Video klip di atas "you were mine" milik Natalie Taylor. Ya, ini untuk istri SettiaBlog. Ada ungkapan Jawa yang berbunyi, “Ojo dumeh, eling lan waspodo”, para orangtua di Jawa sering berpesan tentang paugeraning urip atau prinsip hidup tersebut. Prinsip ini adalah bekal manusia menghadapi ujian dan perjuangan hidup, selain dapat pula dijadikan senjata ampuh dalam menaklukan dirinya sendiri (jihadun nafs) dan mewujudkan “Roso setyo lan mituhu dumateng Gusti”. Prinsip ini layak dijadikan pedoman karena merupakan salah satu sarana penting pencegahan terhadap kecerobohan dan kelalaian yang sering kita lakukan. Karena dengan berpedoman padanya, kita akan menyadari, memahami dan dengan lebih mudah mentaati semua kaidah agama, budi pekerti, serta beragam aturan lainnya di tengah kehidupan manusia. Bagaimana tidak, karena ojo dumeh yang kurang lebih maksudnya “jangan mentang-mentang” itu, adalah sebuah peringatan serius agar kita tidak larut dalam sikap jemawa, adigang, adigung, adiguna. Dengan meneguhi prinsip hidup ojo dumeh ini, diharapkan kita mampu terhindar dari beberapa penyakit hati dan laku tercela di antaranya:
Mentang mentang kaya, sehingga kita menjadi sombong dan merasa semua hal dan segala sesuatu dapat dibeli dengan uang.
Mentang-mentang punya jabatan dan sedang berkuasa, maka kita merasa seenaknya bisa memerintah, merendahkan bahkan menindas orang lain.
Mentang-mentang berilmu, maka kita cenderung menganggap orang lain bodoh dan bisa kita bodohi.
Mentang-mentang berwajah rupawan, maka kita suka berlagak sebagai yang paling layak terkenal dan menjadi idola, lalu menganggap orang lain tak pantas tampil ke permukaan, dan masih banyak lagi contoh sikap mentang-mentang lainnya.
Padahal para leluhur sudah berpesan, sebagaimana paugeraning urip : Sopo sing dumeh bakal keweleh. Sopo sing adigang bakal keplanggrang. Sopo sing adigung bakal kecemplung. Sopo sing adiguno bakal ciloko. Sopo sing becik bakal ketitik. Sopo sing olo bakal ketoro. Sopo sing salah bakale seleh. Sopo sing temen bakal tinemu. Itulah hukum keadilan Allah SWT yang pasti berlaku dalam kehidupan, dan tak sesiapapun dapat menghindar darinya. Maka karena itu pula sebabnya kenapa kita dianjurkan untuk senantiasa bersikap eling, selalu ingat dalam segala keadaan. Dengan bersikap demikian, maka kita akan tetap ingat akan kewajiban manembah marang Gusti, keharusan menyembah kepada Allah SWT, sekaligus ingat akan nikmat-nikmat dan anugerah-Nya, kasih-sayang-Nya, di samping juga selalu ingat pada kesalahan, kekurangan, dosa-dosa dan pelanggaran yang telah kita lakukan agar kita tak merasa ujub di hadapan-Nya, melainkan dengan penuh kerendahan hati selalu berharap-harap cemas pada karunia dan ampunan-Nya. Maka dengan sikap eling inilah diharapkan akan lahir pekerti yang luhur sehingga kita menjadi manusia yang paling besar manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar kita.
Selain eling, kita juga dituntut untuk selalu waspodo. Sebab waspada merupakan sebentuk kehati-hatian kita sebagai manusia dalam menjalankan hidup. Dengannya kita akan lebih teliti dalam memilih, lebih cermat dalam mengambil keputusan, bahkan akan memunculkan sikap wara’ dalam menjalani kehidupan sehari hari. Waspada juga berarti berhati-hati dalam semua sikap dan tingkah laku. Mampu membedakan dengan jelas dan terang, mana yang merupakan perintah dan mana yang merupakan larangan Tuhan, sehingga dengan modal kewaspadaan itu kita diharapkan akan selamat dalam perjalanan hidup ini. Begitulah hendaknya dua prinsip ojo dumeh dan eling lan waspodo ini mesti dipahami secara utuh, dianggap sebagai satu kesatuan tak terpisahkan, karena keberadaan atau ketiadaan salah satunya akan saling mempengaruhi satu sama lain. Pendek kata, dengan prinsip ojo dumeh, eling lan waspodo ini, kita diharapkan lebih mampu menjadi hamba sahaja yang pasrah dan yakin pada kekuasaan Allah SWT, sekaligus hati-hati dan bijaksana di tengah manusia lain. Dengan kata lain, dengan prinsip itulah kita bakal mampu menjadi manusia yang tawadhu’ dan “bisa merasa” dan bukan sebaliknya justru sombong, mentang-mentang “merasa bisa”.
