Gambar yang ada pada klip di atas itu kemaren sore saat lagi gabut. Di samping SettiaBlog ada sobekan kertas, terus SettiaBlog ambil pensil 2B dan mencoretkannya di kertas itu. Dan jadinya seperti itulah, SettiaBlog juga ndak ngerti maksudnya apa. Sisa kertas yang kosong SettiaBlog kasih motif cartographer dan ujungnya SettiaBlog bakar. Benar - benar kegiatan yang ndak ada arah dan tujuan. Sebelum masuk ke bahasan, SettiaBlog kasih prologue, ya.
Prologue itu biasanya merupakan bagian pengantar atau pembuka dalam sebuah cerita. Dari prologue di atas, Anda pasti mengerti bahwa itu menunjukkan rasa keputus-asa-an. Dalam ajaran Islam memang ndak di perbolehkan berputus-asa. Dalam sastra di ibaratkan "broken wing". Kalau Anda pernah belajar teori "broken wing butterfly", di situ di katakan kupu - kupu yang sudah patah sayapnya masih bisa melompat atau terbang pendek dari satu ranting ke ranting yang lainnya, mencari dan menyarikan bunga. Untuk memenuhi kewajiban tugas sebagai kupu - kupu.
Sudah pada kodratnya manusia senantiasa menghadapi permasalahan hidup. Bahkan, hidup merupakan serangkaian tindakan untuk mengelola permasalahan. Pada sebagian masalah, secara alamiah manusia dibekali insting untuk menghadapinya. Namun, pada sebagian lainnya manusia harus melalaui proses pencarian dan pembelajaran sebelum menemukan solusi terbaik menyelesaikan masalahnya. Ketika lapar, kita makan; mengantuk, tidur. Ini insting yang otomatis mengarahkan tubuh kita. Namun, permasalahan lain, seperti rasa sakit, takut, kesepian, keinginan memiliki, rasa malu, cemburu, inilah persoalan yang diperlukan usaha pembelajaran. Allah SWT mendorong manusia untuk selalu mencari jalan dan berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dalam surah Yusuf ayat 87, Allah berfirman, “… dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” Mengapa Allah melarang kita berputus asa? Sebenarnya, ini mengandung konsekuensi logis.
Ketika Allah melarang manusia berputus asa, itu artinya Allah sudah menjamin pasti ada harapan dan jalan keluar bagi setiap permasalahan. Itulah mengapa selalu ada fitrah jalan keluar dalam setiap pemecahan masalah. Berupa jalan yang semakin mendekatkan diri manusia kepada ajaran-Nya. Fitrah jalan keluar dari Allah selalu beriringan dengan seberapa tingkat ketakwaan hamba-Nya. Didahului dengan pertobatan, rasa syukur, serta amalan vertikal dan horizontal, kemudian segala daya akal dan upaya kita kerahkan untuk menemukan jalan keluar yang telah Allah siapkan untuk permasalahan kita.
“Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar."
Namun, banyak manusia merasa bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa pertolongan Tuhan-Nya.
Atau, sebagian lain justru merasa tidak ada jalan keluar dan berputus asa atas masalah yang mendera. Dalam kutipan surah Yusuf di atas, manusia yang berputus asa dari rahmat Allah atau bahkan tidak mengimani adanya jalan keluar, masuk dalam kategori manusia yang melakukan kekufuran. Jadi, masalah yang dihadapi manusia dapat dipahami sebagai ujian keimanan dari Allah. Lalu, apakah kita akan kufur atau percaya pada pertolongan-Nya? Harusnya, kita selalu yakin Allah menyediakan jalan keluar dari setiap permsalahan yang kita hadapi. Kalau saja kepercayaan tentang fitrah jalan keluar tertanam luas dalam cara pandang masyarakat kita, tentu tak akan lagi kita memilih lari dari permasalahan dengan cara bunuh diri, menggunakan narkotika, mabuk-mabukan, kekerasan, dan cara lainnya.
Prologue
Tak ada yang abadi. Itulah yang selalu SettiaBlog tahu. Sejak SettiaBlog kecil, semua orang selalu mengajari tentang itu, orang tua, guru, semua orang di sekitar SettiaBlog. Namun butuh waktu lama untuk benar-benar mengerti apa arti kalimat itu. Di satu hari yang telah lewat, ndak terlalu jauh dari hari ini, segalanya SettiaBlog miliki. Dunia itu, mimpi-mimpi itu, semangat itu, cinta itu, bahagia itu. Tapi setelah banyak perjuangan dan rasa sakit kemudian, apa yang tersisa?
