Siapa yang tahu, di atas itu klip apa? Itu pohon bayam yang baru di semai, ya seperti itulah prosesnya. Semai (menebar benih) - tumbuh - berkembang - panen. Kalau tidak menyemai benih kok mau panen, ndak mungkin. Mau ramban (memetik) milik tetangga (huuus....itu ndak boleh, kalau di kasih, beda ceritanya). Kalau mau bikin urap, silahkan datang ke sini, tapi kalau udah agak besar, paling 2 minggu. Di bikin peyek juga enak, kebetulan yang SettiaBlog tanam ini spinach king (bayam raja). Yang mau bikin cemeding itu juga ada daun ubi, segar-segar. Yang mau ceplus lombok dengan tempe goreng, itu di depan, buahnya yang besar sudah bermunculan. Silahkan kalau mau....! Enak kalau sama SettiaBlog itu. Semua yang hidup di dunia ini kan tentu melewati proses, tidak ada, sekarang menanam benih terus besok berbuah. Harus melewati pertumbuhan-berkembang-baru bisa menikmati buahnya. Jangan sepelekan bayam dan sayuran lainnya, lho! 80% konglomerat di Indonesia itu dari sektor pertanian, salah satunya tentu bayam dan sayuran lainnya. Ndak percaya? Coba, yang punya lahan agak lebar di depan rumah, tanami bayam! Tapi ada syaratnya. Anda pilih 10 orang setiap satu kecamatan yang Anda percaya, lalu masing - masing belikan satu ekor sapi, buat saja harga 10 juta. Kita hitung keuntungan minimal, satu tahun ambil keuntungan 6 juta per-ekor. Dengan sistem pembagian, 2 juta (pemilik), 2 juta (biaya pakan dan obat) dan 2 juta (untuk yang merawat). Yang umum gitu, namanya nelu (keuntungan di bagi 3 sama rata). Jadi satu kecamatan dalam setahun Anda akan dapat untung 20 juta. Kalau misalnya dari kecamatan yang ada di Bojonegoro Anda ambil 20 kecamatan, Anda akan dapat keuntungan 20 X 20 juta = 400 juta. Sementara Anda hanya siul-siul sambil menyiram bayam di depan rumah tiap hari, satu tahun Anda dapat keuntungan 400 juta. Dan pasti Anda akan jadi gunjingan ibu-ibu satu kampung, "jeng...jeng...bu Settia yang rumahnya di pojok jalan itu suaminya tiap hari hanya merawat bayam kok bisa kaya raya gitu ya..." Bisa-bisa satu kampung akan ikut semua menanam bayam. Gimana? SettiaBlog sinting (baru setengah gila) kan? he....he....
Dan hal tersebut hanya bisa di capai oleh orang - orang yang mampu menikmati proses pertumbuhan dan perkembangan. Karena dalam melakukan sesuatu, banyak orang ingin cepat melihat hasilnya, sehingga banyak yang tidak sabar dalam menjalani prosesnya. Tidak sedikit juga yang berpikir jangka pendek, yang menjadikan hal-hal yang tidak cepat memberikan hasil tidak mereka kerjakan. Padahal segala sesuatu yang bisa bertahan lama, memerlukan fondasi yang kuat. Untuk membangun fondasi yang kuat memerlukan waktu yang lama. Jika Anda seorang sarjana arsitek, tentu akan memahami bahwa waktu yang diperlukan untuk membangun fondasi sebuah “highrise building” lebih lama dari pada membangun 10 tingkat ke atas.
Banyak yang tidak sabar dan akhirnya mencari jalan pintas demi mendapat mencari jalan pintas demi mendapat hasil yang cepat, SettiaBlog ingat sebuah cerita inspiratif dari seorang teman ;
Pada suatu hari, ada dua orang yang baru mendapatkan uang untuk membangun rumah. Dengan segera, keduanya pun mencari lahan untuk membangun. Orang yang pertama adalah orang yang bijak dan ia membeli lahan di atas batu karang. Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk membangun rumahnya. Orang yang kedua adalah orang yang kurang bijak dan ia membeli lahan di atas pasir. Dengan waktu cepat, ia sudah selesai membangun rumahnya.
Si orang kurang bijak pun melintas lahan orang bijak dimana ia masih besusah payah membangun rumahnya. Kata si orang kurang bijak kepada orang bijak, “Betapa bodohnya kamu, membangun rumah di atas batu karang. Lihat, sampai sekarang kamu belum selesai membangunnya.” Si orang bijak tidak berkata apa-apa dan terus membangun.
Beberapa tahun kemudian, rumah orang bijak pun selesai dibangun. Rumah itu berdiri dengan kokoh di atas fondasi batu karang. Tak lama setelah itu, datang hujan badai yang besar dengan angin yang berhembus dengan kencang dan menghantam rumah tersebut. Tetapi rumah si orang bijak tetap berdiri dengan kokoh karena dibangun di atas fondasi batu karang yang kuat.