Maaf ya, SettiaBlog ngomong gini bukan berarti SettiaBlog orang bersih, SettiaBlog juga orang yang ceroboh dan banyak melakukan kesalahan. SettiaBlog hanya ingin mengajak kita semua bareng - bareng menyucikan jiwa atau biasa di kenal dengan tazkiyatun nafs. Al-Ghazali menjelaskan bahwa tazkiyatun nafs merupakan pembersihan diri dari sifat kebuasan, kebinatangan, dan setan untuk kemudian mengisi dengan sifat-sifat terpuji. Untuk menyucikan jiwa, ada tiga fase yang mesti dilalui.
Tathahhur
Pada tahap ini, penyucian jiwa diawali dengan taubat serta berjanji tidak akan mengulangi segala perbuatan yang bisa mengotori diri.
Tahaqquq
Tahaqquq adalah cara bagaimana seorang Muslim dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT sehingga memperoleh kedudukan yang mulia di sisi-Nya. Di tahap ini seorang Muslim memfokuskan hati dan pikiran hanya kepada Allah SWT, salah satunya dengan cara dzikir.
Allah SWT berfirman: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S Ali Imran ayat 191).
Takhalluq
Takhalluq maknanya berakhlak dengan nama-nama Allah yang mulia serta meneladani Rasulullah SAW. Ini adalah upaya perwujudan sifat-sifat Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya Allah memiliki sifat ar-Rahmaan dan ar-Rahiim. Oleh sebab itu seorang Muslim hendaknya juga mengasihi dan menyayangi sesama.
Itulah tahapan menyucikan diri atau tazkiyatun nafs bagi umat Islam. Keberhasilan seseorang dalam melakukan tazkiyatun nafs akan mewujud dalam aktivitas sehari-harinya, termasuk sholat secara khusyu, selalu hati-hati dalam perbuatan dan ucapan, menunaikan zakat, dan menjaga amanah.
Mentang mentang kaya, sehingga kita menjadi sombong dan merasa semua hal dan segala sesuatu dapat dibeli dengan uang.
Mentang-mentang punya jabatan dan sedang berkuasa, maka kita merasa seenaknya bisa memerintah, merendahkan bahkan menindas orang lain.
Mentang-mentang berilmu, maka kita cenderung menganggap orang lain bodoh dan bisa kita bodohi.
Mentang-mentang berwajah rupawan, maka kita suka berlagak sebagai yang paling layak terkenal dan menjadi idola, lalu menganggap orang lain tak pantas tampil ke permukaan, dan masih banyak lagi contoh sikap mentang-mentang lainnya.
Padahal para leluhur sudah berpesan, sebagaimana paugeraning urip : Sopo sing dumeh bakal keweleh. Sopo sing adigang bakal keplanggrang. Sopo sing adigung bakal kecemplung. Sopo sing adiguno bakal ciloko. Sopo sing becik bakal ketitik. Sopo sing olo bakal ketoro. Sopo sing salah bakale seleh. Sopo sing temen bakal tinemu. Itulah hukum keadilan Allah SWT yang pasti berlaku dalam kehidupan, dan tak sesiapapun dapat menghindar darinya. Maka karena itu pula sebabnya kenapa kita dianjurkan untuk senantiasa bersikap eling, selalu ingat dalam segala keadaan. Dengan bersikap demikian, maka kita akan tetap ingat akan kewajiban manembah marang Gusti, keharusan menyembah kepada Allah SWT, sekaligus ingat akan nikmat-nikmat dan anugerah-Nya, kasih-sayang-Nya, di samping juga selalu ingat pada kesalahan, kekurangan, dosa-dosa dan pelanggaran yang telah kita lakukan agar kita tak merasa ujub di hadapan-Nya, melainkan dengan penuh kerendahan hati selalu berharap-harap cemas pada karunia dan ampunan-Nya. Maka dengan sikap eling inilah diharapkan akan lahir pekerti yang luhur sehingga kita menjadi manusia yang paling besar manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar kita.
