Tadi pagi sekitar jam 10 SettiaBlog berjalan menyusuri pematang sawah, mencari moment yang bagus. Biasanya kalau di terpa angin bunga rumput di pematang akan bergoyang. Tapi SettiaBlog ndak menemukan moment seperti yang SettiaBlog harapkan. Lalu SettiaBlog melintas di semak dekat pohon Jati, SettiaBlog tertarik dengar warna ujung daun Jati yang baru mekar, warnanya marsala (coklat kemerahan) berpadu garis tulang daun warna hijau muda, seperti klip di atas, indah kan ya? Terus SettiaBlog kasih lagu "aku di sini untukmu" milik Astrid feat Andra, aslinya c lagu ini milik Dewa 19. Tak usah kau cari makna hadirnya diriku...., aku di sini untukmu.... Nyanyi SettiaBlog? Ndaaak...., lagu ini dulu sering SettiaBlog gunakan gitaran. Tak usah kau raba - raba hati SettiaBlog, ya SettiaBlog begini adanya.
Ndak mungkin kan ya kita bisa benar menebak - nebak hati seseorang. Kalau yang di ungkap dalam ramalan - ramalan kayak Shio, Zodiak atau yang lain, itu kan hanya karakter umum yang di miliki oleh setiap manusia. SettiaBlog kan juga sering bercanda dengan Shio atau Zodiak, pasti banyak yang berpikir SettiaBlog suka baca buku Primbon atau buka di Internet. Lha wong SettiaBlog ndak pernah baca - baca gituan. Merumuskan kayak gituan itu mudah kok. Kayak Shio itu kan di ambil dari karakter binatang. Tinggal Anda lihat filosofi dari karakter binatang tersebut. Tapi ndak perlulah SettiaBlog jelaskan di sini. Ya mungkin orang Cina dulu merumuskan ini untuk membantu manusia menemukan jati diri mereka karena ini berhubungan dengan animal insting dalam diri manusia. (Untuk soal human insting dan animal insting ini nanti akan SettiaBlog jelasin di Bottom Note, biar ndak salah paham). Karena dalam Islam hal - hal seperti ini di kaitkan dengan nafsu.
Setiap manusia tentu memiliki nafsu yang menjadi dasar atas segala urusan atau perbuatan yang dilakukannya, entah itu perbuatan baik atau perbuatan buruk seperti bahaya nafsu dalam islam. Nafsu seringkali diidentikkan dengan segala yang buruk seperti emosi atau hasrat yang berhubungan dengan seksual, sebenarnya nafsu itu sangatlah luas dan mencakup banyak hal. Untuk memahaminya lebih lanjut, di bawah ini ada sedikit ulasan mengenai Jenis Nafsu dalam Islam beserta penjelasannya.
Imam al-Ghazali berkata, dalam beribadah kepada Allah SWT, ‘abid (orang yang beribadah) disibukkan oleh penghalang-penghalang yang terdiri dari empat macam, yaitu dunia, makhluk, setan dan nafsu. Ia menegaskan bahwa ‘abid wajib menghilangkan penghalang-penghalang itu dari dirinya dengan cara apa pun, supaya sampai kepada maksudNya.
Antara metode yang diberikan al-Ghazali untuk menghilangkan penghalang tersebut adalah dengan cara zuhud pada dunia, mengasingkan diri dari makhluk, memerangi setan dan mengalahkan nafsu. Namun al-Ghazali mengakui bahwa nafsu merupakan yang paling berat dan paling dahsyat dari yang lain. Ia tidak mampu dikalahkan dengan satu kali saja. Oleh karena itu, perlu ada trik khusus yang dapat mengalahkan nafsu dengan lebih mudah. Trik adalah akal muslihat yang menemui solusi baik untuk keluar dari permasalahan yang rumit dengan tidak rumit.
Menghadapi tantangan yang berat seperti nafsu memang harus menggunakan trik yang jitu. Nafsu itu bagaikan musuh dalam selimut, yang sangat sukar dihilangkan, karena ia berada dalam diri kita. Berbeda dengan tiga penghalang yang lain, semuanya berada di luar diri kita. Karena itulah, al-Ghazali mengakui bahwa nafsu adalah yang paling dahsyat dari empat macam penghalang ibadah itu. Namun sebelum menelusuri lebih jauh, harus jelas terlebih dulu mengenai hakikat nafsu yang dimaksudkan di sini.
