Selena, klip di atas itu bentuk rumah Joglo Jawa dari kayu yang sudah di modifikasi. Sudah di campur dengan material lain, tidak hanya kayu yang di gunakan untuk membangun. Modelnya sudah di sesuaikan dengan fungsinya. Rumah adalah wujud yang terbangun dari begitu banyak material yang berbeda beda, melibatkan banyak manusia dari berbagai keahlian. Semua dapat menyatu karena ada konstruksi yang melandasi berdirinya bangunan itu sehingga semua melekat atau dilekatkan pada konstruksi itu. O..ya Selena, kok tadi SettiaBlog lihat di postingan Youtube kamu, mata kamu kok agak redup, kamu habis sakit? Kamu harus selalu jaga kondisi kesehatan, baik fisik maupun batin! Kamu harus tenang dalam menghadapi masalah. Hindari konflik dengan teman Selena, ini kelemahan kamu, sering tidak bisa kendalikan diri saat marah. Kembali ke bahasan.
Demikian pula konsep Kebenaran (dengan K besar) yang bersifat menyeluruh ia terbangun dari berbagai aspek, dimensi, instrumen, elemen hingga ke unsur terkecil. Katakan sebagai contoh terbangun dari dimensi fisik serta non fisik. Sehingga bila ada yang ingin mengungkap rahasia besar tentang konsep kebenaran menyeluruh tapi yang digali hanya aspek atau dimensi fisik maka yakin itu tidak akan tercapai. Lebih gamblang lagi, bila ada yang ingin bercita-cita mengungkap rahasia konsep kebenaran menyeluruh tapi dengan hanya berbekal ilmu saintifik tanpa melibatkan institusi yang biasa berbicara tentang hal metafisis seperti filsafat dan agama maka yakin cita-cita itu tidak akan tercapai walau andai sains telah dapat menemukan 'theory of everythings' atau walau sains telah melangkah maju sedemikian pesatnya tapi tetaplah hakikatnya cuma sebatas ilmu dunia materi yang tak akan bisa mengungkap keseluruhan.
Karena bila kita berupaya mengungkap rahasia konsep kebenaran dengan hanya menggunakan dalil-dalil sainstifik belaka maka yang akan kita peroleh atau temukan hanya aspek atau dimensi fisiknya belaka bukan keseluruhan. Karena sains itu adalah hanya ilmu dunia fisik-materi, sedang realitas itu terdiri dari dua dimensi antara yang fisik dan non fisik, yang materi dan non materi sehingga untuk mengungkap keseluruhan otomatis memerlukan peran ilmu fisik sekaligus ilmu metafisik Analoginya seperti bila kita berbicara tentang manusia maka bila kita menggali ilmu tentang manusia dengan hanya menggunakan dalil ilmu biologi maka yang akan kita temukan adalah hanya rahasia rahasia tentang aspek fisik manusia-bukan rahasia tentang manusia secara keseluruhan. Artinya, untuk memahami konsep kebenaran yang bersifat menyeluruh kita harus melibatkan berbagai disiplin keilmuan intinya perpaduan atau harmonisasi antara ilmu yang bersifat fisik dengan ilmu metafisik.
Bila kita mulai bahasan ini dari konsep realitas sebagai landasan dasar ilmu pengetahuan maka karena realitas itu terdiri dari dua dimensi antara yang fisik dan non fisik (atau 'metafisik' bahasa filsafatnya), maka konsep kebenaran menyeluruh itu harus mengungkap realitas secara menyeluruh pula yaitu menyangkut dunia fisik sekaligus metafisik. Nah secara kelembagaan institusi yang biasa menggali aspek aspek metafisis di balik yang fisik itu adalah filsafat serta agama dan tugas ini tentu tidak diemban oleh sains karena sains tidak memiliki peralatan ilmiah untuk menelusur persoalan metafisik. Dan mengapa harus melibatkan agama di samping filsafat? Karena sebagaimana manusia itu makhluk yang terbatas maka filsafat yang mengekploitasi kemampuan logika akal manusia itu juga terbatas sehingga filsafat sendirian mustahil bisa mengungkap rahasia hal metafisik di balik yang fisik. Dengan kata lain, sains semata mustahil bisa mengungkap rahasia konsep kebenaran menyeluruh karena konsep kebenaran menyeluruh itu melibatkan dunia fisik serta metafisik tidak relevan dengan sains sebagai ilmu yang hanya mengekploitasi dunia fisik. Demikian pula filsafat sendirian mustahil bisa mengungkap kebenaran yang bersifat menyeluruh karena kekuatan logika akal manusia itu pasti terbatas, filsafat mustahil dapat mengungkap hal-hal yang di luar kekuatan logika akal manusia. Dengan kata lain, sebagaimana analogi yang dibuat di atas maka untuk mengungkap rahasia konsep kebenaran menyeluruh manusia harus melibatkan sedikitnya tiga institusi besar: sains, filsafat, serta agama.