Selain eling, kita juga dituntut untuk selalu waspodo. Sebab waspada merupakan sebentuk kehati-hatian kita sebagai manusia dalam menjalankan hidup. Dengannya kita akan lebih teliti dalam memilih, lebih cermat dalam mengambil keputusan, bahkan akan memunculkan sikap wara’ dalam menjalani kehidupan sehari hari. Waspada juga berarti berhati-hati dalam semua sikap dan tingkah laku. Mampu membedakan dengan jelas dan terang, mana yang merupakan perintah dan mana yang merupakan larangan Tuhan, sehingga dengan modal kewaspadaan itu kita diharapkan akan selamat dalam perjalanan hidup ini. Begitulah hendaknya dua prinsip ojo dumeh dan eling lan waspodo ini mesti dipahami secara utuh, dianggap sebagai satu kesatuan tak terpisahkan, karena keberadaan atau ketiadaan salah satunya akan saling mempengaruhi satu sama lain. Pendek kata, dengan prinsip ojo dumeh, eling lan waspodo ini, kita diharapkan lebih mampu menjadi hamba sahaja yang pasrah dan yakin pada kekuasaan Allah SWT, sekaligus hati-hati dan bijaksana di tengah manusia lain. Dengan kata lain, dengan prinsip itulah kita bakal mampu menjadi manusia yang tawadhu’ dan “bisa merasa” dan bukan sebaliknya justru sombong, mentang-mentang “merasa bisa”.
“Mulo ojo dumeh, kudu tansah eling lan waspodo. Sebab ono luwih, luwih soko ono. Kang kebak, luwih dening kebak. Kang suwung, luwih dening suwung. Kang pinter, luwih dening pinter. Kang sugih, luwih dening sugih…” dan seterusnya.
Maaf ya, SettiaBlog ngomong gini bukan berarti SettiaBlog orang bersih, SettiaBlog juga orang yang ceroboh dan banyak melakukan kesalahan. SettiaBlog hanya ingin mengajak kita semua bareng - bareng menyucikan jiwa atau biasa di kenal dengan tazkiyatun nafs. Al-Ghazali menjelaskan bahwa tazkiyatun nafs merupakan pembersihan diri dari sifat kebuasan, kebinatangan, dan setan untuk kemudian mengisi dengan sifat-sifat terpuji. Untuk menyucikan jiwa, ada tiga fase yang mesti dilalui.
Tathahhur
Pada tahap ini, penyucian jiwa diawali dengan taubat serta berjanji tidak akan mengulangi segala perbuatan yang bisa mengotori diri.
Tahaqquq
Tahaqquq adalah cara bagaimana seorang Muslim dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT sehingga memperoleh kedudukan yang mulia di sisi-Nya. Di tahap ini seorang Muslim memfokuskan hati dan pikiran hanya kepada Allah SWT, salah satunya dengan cara dzikir.
Allah SWT berfirman: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S Ali Imran ayat 191).
Takhalluq
Takhalluq maknanya berakhlak dengan nama-nama Allah yang mulia serta meneladani Rasulullah SAW. Ini adalah upaya perwujudan sifat-sifat Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya Allah memiliki sifat ar-Rahmaan dan ar-Rahiim. Oleh sebab itu seorang Muslim hendaknya juga mengasihi dan menyayangi sesama.
Itulah tahapan menyucikan diri atau tazkiyatun nafs bagi umat Islam. Keberhasilan seseorang dalam melakukan tazkiyatun nafs akan mewujud dalam aktivitas sehari-harinya, termasuk sholat secara khusyu, selalu hati-hati dalam perbuatan dan ucapan, menunaikan zakat, dan menjaga amanah.
No comments:
Post a Comment