Tumbuhan biduri (Calotropis gigantea), atau widuri, termasuk tumbuhan asli Indonesia. Tumbuhan ini banyak dijumpai di kawasan pantai. Umumnya tumbuh alami, dan selama ini lebih sering dipandang sebagai gulma atau tumbuhan pengganggu
. Jarang orang memberikan perhatian. Kalaupun kebetulan melihatnya, orang cenderung melihatnya sepintas karena bunganya yang indah berwarna ungu.
Namun, tumbuhan yang hanya dipandang sebelah mata di negeri ini, ternyata memiliki makna penting di beberapa negara. Orang Hawaii menyebut dengan crown flower dan disebut-sebut di berbagai referensi sebagai bunga kesayangan Ratu Liliuokalani, penguasa terakhir dalam pemerintahan monarki di Hawaii. Bunga biduri di Hawaii digunakan untuk lei, rangkaian bunga yang diberikan kepada tamu pada saat menyambut kedatangan atau pada saat melepas kepergian sebagai tanda kasih sayang.
Di India, tumbuhan ini menjadi objek penelitian penting para ahli untuk menggali kandungan senyawa potensialnya sebagai obat, mengingat tumbuhan ini sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai obat herbal.
Bunga biduri dimanfaatkan dalam berbagai rangkaian bunga di Thailand karena sifatnya yang tahan lama. Di Kamboja, bunga biduri digunakan dalam upacara pemakaman, untuk menghias peti mati dan dekorasi di rumah duka.
Banyak di negara-negara maju biduri juga banyak di gunakan membuat teman kupu-kupu.Monarch butterflies atau biasa di sebut kupu-kupu raja menyukai biduri.
Biduri adalah tumbuhan asli Indonesia, Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand, Sri Lanka, India, Tiongkok, Pakistan, Nepal, dan wilayah tropis Afrika.
Ciri-ciri bunga biduri
Batang
Batangnya bulat, batang aerial, berkayu, silindris, warna putih kotor, permukaan halus, percabangan simpodial (batang utama tidak tampak jelas).
Daun
Daun tunggal, Tangkai daunnya sangat pendek, berhelai panjang dengan bentuk bulat telur terbalik, ujungnya tumpul dengan pangkal seperti jantung., tersusun berhadapan (folia oposita), warna hijau keputih-putihan, panjang 8 – 20 cm, lebar 4 – 15 cm, helaian daun agak tebal – tegak, bentuk bulat telur, ujung tumpul (obtusus), pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, pertulangan menyirip (pinnate), permukaan kasap (scaber).
Bunga
Bunganya berlapis lilin dengan warna putih atau ungu. bunga majemuk, bentuknya seperti payung, tertancap antara tangkai dari pasangan daun yang sama. muncul dari ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna hijau, mahkota berwarna putih sedikit keunguan, panjang mahkota sekitar 4 mm. Mahkota tambahan berlekatan dengan tabung benangsari. Tangkai sari berlekatan dengan tabung, kepala putiknya lebar bersudut lima.
Buah dan biji
Buahnya bumbung, bulat telur, warna hijau, bentuk dengan biji lonjong, kecil. panjang 9-10cm.
Biduri atau widuri merupakan tumbuhan perdu besar dan tegak, berumur menahun (perenial), tinggi bisa sampai 2 m. berwarna cokelat. Biduri dapat diperbanyak dengan biji.
Biduri banyak ditemukan di daerah bermusim kemarau panjang, seperti padang rumput yang kering, lereng-lereng gunung yang rendah, dan pantai berpasir.
Jika salah satu bagian tumbuhan dilukai, akan mengeluarkan getah berwarna putih, encer, rasanya pahit dan kelat, lama-kelamaan terasa manis, baunnya menyengat dan sangat beracun. Kulit batang biduri mengandung bahan serat yang dapat digunakan untuk membuat jala.
Dr A Seno Sastroamidjojo dalam bukunya, Obat Asli Indonesia (1967), menyebutkan tumbuhan ini mengandung zat mudarine (zat pahit), damar, alban, fluavil. getah biduri juga mengandung cardiac glycosides, berbagai asam, dan kalsium oksalat.
Daun tumbuhan ini, menurut Sastroamidjojo, sejak lama digunakan sebagai obat gatal dan obat kudis. Bunganya dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat asma dan sakit usus. Getahnya dimanfaatkan sebagai obat bisul dan obat sakit gigi.
Pustaka India juga menyebutkan biduri sejak lama digunakan untuk mengobati penyakit umum seperti demam, rematik, gangguan pencernaan, batuk, pilek, eksim, asma, kaki gajah, mual, muntah, hingga diare.
Tradisi pengobatan Ayurveda juga menyebutkan bahan kering seluruh bagian tanaman memiliki sifat tonik, ekspektoran, depurative, dan obat cacing. Kulit akar adalah obat penurun panas, obat cacing, depurative, ekspektoran, dan pencahar. Bubuk akar digunakan dalam asma, bronkitis, dan dispepsia. Daun berguna dalam pengobatan kelumpuhan, arthralegia, bengkak, dan demam intermiten. Bunga-bunganya yang pahit, digunakan sebagai obat pencernaan, obat cacing, dan tonik.
Selain sebagai obat, biduri adalah tumbuhan penghasil serat yang tahan lama dan secara komersial di India diolah untuk tali, karpet, jaring ikan, dan benang jahit. Benang, yang diperoleh dari serat biji, digunakan untuk bahan isian.
Hasil fermentasi biduri yang dicampur dengan garam digunakan untuk menghilangkan rambut dari kulit kambing dalam proses penyamakan kulit domba untuk pembuatan pengikat buku.
Namun, hampir sama dengan bintaro, biduri juga disebut tumbuhan beracun. Getah daun dan batangnya yang sangat kental, dengan kandungan aktif uscharin, calotoxin, calactin, dan calotropin, secara tradisional digunakan sebagai racun pada panah. Dalam beberapa kasus, getahnya juga dimanfaatkan sebagai racun untuk hewan.
No comments:
Post a Comment