SettiaBlog selalu menyukai langit sore. Menakjubkan bagaimana mereka selalu terlihat sama. Sejak SettiaBlog bisa mengingatnya, mereka tetap begitu. Langitnya tetap biru, awan kapasnya tetap menggumpal, berarak, beriring tertiup angin, mataharinya tetap jingga kemerahan dan hangat. Mereka tetap langit yang sama yang pernah SettiaBlog lihat kapanpun, di manapun. Untuk sesaat mereka membuat SettiaBlog merasa berada di sana, dunia SettiaBlog yang dulu. Tetapi ketika SettiaBlog turunkan pandangan, SettiaBlog dapati diri ini terjebak dalam sebuah dunia yang asing. Semuanya hampa, semuanya muram, seluruhnya kelam, disinari matahari hitam.
Ndak ada yang abadi. Semua keadaan, kesakitan, kesedihan, keajaiban, kebahagiaan terjadi dan pergi begitu saja. Meriah seperti pilea, semarak bagai dandelion. Mekar semerbak tiba-tiba lalu dihembus angin ndak bersisa. Menyisakan kenangan yang berpijar sesaat dan hilang selamanya. Begitu juga saat ini yang akan berakhir tanpa SettiaBlog sadari. Haruskah SettiaBlog bertahan hingga itu terjadi? Walau SettiaBlog tahu hal yang akan datang selanjutnya ndak selalu lebih baik?
Sering kali manusia harus mengelilingi bumi, mengaduk seluruh isi dunia demi mencari sesuatu yang selalu ada di depan matanya. Tanpa harus mencari pun kebenaran dapat mendatangi kita. Pencarian sering kali membawa kita pada pilihan tak masuk akal, sakit tak tertahankan, pengorbanan tak terbayar. Tetapi itulah hakikat dari sebuah pencarian. Itulah harga sepadan yang harus dibayar untuk mengerti maksud hakiki dalam sebuah kebenaran, meresapi kebijakan yang terkandung di dalamnya. Buah dari pencarian bukanlah kebenaran yang ditujunya, melainkan perjalanan menuju kepadanya. Dan inilah pembayaran yang SettiaBlog lakukan. SettiaBlog berlari, mencari, melawan arus, menentang seisi dunia dalam pencarian tanpa ujung. Demi sebatang cokelat, setangkup es krim, dan masa depan yang tak pasti.
Tak ada yang abadi. Itulah yang selalu SettiaBlog tahu. Sejak SettiaBlog kecil, semua orang selalu mengajari tentang itu, orang tua, guru, semua orang di sekitar SettiaBlog. Namun butuh waktu lama untuk benar-benar mengerti apa arti kalimat itu. Di satu hari yang telah lewat, ndak terlalu jauh dari hari ini, segalanya SettiaBlog miliki. Dunia itu, mimpi-mimpi itu, semangat itu, cinta itu, bahagia itu. Tapi setelah banyak perjuangan dan rasa sakit kemudian, apa yang tersisa?
SettiaBlog selalu menyukai langit sore. Menakjubkan bagaimana mereka selalu terlihat sama. Sejak SettiaBlog bisa mengingatnya, mereka tetap begitu. Langitnya tetap biru, awan kapasnya tetap menggumpal, berarak, beriring tertiup angin, mataharinya tetap jingga kemerahan dan hangat. Mereka tetap langit yang sama yang pernah SettiaBlog lihat kapanpun, di manapun. Untuk sesaat mereka membuat SettiaBlog merasa berada di sana, dunia SettiaBlog yang dulu. Tetapi ketika SettiaBlog turunkan pandangan, SettiaBlog dapati diri ini terjebak dalam sebuah dunia yang asing. Semuanya hampa, semuanya muram, seluruhnya kelam, disinari matahari hitam.
Ndak ada yang abadi. Semua keadaan, kesakitan, kesedihan, keajaiban, kebahagiaan terjadi dan pergi begitu saja. Meriah seperti pilea, semarak bagai dandelion. Mekar semerbak tiba-tiba lalu dihembus angin ndak bersisa. Menyisakan kenangan yang berpijar sesaat dan hilang selamanya. Begitu juga saat ini yang akan berakhir tanpa SettiaBlog sadari. Haruskah SettiaBlog bertahan hingga itu terjadi? Walau SettiaBlog tahu hal yang akan datang selanjutnya ndak selalu lebih baik?