Hujan angin badai yang sama pun menghantam rumah orang kurang bijak di atas pasir dan karena fondasinya yang kurang kuat di atas pasir, maka rumah itu pun segera runtuh dan si orang kurang bijak kehilangan seluruh rumah dan harta bendannya.
Si orang kurang bijak pun menyesali kegabahannya dalam membangun rumah. Ia berkata, “Seandainya aku tidak terburu-buru dan gegabah dalam membangun rumah, mungkin rumahku masih berdiri kokoh seperti rumah si orang bijak di atas batu karang.”
Sama juga dalam membangun fondasi bisnis ini, jangan menjadi orang yang kurang bijak yang hanya mengejar peringkat dengan melakukan segala cara namun tidak berlangsung lama. Jadilah orang bijak yang membangun fondasi dengan sistem yang benar, sehingga bertahan dalam badai.
Sabar dalam menjalani proses, karena proses itu bisa panjang dan melelahkan, bisa juga pendek. Dan kadang kita ingin segera melihat hasilnya. Kita ingin segala sesuatu segera, kalau bisa, sekarang juga kita dapatkan hasilnya, saat ini, dan semuanya. Tapi hasil tidak akan pernah mengkhianati proses. Apa yang kita tanam, itu pula yang kita tuai. Kalau kita bisa menghargai proses, maka kita juga bisa mensyukuri hasil yang kita dapat. Jikapun belum berhasil, kita masih bisa untuk terus bertahan dan berjuang hingga keberhasilan kita dapatkan.
Pernahkah kita mengeluh ketika do’a kita serasa tidak di dengar oleh Allah SWT? Begitu banyak dari kita yang akhirnya merasa bosan dan kecewa karena hampir setiap hari memanjatkan permohonan yang sama atas banyak keinginan, namun seolah apa yang diharapkan dalam do’a tak jua kunjung nyata.
Janganlah pernah berpikiran dan berprasangka seperti itu terhadap Allah SWT. Kita memiliki kehendak, orang lain juga memiliki kehendak, namun Allah SWT lebih berkehendak terhadap diri kita, hamba-hamba-Nya. Berbaik sangkalah bahwa setiap keputusan Allah SWT terhadap hamba-Nya sesungguhnya demi kebaikan hamba itu sendiri. Jangan pernah berprasangka bahwa penangguhan atas do’a yang kita panjatkan dikarenakan Allah SWT tidak sayang kepada kita.
Terlupakah kita bahwa hingga hari ini Allah SWT tak juga menghentikan asupan oksigen bagi kita untuk bernafas, kecuali memang sudah saatnya bagi kita untuk tidak bernafas kembali. Mata kita masih jelas digunakan untuk memandang. Kaki kita masih ringan untuk dilangkahkan. Tangan kita beserta jari-jemarinya masih saja lincah menekan tiap tombol keyboard laptop atau gadget kita. Jika beberapa kenikmatan itu saja merupakan anugerah yang begitu besar dan bernilai, pantaskah kita berkeluh kesah untuk beberapa do’a yang pengabulannya “masih” Allah SWT tangguhkan?
Kita begitu bernafsu dan berkeinginan segala sesuatu yang menjadi harapan harus segera terwujud, namun tidak menyadari bahwa sebuah penangguhan dari Allah SWT boleh jadi terdapat hikmah yang besar didalamnya. Bersabarlah dalam menunggu setiap keputusan dari Allah SWT. Bersabar dan tersenyumlah dalam menikmati setiap proses kehidupan. Sadarilah bahwa nasi yang kita makan sehari-hari hingga akhirnya tersaji matang dihadapan kita bukanlah hadir secara cepat kilat dan tiba-tiba.
Cobalah kita runut sebentar ke belakang. Begitu banyak tangan-tangan yang berperan atas hadirnya nasi matang tersebut. Begitu banyak tahap-tahap yang harus dilalui sehingga benih padi yang ditanam dapat menjadi nasi matang yang hangat lagi gurih. Tak perlu untuk menyebutkan satu persatu setiap tahap itu. Cobalah untuk menyadari dan bersabar, bahwa banyak hal di dunia ini yang harus melalui proses dan tidak instan. Boleh jadi kita menyenangi sesuatu, namun hal itu sesungguhnya berakibat buruk bagi kita, dan boleh jadi kita membenci sesuatu, namun hal itu sesungguhnya amat baik untuk diri kita. Sesungguhnya Allah SWT lebih mengetahui dari pada diri kita.
Dan lagu "wind of change" di atas sebagai bentuk harapan, perubahan yang terjadi belakangan ini akan berujung pada kehidupan yang damai dan membawa kesejahteraan bagi seluruh umat di bumi ini.
No comments:
Post a Comment