Hakikat nafsu yang dimaksudkan di sini adalah suatu unsur atau esensi yang ada pada manusia yang membawa kepada kuat marah dan kuat syahwat. Dengan bahasa lain, sering disebut dengan istilah nafsu amarah. Nafsu dengan pengertian tersebut adalah tidak akan kembali dan menjauh dari Allah SWT, karena ia merupakan tentara setan.
Karakteristik nafsu
Ketahuilah, nafsu itu ada tujuh macam jika dilihat dari sisi karakteristiknya. Namun dari sisi eksistensinya, nafsu itu tetap hanya satu saja.
Pertama, nafsu amarah, yaitu nafsu yang selalu mendorong manusia kepada keburukan atau kemaksiatan.
Kedua, nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang sudah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya, namun masih banyak terpeleset dalam perbuatan maksiat, sehingga membuatnya selalu menyesali diri.
Ketiga, nafsu mulhamah, yaitu nafsu yang sudah mengenali kotoran-kotoran yang halus seperti riya, ujub, sombong, dengki, cinta dunia, dan lain-lain dari pada penyakit-penyakit batin, tapi ia belum bisa melepaskan diri dari kotoran-kotoran halus itu.
Keempat, nafsu muthmainnah, yaitu nafsu yang sudah bersih dari kotoran-kotoran halus dan telah berganti sifat-sifat tercelanya menjadi sifat-sifat terpuji, sudah berakhlak dengan akhlak Allah yang jamaliyah berupa kasih sayang, lemah lembut, kemuliaan, dan lain-lain. Di sini awal mula seseorang sampai kepada Allah SWT, tetapi ia masih belum bersih dari kotoran-kotoran yang halus sekali seperti syirik khafi dan cinta menjadi pemimpin.
Kelima, nafsu radhiyah yaitu nafsu yang telah sampai maqam fana, tetapi ia masih melihat diri telah fana sehinga dapat membawanya kepada riya.
Keenam, nafsu mardhiyyah yaitu nafsu yang telah fana dari fana dan sudah tenggelam dalam lautan tauhid.
Dan, ketujuh, nafsu kamilah, yaitu nafsu yang sudah sempurna (kamil).
Berdasarkan klasifikasi nafsu itu, nafsu yang harus dikalahkan adalah nafsu amarah, lawwamah, dan mulhamah. Tiga nafsu tersebut tidak masuk dalam panggilan Allah SWT, “Hai jiwa muthmainnah (yang tenang). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam syurga-Ku.” QS. al-Fajr: 27-30.
Hal itu mengisyaratkan bahwa tiga nafsu itu masih jauh dengan Allah SWT, sehingga belum mendapat panggilan-Nya. Dalam ayat itu, Allah hanya memanggil nafsu muthmainnah, radhiyah, mardhiyyah, dan nafsu kamilah. Karena itu, tiga nafsu itu harus dikalahkan supaya mendapat panggilan Allah SWT dan menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat.
Mengalahkan nafsu
Mengalahkan nafsu bukan perkara mudah seperti diungkapkan oleh Imam al-Ghazali. Perlu ada trik khusus untuk mengalahkan nafsu tersebut, di mana trik itu sudah teruji pada orang-orang sufi dalam jihad mereka menguasai nafsu. Antaranya trik yang telah digambarkan oleh Ibnu Athaillah dalam kitabnya al-Hikam. Ibnu Athaillah adalah tergolong ulama yang produktif. Banyak karya yang telah dihasilkannya, dalam bidang tasawuf, tafsir, akidah, hadis, nahwu, dan usul fikih. Adapun trik mengalahkan nafsu yang diberikan oleh Ibnu Athaillah dalam kitab al-Hikam adalah dengan cara mengenali nafsu lebih dulu. Mengenali ajakan nafsu adalah dengan cara membedakan antara ajakan nafsu dengan ajakan Allah SWT.
Ibnu Athaillah berkata, “Apabila ada dua hal yang tidak jelas bagimu, lihatlah mana di antara keduanya yang paling berat bagi nafsu, lalu ikutilah ia karena tidaklah terasa berat bagi nafsu kecuali sesuatu yang benar.”