Sering kali manusia harus mengelilingi bumi, mengaduk seluruh isi dunia demi mencari sesuatu yang selalu ada di depan matanya. Tanpa harus mencari pun kebenaran dapat mendatangi kita. Pencarian sering kali membawa kita pada pilihan tak masuk akal, sakit tak tertahankan, pengorbanan tak terbayar. Tetapi itulah hakikat dari sebuah pencarian. Itulah harga sepadan yang harus dibayar untuk mengerti maksud hakiki dalam sebuah kebenaran, meresapi kebijakan yang terkandung di dalamnya. Buah dari pencarian bukanlah kebenaran yang ditujunya, melainkan perjalanan menuju kepadanya. Dan inilah pembayaran yang SettiaBlog lakukan. SettiaBlog berlari, mencari, melawan arus, menentang seisi dunia dalam pencarian tanpa ujung. Demi sebatang cokelat, setangkup es krim, dan masa depan yang tak pasti.
Prologue itu biasanya merupakan bagian pengantar atau pembuka dalam sebuah cerita. Dari prologue di atas, Anda pasti mengerti bahwa itu menunjukkan rasa keputus-asa-an. Dalam ajaran Islam memang ndak di perbolehkan berputus-asa. Dalam sastra di ibaratkan "broken wing". Kalau Anda pernah belajar teori "broken wing butterfly", di situ di katakan kupu - kupu yang sudah patah sayapnya masih bisa melompat atau terbang pendek dari satu ranting ke ranting yang lainnya, mencari dan menyarikan bunga. Untuk memenuhi kewajiban tugas sebagai kupu - kupu.
Sudah pada kodratnya manusia senantiasa menghadapi permasalahan hidup. Bahkan, hidup merupakan serangkaian tindakan untuk mengelola permasalahan. Pada sebagian masalah, secara alamiah manusia dibekali insting untuk menghadapinya. Namun, pada sebagian lainnya manusia harus melalaui proses pencarian dan pembelajaran sebelum menemukan solusi terbaik menyelesaikan masalahnya. Ketika lapar, kita makan; mengantuk, tidur. Ini insting yang otomatis mengarahkan tubuh kita. Namun, permasalahan lain, seperti rasa sakit, takut, kesepian, keinginan memiliki, rasa malu, cemburu, inilah persoalan yang diperlukan usaha pembelajaran. Allah SWT mendorong manusia untuk selalu mencari jalan dan berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dalam surah Yusuf ayat 87, Allah berfirman, “… dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” Mengapa Allah melarang kita berputus asa? Sebenarnya, ini mengandung konsekuensi logis.
Ketika Allah melarang manusia berputus asa, itu artinya Allah sudah menjamin pasti ada harapan dan jalan keluar bagi setiap permasalahan. Itulah mengapa selalu ada fitrah jalan keluar dalam setiap pemecahan masalah. Berupa jalan yang semakin mendekatkan diri manusia kepada ajaran-Nya. Fitrah jalan keluar dari Allah selalu beriringan dengan seberapa tingkat ketakwaan hamba-Nya. Didahului dengan pertobatan, rasa syukur, serta amalan vertikal dan horizontal, kemudian segala daya akal dan upaya kita kerahkan untuk menemukan jalan keluar yang telah Allah siapkan untuk permasalahan kita.
“Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar."
Namun, banyak manusia merasa bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa pertolongan Tuhan-Nya.
Atau, sebagian lain justru merasa tidak ada jalan keluar dan berputus asa atas masalah yang mendera. Dalam kutipan surah Yusuf di atas, manusia yang berputus asa dari rahmat Allah atau bahkan tidak mengimani adanya jalan keluar, masuk dalam kategori manusia yang melakukan kekufuran. Jadi, masalah yang dihadapi manusia dapat dipahami sebagai ujian keimanan dari Allah. Lalu, apakah kita akan kufur atau percaya pada pertolongan-Nya? Harusnya, kita selalu yakin Allah menyediakan jalan keluar dari setiap permsalahan yang kita hadapi. Kalau saja kepercayaan tentang fitrah jalan keluar tertanam luas dalam cara pandang masyarakat kita, tentu tak akan lagi kita memilih lari dari permasalahan dengan cara bunuh diri, menggunakan narkotika, mabuk-mabukan, kekerasan, dan cara lainnya.
No comments:
Post a Comment