Nah hingga di sini hambatan pertama yang dijumpai biasanya adalah kita selalu bertemu pihak yang diawal sudah langsung mempertentangkan agama dengan sains atau agama dengan filsafat. Sehingga bagaimana bisa konsep kebenaran menyeluruh itu lalu dapat dipahami? Akhirnya pihak yang cenderung berpandangan 'konflik' antara berbagai institusi dunia itu akan cenderung menempatkan agama, filsafat, serta sains pada kotak-kotak tertutup yang satu sama lain seolah mustahil dapat dipersatupadukan.
Masalahnya, apalagi di zaman sekarang ini yang orang sering sebut era 'post truth' saat di mana opini-opini lebih mengemuka dan berkuasa dibanding orientasi pada mencari kebenaran hakiki maka, siapa yang masih setia mencari kebenaran sejati yang bersifat menyeluruh? Apalagi pada orang orang yang sangat memuja sains, mereka menjadikan sains sebagai satu satunya alat pencari sekaligus parameter kebenaran, bahkan hal-hal metafisis pun cenderung dilihat, dinilai, dirumuskan serta dihakimi dengan menggunakan prinsip serta dalil sainstifik. Lalu proposisi-proposisi metafisik yang berasal dari wilayah filsafat serta agama pun divonis sebagai hanya sebagai wacana belaka, dianggap ilusi, omong kosong yang semua dianggap tidak memiliki nilai ilmiah karena tidak membawa bukti empirik langsung.
Lalu makna 'ilmiah' pun hanya diparalelkan dengan sains serta prinsip empirisme.
Itu sebab persis sebagaimana nubuat para nabi bahwa makin zaman menuju pengakhirannya manusia makin sulit memahami kebenaran Ilahiah karena orientasi manusia makin tertuju pada hal-hal yang nampak mata, yang serba empirik. Sedangkan untuk memahami konsep kebenaran Ilahiah yang ada dalam agama manusia mesti memiliki pemahaman terhadap makna konsep kebenaran menyeluruh. Karena konsep kebenaran dalam agama Ilahi itu tidak hanya bicara satu aspek tetapi banyak aspek yang satu sama lain saling kait mengkait, atau bahasannya meliputi berbagai dimensi yang berbeda, garis besarnya yang fisik serta metafisik. Agama berbicara tentang dimensi fisik-realitas yang kita tangkap dalam pengalaman hidup kita sehari hari tapi di balik itu agama berbicara tentang konsep-konsep metafisik di balik realitas yang serba fisik itu. Agama berbicara tentang realitas dunia dan semua apa yang terjadi diatasnya tapi dibalik itu agama berbicara tentang konsep alam akhirat yang berkaitan dengan realitas semua yang terjadi di alam dunia itu.
Sehingga bila pemahaman seseorang terhadap makna realitas serta terhadap makna kebenaran tidak bervisi menyeluruh maka akan sulit baginya untuk memahami substansi agama. Karena agama Ilahiah itu nampak luar memang ia seperti ajaran moral+ praktek ritual tapi substansinya adalah konsep kebenaran Ilahiah yang bersifat menyeluruh. Dengan kata lain, sains dalam bahasan ini tak bisa disebut menyeluruh karena yang dikejar sains adalah melulu hanya kebenaran empirik. demikian juga filsafat tak bisa disebut menyeluruh karena hanya sebatas yang bisa dijangkau kekuatan logika akal manusia.
Hambatan lain bagi dipahaminya konsep kebenaran menyeluruh adalah cara pandang serta cara berfikir manusia sudah terbiasa parsialistik terkotak-kotak dan bisa jadi ini adalah efek langsung atau tak langsung dari sistem lembaga pendidikan dunia yang di dalamnya mengajarkan ilmu dalam disiplin yang serba terkotak kotak. Artinya, lembaga pendidikan dunia tak pernah mengajarkan secara formal konsep kebenaran menyeluruh yang merangkum pemahaman yang menyatu padu antara dunia fisik dan metafisik. Kalaupun ada pembicaraan tentang hal itu mungkin hanya wacana yang di luar sistem pendidikan formal.
No comments:
Post a Comment