Dari kalam hikmah itu terlihat perbedaan antara ajakan Allah SWT dengan ajakan nafsu. Ajakan Allah SWT adalah yang lebih berat dikerjakan, sedangkan ajakan nafsu lebih ringan dikerjakan. Dalam aktivitas sehari-hari, kita selalu dililit oleh dua hal yang kabur bagi diri kita, apakah melakukannya atau meninggalkannya. Contoh, mengerjakan shalat berjamaah pada awal waktu, dengan mengerjakan shalat sendiri pada akhir waktu. Mengerjakan shalat berjamaah pada awal waktu sangat berat bagi nafsu, karena menggangu kesantaiannya, kelalaiannya dan kesenangan atau aktivitas duniawinya. Karena itu, ikutilah ajakan Allah SWT dan palingkan diri Anda dari ajakan nafsu itu dengan tegas. Ajakan nafsu tidak hanya pada yang jelas berlawanan dengan syariat, tapi terkadang juga ada dalam ibadah yang sukar dikenali oleh umum manusia.
Dalam hal ini, Ibnu Athaillah berkata, “Di antara tanda mengikuti hawa nafsu adalah bergegas melakukan amalan sunah, namun malas menunaikan amalan wajib”.
Banyak orang malas dan berat melakukan amalan-amalan wajib karena umum manusia melakukannya, maka nafsu merasa tidak ada sesuatu yang lebih yang beda dengan yang lainnya untuk mendapat pujian.
Dengan demikian, trik mengalahkan nafsu adalah mengikuti yang lebih berat dikerjakan, dan berpaling dengan tegas dari yang lebih ringan dikerjakan. Mendahulukan yang lebih kuat hukumnya dari yang lebih ringan hukumnya walaupun banyak kelebihannya.
"Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." (Q.S. Al-Fajr [89]: 27-30)
Jiwa-jiwa yang ketika lahir suci, bersih tak bernoda, kini mulai tampak kotor penuh noda dan dosa. Kondisi ini terus berlanjut sepanjang hayat, hingga ajal menjemput kita. Hanya ada dua kemungkinan, apakah sepanjang hayat, sejak usia baligh hingga ajal menjemput, kita isi dan penuhi hari-hari kehidupan kita dengan aktivitas positif (amal saleh), ataukah justru sebaliknya, kita mengisi dan memenuhi hari-hari kehidupan kita dengan aktivitas negatif, perilaku buruk dan perbuatan jahat? Pilihan ada pada kita. Tentu, setiap pilihan ada konsekuensi yang melingkupinya. “In khairan fa khairun, wa in syarran fa syarrun”. Jika kita berbuat baik, maka kita akan mendapat balasan kebaikan. Jika kita berbuat jahat, kita pun akan memperoleh buah dari kejahatan yang kita lakukan. Dalam bahasa Al-Quran dikatakan, "Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri" Q.S. Al-Isra’ : 7
Ndak mungkin kan ya kita bisa benar menebak - nebak hati seseorang. Kalau yang di ungkap dalam ramalan - ramalan kayak Shio, Zodiak atau yang lain, itu kan hanya karakter umum yang di miliki oleh setiap manusia. SettiaBlog kan juga sering bercanda dengan Shio atau Zodiak, pasti banyak yang berpikir SettiaBlog suka baca buku Primbon atau buka di Internet. Lha wong SettiaBlog ndak pernah baca - baca gituan. Merumuskan kayak gituan itu mudah kok. Kayak Shio itu kan di ambil dari karakter binatang. Tinggal Anda lihat filosofi dari karakter binatang tersebut. Tapi ndak perlulah SettiaBlog jelaskan di sini. Ya mungkin orang Cina dulu merumuskan ini untuk membantu manusia menemukan jati diri mereka karena ini berhubungan dengan animal insting dalam diri manusia. (Untuk soal human insting dan animal insting ini nanti akan SettiaBlog jelasin di Bottom Note, biar ndak salah paham). Karena dalam Islam hal - hal seperti ini di kaitkan dengan nafsu.
Setiap manusia tentu memiliki nafsu yang menjadi dasar atas segala urusan atau perbuatan yang dilakukannya, entah itu perbuatan baik atau perbuatan buruk seperti bahaya nafsu dalam islam. Nafsu seringkali diidentikkan dengan segala yang buruk seperti emosi atau hasrat yang berhubungan dengan seksual, sebenarnya nafsu itu sangatlah luas dan mencakup banyak hal. Untuk memahaminya lebih lanjut, di bawah ini ada sedikit ulasan mengenai Jenis Nafsu dalam Islam beserta penjelasannya.
