Build The Integrity
Pahamilah, tatkala bisnis sedang boom, sesungguhnya integritas kita sedang di uji. Dan sebaliknya, tatkala bisnis kita sedang doom, sesungguhnya kita kembali di uji. Di tingkat boom atau doom, mampukah integritas kita tetap bertahan? Dan tolong dipahami pula, berkelebihan dan berkekurangan, inilah salah satu metode Tuhan dalam mengetes hamba-hambanya.
Orang yang lulus sewaktu dites dengan berkelebihan, belum tentu lulus dites dengan berkekurangan. Vise versa, orang yang lulus sewaktu dites dengan berkekurangan , belum tentu lulus sewaktu dites dengan berkelebihan. Sejatinya, apapun yang terjadi, jangan pernah integritas kita sampai cacat. Jangan pernah. Karena, percayalah, inilah sesuatu yang paling layak diperjuangkan : integritas, bukan sekedar profitabilitas.
Dalam keseharian, bukan rahasia lagi sebagian marketer terbiasa dengan praktik 'Spanyol' alias 'Separo Nyolong'. Katanya sih, demi penghematan. Sementara itu , sebagian birokrat terbiasa dengan praktik 'Belanda' alias 'Belanja Mengada Ada'. Yang tidak ada, di ada-adakan. Sebenarnya, selain telah mengoyak-ngoyak integritas dirinya, mereka juga telah menggerogoti hak orang lain.
Sekali lagi, integritas. Inilah nilai tambah Anda. Dengan begitu, niscaya kelak masyarakat manapun tidak lagi memandang rendah pekerjaan marketer.
Build The Self-Esteem
Dahulu kala, ternyata iblis diperkenankan oleh Tuhan untuk menghuni surga. Sayang beribu sayang, ketika dipertemukan dengan manusia pertama Adam, iblis malah menunjukkan sikap arogan. Tuhanpun murka padanya. Tanpa tedeng aling-aling, ia langsung dihalau dari surga. Itulah arogansi pertama dalam sejarah.
Pertama, arogansi dapat meruntuhkan self-esteem. Kedua, arogansi bisa menular dan menjalar. Ketiga, arogansi akan membersitkan sifat-sifat negatif lainnya. Semisal segan melayani, enggan untuk memperbaiki diri, dan masih banyak lagi. Nah, seperti yang kita maklumi bersama, hanya sejengkal jarak antara sifat-sifat itu dengan kehancuran. Iya, kan? Jadi, wajar Al Ries pernah berhujah, "Kesuksesan sering disusul dengan arogansi, sedangkan arogansi pastilah disusul dengan kehancuran." Al Ries mencontohkan beragam korporasi kelas wahid yang akhirnya hancur lebur lantaran arogansi.
Build The Relationship
Bukan rahasia lagi, bagi orang keuangan, cash-lah yang terpenting. Bagi orang akutansi, profitlah yang terpenting. Bagi orang ekonomi, profit dalam arti luaslah yang terpenting. Sedangkan bagi orang pemasaran, kepuasan pelangganlah yang terpenting. Simpang-siur begitu, lantas yang mana yang benar? Yang jelas, apabila kepuasan pelanggan dapat diraih, maka semuanya, cash, profit, dan profit dalam arti luas dapat pula diraih.
Namun bukan semata-mata kepuasan melainkan kepuasan yang berbasis hubungan (relationship. Apabila kepuasan berbasis hubungan ini betul-betul berhasil diterapkan, niscaya terciptalah Customer-in-Love, yakni pelanggan-pelanggan merasa delighted sewaktu melangsungkan transaksi dengan perusahaan. Dan rupa-rupanya, banyak sekali manfaat di balik kepuasan yang sedemikian.
Pengukuan kredibilitas (credibility enhanchement) di mana perusahaan kian dipercaya oleh pelanggan. Sebenarnya, kredibilitas adalah awal dari segala-galanya. Pelanggan yang delighted akan membeli ulang (continuous purchase). Selain itu, pelanggan delighted juga akan membeli silang (cross purchase). Yah, seandainya Anda merasa sreg dengan sepatu Nike, bukan mustahil Anda mau mengenakan produk Nike yang lain, semisal t-shirt, topi dan kacamatanya.
Kemudian, kabar positif mengenai perusahaan pun tersebar. Pelanggan delighted yang meniupkannya dengan senang hati. Tanpa diminta sekalipun. Bukankah buzz sedemikian merupakan bentuk komunikasi yang luar biasa jitunya. Tetapi, hati-hati, pelanggan yang kecewa akan menjadi pembawa kabar negatif yang tidak kenal ampun. Dampak lain dari pelanggan yang delighted adalah dukungan dari jalur distribusi (channel support). Dan juga stakeholder yang komitmen (committed stakeholder. Begitu perusahaan diiringi pelanggan yang delighted, maka seluruh pihak yang terkait akan komit terhadap perusahaan tersebut. Termasuk karyawan, investor, sulier, konsultan, pemerintah, media, akademisi, sampai masyarakat awam.
Build The Beneffit
Di sini topik yang akan di bahas adalah mengenai kepedulian sosial. Sudahkah Anda memasukkan charity program dalam anggaran perusahaan? Apabila Anda adalah marketer independen, sudahkah Anda memasukkan sumbangan dalam daftar pengeluaran pribadi? Istilahnya, tanggung jawab sosial. Hati-hati, tidak sedikit bisnis mengalami kemandekkan karena mengabaikan kepedulian sosial.
Mau contoh? Microsoft. Konon, raksasa software ini sangat disirikin pesaing-pesaingnya karena dominasinya di pasar sudah kelewatan. Bahkan, Microsoft sempat geger karena tuduhan monopoli dari pemerintah Amerika. Nah, apakah setelah itu Microsoft tamat riwayatnya? Nggak juga. Sampai detik ini, Microsoft masih hidup dan sehat walafiat. Percaya atau tidak semua itu berkat dukungan stakeholdernya.
Apa sih yang telah dilakukan Microsoft selama ini, sehingga tidak mungkin dilupakan stakeholdernya? Tak pelak lagi, perusahaan yang berdiri sejak 1970-an ini terkenal murah hati perihal sumbang menyumbang. Sudah puluhan miliar dolar yang mengucur dari kasnya atas nama program pendidikan dan kesehatan.
Malah Bill Gates, sang perintis perusahaan, sudah menyisihkan lebih dari 10 persen dari kekayaan pribadinya untuk yayasan sosial yang ia dan instinya dirikan, Bill and Melinda Gates Foundation. Makanya, seorang motivator pernah wanti-wanti, "The more you give, the more you get".
No comments:
Post a Comment