May 27, 2024

Nikmat yang Ndak Terlihat

 


Video klip di atas "Si tua sais pedati" milik Iwan Fals, salah satu musisi country Indonesia. SettiaBlog suka konsep video klip di atas, apa adanya, di situ di perlihatkan suasana di pagi buta, dengan suara hewan yang bersahutan khas pedesaan kan ya. Ada bisa lihat sendiri video klipnya, personil band memperlihatkan dengan apa adanya kita di pagi hari, ya seperti itulah. Lagunya sendiri c ini pengalaman pribadi Iwan Fals yang kagum dengan kesederhanaan, ketenangan dan keramahan sais pedati yang pernah di temui Iwan Fals. Bahkan dia bilang merasa sejuk ketika melihat bapak itu (sais pedati), kesahajaannya, ndak tergesa-gesa.
“Tersenyumlah. Jangan karena 1 hari yang buruk membuat Anda lupa bersyukur terhadap 29 hari yang baik”

Sering kali kita bersyukur kepada Allah SWT. disaat mendapatkan rezeki yang banyak, naik jabatan, bisa membeli rumah atau kendaraan, dan kebahagiaan fisik lainnya. Itu ndak salah, justru harus demikian karena bersyukur merupakan perintah Allah SWT dan dicontohkan Rasulullah SAW. Namun, kita sering juga lupa bagaimana harus bersyukur atas berbagai nikmat yang sebetulnya secara fisik ndak terlihat. Bahkan, kita ndak menganggap hal tersebut sebagai nikmat dari Allah SWT. Apa saja itu? Misalnya, kita masih diberi hidayah oleh Allah SWT sehingga istiqamah dalam beribadah. Atau saat kita mampu secara perlahan mengurangi dan meninggalkan kemaksiatan yang merugikan. Istiqamah dalam ibadah dan mampu terhindari dari maksiat merupakan nikmat dari Allah SWT yang sangat luar biasa besarnya. Andai saja kita sadar betul mengenai dua hal itu, kita akan menangis malu kepada Allah SWT karena sudah melalaikan nikmat-Nya yang sangat berarti tersebut. Mengapa hal tersebut perlu disyukuri?

Pertama, karena ndak semua orang bisa mendapatkan kenikmatan istiqamah dalam ibadah. Contohnya, apakah setiap ada panggilan azan semua Muslim shalat berjamaah di masjid? Tentu ndak semua, meskipun punya waktu untuk itu. Lalu, apakah semua orang bisa tuma’ninah dan khusyuk dalam shalat? Ndak semuanya, bergantung pada kadar keimanan dan ilmu masing-masing. Ada misalnya sebagian orang yang wudhu dan shalatnya dilakukan asal-asalan. Pakaian yang dikenakannya pun sama, kurang bersih dan rapi. Ibadahnya hanya ritual takbir dan salam. Ibadah shalatnya ndak dinikmati sebagai sarana mendekati dan mencintai Allah SWT. Mengalir tanpa ada ruh dan nilai yang berarti. Karena itu, mensyukuri nikmat kita bisa ibadah dengan tenang adalah suatu keharusan bagi setiap Muslim. Kalau saja Allah SWT mencabut nikmat ibadah ini, apa jadinya kita di hadapan-Nya? Rugilah kita.

Kedua, bisa ibadah dengan istiqamah akan membentuk pribadi yang mencintai Allah SWT sehingga perlahan tapi pasti bisa menghindari maksiat. Maksiat adalah perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Terlebih, kelak di akhirat akan lama sekali bersidang di hadapan Allah SWT untuk mempertanggungjawabkan jawabakan perbuatan tersebut. Terhindarnya kita dari maksiat adalah anugerah dan pertolongan Allah SWT yang ndak bisa digambarkan dengan kata-kata semata. Apa pasalnya? Ada sebagian orang yang bangga dengan maksiatnya. Bahkan diumbar-umbar di media sosial dan ditonton jutaan manusia. Media dan cara untuk bermaksiat sangat banyak. Namun, dari sekian banyak pintu maksiat itu, kita ndak pernah sekali pun dekat kepadanya. Ini anugerah Allah SWT yang sangat luar biasa. Masa kita ndak mau bersyukur kepada Allah SWT karena hal tersebut? Rugi betul kalau kita seperti itu.