Imam al-Ghazali berkata, dalam beribadah kepada Allah SWT, ‘abid (orang yang beribadah) disibukkan oleh penghalang-penghalang yang terdiri dari empat macam, yaitu dunia, makhluk, setan dan nafsu. Ia menegaskan bahwa ‘abid wajib menghilangkan penghalang-penghalang itu dari dirinya dengan cara apa pun, supaya sampai kepada maksudNya.
Antara metode yang diberikan al-Ghazali untuk menghilangkan penghalang tersebut adalah dengan cara zuhud pada dunia, mengasingkan diri dari makhluk, memerangi setan dan mengalahkan nafsu. Namun al-Ghazali mengakui bahwa nafsu merupakan yang paling berat dan paling dahsyat dari yang lain. Ia tidak mampu dikalahkan dengan satu kali saja. Oleh karena itu, perlu ada trik khusus yang dapat mengalahkan nafsu dengan lebih mudah. Trik adalah akal muslihat yang menemui solusi baik untuk keluar dari permasalahan yang rumit dengan tidak rumit.
Menghadapi tantangan yang berat seperti nafsu memang harus menggunakan trik yang jitu. Nafsu itu bagaikan musuh dalam selimut, yang sangat sukar dihilangkan, karena ia berada dalam diri kita. Berbeda dengan tiga penghalang yang lain, semuanya berada di luar diri kita. Karena itulah, al-Ghazali mengakui bahwa nafsu adalah yang paling dahsyat dari empat macam penghalang ibadah itu. Namun sebelum menelusuri lebih jauh, harus jelas terlebih dulu mengenai hakikat nafsu yang dimaksudkan di sini.
Hakikat nafsu yang dimaksudkan di sini adalah suatu unsur atau esensi yang ada pada manusia yang membawa kepada kuat marah dan kuat syahwat. Dengan bahasa lain, sering disebut dengan istilah nafsu amarah. Nafsu dengan pengertian tersebut adalah tidak akan kembali dan menjauh dari Allah SWT, karena ia merupakan tentara setan.
Karakteristik nafsu
Ketahuilah, nafsu itu ada tujuh macam jika dilihat dari sisi karakteristiknya. Namun dari sisi eksistensinya, nafsu itu tetap hanya satu saja.
Pertama, nafsu amarah, yaitu nafsu yang selalu mendorong manusia kepada keburukan atau kemaksiatan.
Kedua, nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang sudah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya, namun masih banyak terpeleset dalam perbuatan maksiat, sehingga membuatnya selalu menyesali diri.
Ketiga, nafsu mulhamah, yaitu nafsu yang sudah mengenali kotoran-kotoran yang halus seperti riya, ujub, sombong, dengki, cinta dunia, dan lain-lain dari pada penyakit-penyakit batin, tapi ia belum bisa melepaskan diri dari kotoran-kotoran halus itu.
Keempat, nafsu muthmainnah, yaitu nafsu yang sudah bersih dari kotoran-kotoran halus dan telah berganti sifat-sifat tercelanya menjadi sifat-sifat terpuji, sudah berakhlak dengan akhlak Allah yang jamaliyah berupa kasih sayang, lemah lembut, kemuliaan, dan lain-lain. Di sini awal mula seseorang sampai kepada Allah SWT, tetapi ia masih belum bersih dari kotoran-kotoran yang halus sekali seperti syirik khafi dan cinta menjadi pemimpin.
Kelima, nafsu radhiyah yaitu nafsu yang telah sampai maqam fana, tetapi ia masih melihat diri telah fana sehinga dapat membawanya kepada riya.
Keenam, nafsu mardhiyyah yaitu nafsu yang telah fana dari fana dan sudah tenggelam dalam lautan tauhid.
Dan, ketujuh, nafsu kamilah, yaitu nafsu yang sudah sempurna (kamil).
Berdasarkan klasifikasi nafsu itu, nafsu yang harus dikalahkan adalah nafsu amarah, lawwamah, dan mulhamah. Tiga nafsu tersebut tidak masuk dalam panggilan Allah SWT, “Hai jiwa muthmainnah (yang tenang). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam syurga-Ku.” QS. al-Fajr: 27-30.
Hal itu mengisyaratkan bahwa tiga nafsu itu masih jauh dengan Allah SWT, sehingga belum mendapat panggilan-Nya. Dalam ayat itu, Allah hanya memanggil nafsu muthmainnah, radhiyah, mardhiyyah, dan nafsu kamilah. Karena itu, tiga nafsu itu harus dikalahkan supaya mendapat panggilan Allah SWT dan menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat.
