bisa mengetahui apa yang baik dan buruk karena sifat intrinsik dalam perbuatan. Akal bisa memahami bahwa pelaku kebaikan layak dipuji dan pelaku keburukan layak dicela. Namun, akal ndak bisa menentukan bahwa Allah SWT mewajibkan perbuatan baik dan memberikan pahala untuk itu, atau bahwa Allah SWT melarang perbuatan buruk dan menghukumnya. Ndak ada kaitan langsung antara kemampuan akal untuk mengetahui dan kewajiban hukum serta pahala dan hukuman dari Allah SWT.
Jadi, dalam pendekatan al-taufiqiyyah, ada pengakuan terhadap kemampuan akal dalam mengenali kebaikan dan keburukan, namun pengetahuan ini ndak cukup untuk menentukan hukum syariat tanpa bantuan wahyu. Wahyu diperlukan untuk memberikan kejelasan tentang kewajiban agama dan konsekuensi hukum dari perbuatan tersebut.
Ketiga teori ini menunjukkan pendekatan yang berbeda dalam memahami bagaimana hukum Allah SWT dapat diketahui. Udah ya, tadi SettiaBlog lupa e buat kopi. SettiaBlog mau buat kopi dulu, cara buat kopi SettiaBlog mungkin beda dengan orang lain tapi tujuannya kan tetep sama, menghasilkan rasa kopi yang nikmat.
Untuk video klip kedua ada "I Can Do It With a Broken Heart". Ya, kita harus selalu berpikir positif dalam keadaan apapun, begitu juga dalam tindakan, kita harus bijak dalam kondisi apapun. Dalam kehidupan sehari - hari kita sering mendengar ucapan "Rasional" dan "masuk akal". Sekilas keduanya tampak sama tapi sebenarnya beda.
Apa c artinya bersikap Rasional itu?
Kita selalu bergantung pada kejadian masa lalu dan data numerik untuk menentukan hasil di masa mendatang. Mencapai kesimpulan melalui penerapan matematika dan logika pada informasi numerik disebut bersikap rasional. Anda pasti pernah mendengar tentang investor rasional dan irasional. Sekarang, Anda dapat membayangkan mengapa mereka disebut investor rasional. Ya, Anda membayangkannya dengan benar. Mereka membuat keputusan investasi dengan melihat kinerja pasar di masa lalu. Jadi, Anda dapat mengatakan dalam istilah awam bahwa bersikap rasional berarti menerapkan logika, teknis, dan matematika untuk menentukan hasil.
Lalu apa yang membedakan dengan bersikap masuk akal?
Bersikap masuk akal berarti bersikap adil. Artinya, Anda setuju dengan kemungkinan dan kemungkinan yang sama dalam suatu situasi dan mengambil keputusan dengan bersikap adil terhadap keduanya. Misalnya, ketika kita pergi ke pasar, kita menawar harga yang wajar untuk suatu barang. Kemudian, pemilik toko memberi Anda barang itu dengan harga yang wajar yang ndak merugikan dirinya maupun Anda. Jadi, dengan kata lain, Anda dapat mengatakan, masuk akal berarti berpikiran adil. "Masuk Akal" dan "Rasional" ini mengajari kita untuk mempertimbangkan semua sisi buruk, bahkan yang kemungkinan terjadinya hanya 1%. Umumnya, hal-hal yang belum pernah terjadi sebelumnya sulit untuk diketahui, tetapi jika seseorang membuka pikirannya dan mengambil keputusan yang masuk akal dengan melihat penyebab sebenarnya dan informasi tertentu, ia juga terhindar dari kejadian ndak terduga yang tersembunyi itu.
Maafin SettiaBlog ya,
Semoga kita semua selalu di lapangkan dan dimudahkan segala urusannya, oleh Allah SWT. Di berikan rahmat dan di beri petunjuk yang benar dalam segala urusan oleh Allah SWT.
اَللَّÙ‡ُÙ…َّ لاَ سَÙ‡ْÙ„َ Ø¥ِلاَّ Ù…َا جَعَÙ„ْتَÙ‡ُ سَÙ‡ْلاً ÙˆَØ£َÙ†ْتَ تَجْعَÙ„ُ الْØَزْÙ†َ Ø¥ِØ°َا Ø´ِئْتَ سَÙ‡ْلاً
"Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Sedang yang susah bisa Engkau jadikan mudah, apabila Engkau menghendakinya."
Apa c artinya bersikap Rasional itu?
Kita selalu bergantung pada kejadian masa lalu dan data numerik untuk menentukan hasil di masa mendatang. Mencapai kesimpulan melalui penerapan matematika dan logika pada informasi numerik disebut bersikap rasional. Anda pasti pernah mendengar tentang investor rasional dan irasional. Sekarang, Anda dapat membayangkan mengapa mereka disebut investor rasional. Ya, Anda membayangkannya dengan benar. Mereka membuat keputusan investasi dengan melihat kinerja pasar di masa lalu. Jadi, Anda dapat mengatakan dalam istilah awam bahwa bersikap rasional berarti menerapkan logika, teknis, dan matematika untuk menentukan hasil.
Lalu apa yang membedakan dengan bersikap masuk akal?
Bersikap masuk akal berarti bersikap adil. Artinya, Anda setuju dengan kemungkinan dan kemungkinan yang sama dalam suatu situasi dan mengambil keputusan dengan bersikap adil terhadap keduanya. Misalnya, ketika kita pergi ke pasar, kita menawar harga yang wajar untuk suatu barang. Kemudian, pemilik toko memberi Anda barang itu dengan harga yang wajar yang ndak merugikan dirinya maupun Anda. Jadi, dengan kata lain, Anda dapat mengatakan, masuk akal berarti berpikiran adil. "Masuk Akal" dan "Rasional" ini mengajari kita untuk mempertimbangkan semua sisi buruk, bahkan yang kemungkinan terjadinya hanya 1%. Umumnya, hal-hal yang belum pernah terjadi sebelumnya sulit untuk diketahui, tetapi jika seseorang membuka pikirannya dan mengambil keputusan yang masuk akal dengan melihat penyebab sebenarnya dan informasi tertentu, ia juga terhindar dari kejadian ndak terduga yang tersembunyi itu.
Maafin SettiaBlog ya,
Semoga kita semua selalu di lapangkan dan dimudahkan segala urusannya, oleh Allah SWT. Di berikan rahmat dan di beri petunjuk yang benar dalam segala urusan oleh Allah SWT.
اَللَّÙ‡ُÙ…َّ لاَ سَÙ‡ْÙ„َ Ø¥ِلاَّ Ù…َا جَعَÙ„ْتَÙ‡ُ سَÙ‡ْلاً ÙˆَØ£َÙ†ْتَ تَجْعَÙ„ُ الْØَزْÙ†َ Ø¥ِØ°َا Ø´ِئْتَ سَÙ‡ْلاً
"Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Sedang yang susah bisa Engkau jadikan mudah, apabila Engkau menghendakinya."
No comments:
Post a Comment