Mengapa kita harus bersyukur karena bisa terhindar dari maksiat? Menghindari maksiat itu sangat berat dan perlu kesabaran luar biasa agar bisa. Oleh karena itu, kita harus bergantung kepada Allah SWT untuk urusan ini agar dimudahkan dengan baik. Salah dan khilaf adalah ciri manusia ciptaan Allah SWT. Hanya Allah yang Mahasempurna. Oleh sebab itu, ampunan dan kasih sayang Allah SWT melebihi salah dan khilaf yang diperbuat manusia. Kecenderungan untuk selalu berjalan di atas rel yang telah Allah SWT tentukan harus secara terus-menerus dipelihara, dikokohkan, dan diimplementasikan dalam segala jenis aktivitas walau tanpa disadari kesalahan-kesalahan kecil sering terjadi.

Sesaat saja manusia ndak ingat akan Allah SWT, itu sudah kekhilafan, apalagi sampai melakukan perbuatan yang bertentangan dengan fitrah dan hati nuraninya.
''Yaitu, orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Mahaluas Ampunan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang keadaanmu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu, maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.'' (QS An-Najm [53]: 32).

Maaf in SettiaBlog ya. Karena SettiaBlog sendiri juga masih sering khilaf. Manusia adalah makhluk yang kompleks, yang terdiri dari empat bagian yang dapat dihubungkan atau ndak berhubungan, atau buruk hubungannya. Kereta terhubung dengan kuda oleh poros, kuda itu terhubung dengan sais oleh tali kekang, dan pengemudi terhubung dengan tuannya oleh suara tuannya. Tapi sais harus mendengar dan memahami suara tuannya. Ia harus tahu cara mengendarai dan kuda harus dilatih untuk mematuhi kendali. Seperti hubungan antara kuda dan kereta, kuda harus dimanfaatkan dengan baik.

Jadi ada tiga hubungan antara empat bagian dari hubungan yang kompleks ini. Jika ada sesuatu yang kurang pada salah satu hubungan, maka mereka ndak dapat bertindak sebagai satu kesatuan. Oleh karena hubungan itu ndak memungkinkan yang lebih penting dari yang tubuh yang sebenarnya. Manusia bekerja secara bersamaan pada “tubuh” dan pada “hubungan”. Tapi itu adalah pekerjaan yang berbeda. Bekerja pada diri sendiri harus dimulai dengan sais. Sais adalah pikiran. Agar dapat mendengar suara tuannya, sais (pengemudi) ndak boleh  tidur, ya, ia harus melek. Ini mungkin membuktikan bahwa tuan berbicara bahasa yang ndak dimengerti oleh sais (pengemudi) . Sais (pengemudi) harus belajar bahasa tersebut. Ketika ia telah  belajar, maka ia akan memahami tuannya. Tapi ia juga harus belajar untuk mengendalikan kuda, memanfaatkan itu untuk kereta, memberi makan, dan menjaga agar kereta tersebut layak digunakan oleh tuannya. Tuan memberitahu ia untuk pergi dari situ. Tapi ia ndak bisa bergerak, karena kuda belum diberi makan, ndak dimanfaatkan, dan ia ndak tahu kendali yang mana.

Kuda itu adalah emosi kita. Sementara kereta adalah tubuh. Pikiran harus belajar untuk mengendalikan emosi. Emosi selalu menarik tubuh setelah itu. Ini adalah urutan yang bekerja pada diri sendiri untuk dilanjutkan. Tapi, amati lagi bahwa bekerja pada ‘tubuh’, yaitu, sais, kuda, dan kereta, adalah satu hal. Dan bekerja pada ‘hubungan’, yaitu pemahaman pada pengemudi, yang menyatukan dirinya kepada tuannya. Pada ‘kendali’, yang menghubungkan ia dengan kuda, dan pada ‘poros’ dan ‘pelana’, yang menghubungkan kuda dengan kereta.

No comments:

Post a Comment