Mengalahkan nafsu
Mengalahkan nafsu bukan perkara mudah seperti diungkapkan oleh Imam al-Ghazali. Perlu ada trik khusus untuk mengalahkan nafsu tersebut, di mana trik itu sudah teruji pada orang-orang sufi dalam jihad mereka menguasai nafsu. Antaranya trik yang telah digambarkan oleh Ibnu Athaillah dalam kitabnya al-Hikam. Ibnu Athaillah adalah tergolong ulama yang produktif. Banyak karya yang telah dihasilkannya, dalam bidang tasawuf, tafsir, akidah, hadis, nahwu, dan usul fikih. Adapun trik mengalahkan nafsu yang diberikan oleh Ibnu Athaillah dalam kitab al-Hikam adalah dengan cara mengenali nafsu lebih dulu. Mengenali ajakan nafsu adalah dengan cara membedakan antara ajakan nafsu dengan ajakan Allah SWT.
Ibnu Athaillah berkata, “Apabila ada dua hal yang tidak jelas bagimu, lihatlah mana di antara keduanya yang paling berat bagi nafsu, lalu ikutilah ia karena tidaklah terasa berat bagi nafsu kecuali sesuatu yang benar.”
Dari kalam hikmah itu terlihat perbedaan antara ajakan Allah SWT dengan ajakan nafsu. Ajakan Allah SWT adalah yang lebih berat dikerjakan, sedangkan ajakan nafsu lebih ringan dikerjakan. Dalam aktivitas sehari-hari, kita selalu dililit oleh dua hal yang kabur bagi diri kita, apakah melakukannya atau meninggalkannya. Contoh, mengerjakan shalat berjamaah pada awal waktu, dengan mengerjakan shalat sendiri pada akhir waktu. Mengerjakan shalat berjamaah pada awal waktu sangat berat bagi nafsu, karena menggangu kesantaiannya, kelalaiannya dan kesenangan atau aktivitas duniawinya. Karena itu, ikutilah ajakan Allah SWT dan palingkan diri Anda dari ajakan nafsu itu dengan tegas. Ajakan nafsu tidak hanya pada yang jelas berlawanan dengan syariat, tapi terkadang juga ada dalam ibadah yang sukar dikenali oleh umum manusia.
Dalam hal ini, Ibnu Athaillah berkata, “Di antara tanda mengikuti hawa nafsu adalah bergegas melakukan amalan sunah, namun malas menunaikan amalan wajib”.
Banyak orang malas dan berat melakukan amalan-amalan wajib karena umum manusia melakukannya, maka nafsu merasa tidak ada sesuatu yang lebih yang beda dengan yang lainnya untuk mendapat pujian.
Dengan demikian, trik mengalahkan nafsu adalah mengikuti yang lebih berat dikerjakan, dan berpaling dengan tegas dari yang lebih ringan dikerjakan. Mendahulukan yang lebih kuat hukumnya dari yang lebih ringan hukumnya walaupun banyak kelebihannya.
"Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." (Q.S. Al-Fajr [89]: 27-30)
Jiwa-jiwa yang ketika lahir suci, bersih tak bernoda, kini mulai tampak kotor penuh noda dan dosa. Kondisi ini terus berlanjut sepanjang hayat, hingga ajal menjemput kita. Hanya ada dua kemungkinan, apakah sepanjang hayat, sejak usia baligh hingga ajal menjemput, kita isi dan penuhi hari-hari kehidupan kita dengan aktivitas positif (amal saleh), ataukah justru sebaliknya, kita mengisi dan memenuhi hari-hari kehidupan kita dengan aktivitas negatif, perilaku buruk dan perbuatan jahat? Pilihan ada pada kita. Tentu, setiap pilihan ada konsekuensi yang melingkupinya. “In khairan fa khairun, wa in syarran fa syarrun”. Jika kita berbuat baik, maka kita akan mendapat balasan kebaikan. Jika kita berbuat jahat, kita pun akan memperoleh buah dari kejahatan yang kita lakukan. Dalam bahasa Al-Quran dikatakan, "Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri" Q.S. Al-Isra’ : 7
Bottom Note
Maaf ya gendhuk SettiaBlog, terkadang SettiaBlog bercandanya kelewatan! Jangan di masukkan hati. Dan bahasan di blognya Settia ini untuk kebaikan semua. Untuk semua yang baca blog ini, SettiaBlog juga minta maaf, bukan maksud ingin menggurui atau sok pintar. Pokoknya benar benar jangan di masukkan ke hati.
Manusia dan binatang sama-sama memiliki insting, insting binatang melakukan perabaan saat akan mengkomsumsi sesuatu bahkan untuk mengenali sesamanya cukup menggunakan isnting. Binatang akan berlari jika dia merasa terganggu atau mengalami ancaman dari binatang lain. Proses menyelamatkan diri tersebut merupakan kerja insting, insting binatang inilah yang merupakan bentuk pertahanan diri dari bayaha yang bersifat eksterna. Jika seekorr Kijang merasa diincar Buaya dengan sendirinya akan mencari tempat menyelamakan diri semnetara Buaya akan mencari jalan agar bisa melumpuhkan sang Kijang. Buaya yang mencari mangsanya menggunakan insting perabaan, dia bisa mendeteksi rasa dan jenis binatang apa yang sedang dia kejar sehingga hasil klasifikasi dalam benaknya tersebut memancarkannya dalam kesadaran yang sifatnya insting. Jika dia menemukan bahwa binatang itu adalah sejenis hewan yang bisa dia lumpuhkan secara otomatis akan mengejarnya namun saat merasakn itu justru binatang berbahaya maka dia menghindarkan dirinya alias menjauhi sang target. Begitu juga dengan sang Kijang, dia akan menyelematkan diri sesuai poal yang selama ini dia gunakan dalam menyelamatkan dirinya. Tapi, meski terbiasa menyelamatkan diri namun ada saatnya kijang akhirnya jadi mangsa binatang lainnya, begitulah proses kehidupan yang lemah di makan yang kuat memakan yang lemah sampai sepuasnya memperoleh kebutuhannya.
Insting perabaan binatang ini hanya sampai mendeteksi sang korban untuk memangsanya, dia tidak akan menunggu waktu untuk memakannya saat melumpuhkan sehingga instingnya adalah hasrat untuk menguasa, dia bisa dikategorikan emosi atau sejenis keinginan yang ingin di penuhi sebagai dasar instingnya. Binatang tidak akan mengenali korbannya secara sempurna apalagi meninggalkan pemahaman mendalam bahkan tidak akan merasa kasihan sebab instingnya hanya untuk memenuhi hasratnya terhadap kebutuhan atas makanan. Setelah memperoleh apa yang diinginkannya binatang tidak lagi menganalisa akan agenda selanjutnya. Disinilah perbedaan dasar insting binatang dan manusia karena manusia memiliki insting yang terintegrasi dengan akal dan hatinya. Manusia mencari segala sesuatu berdasarkan instng yang di dorong terus dan dianalisa oleh pengetahuannya. Pengetahuan inilah membuat insting manusia lebih produktif dan hidup. Dia berfikir dan menganalisa segala kemungkinan membuatnya cepat sukses dan meraih apa keinginnya dengan berbagai kreatifitas. jika binatang mau menangkap kijang maka dengan sendirinya seseuai ramalan instingnya melakukan penghadangan di tempat yang sama sebelumnya saat dirinya sukses menerkam binatang tersebut. Sementara manusia membutuhkan terobosan baru dalam menangkap baik dengan perbekalan alat tangkap maupun target dan lokasi baru.
Bukan hanya itu manusia memiliki hati yang bersama instingnya melahirkan energi positif. Dia akan muda kasihan, merasa sedih bahkan menjadi tidak tega memperlakukan makhluq lain dengan cara-cara tidak manusiawi, sementara binatang tidak demikian, dia hanya rasa dan kasih sayang pada anaknya dan orang yang memeliharanya sesuai instinganya. Kondisi ini menyebabkan manusia lebih konstruktif dan binatang lebih agresif, manusia selalu mencari celah solusi sementara binatang mencari jalan dengan insting meraih seluruh kehendaknya. menangkap Kijang yang dimaksudkanya. Seiring zaman, manusia semakin mengenal alat-alat tekhnologi membuat kesadarannya semakin maju. Binatang tidak sama sekali dari dulu sampai sekarang bentuk kesadarannya, instingnya sama saja. Manusia semakin lama mengalami evolusi kesadaran bersama intingnya membuatnya semakin canggih cara menjalani kehidupannya.
O...ya, gendhuk SettiaBlog, ndhuuk...kalau memotret dengan pencahayaan yang bagus kan akan menghasilkan gambar yang bagus. Begitu juga dengan karakter manusia kan ya, akan tampak indah jika di naungi cahaya ilahi.
No comments:
Post a Comment