Dinul Islam sangat memperhatikan peran nafsu kemaluan dalam membentuk kepribadian seorang muslim. Di mana syari'ah mengatur sedemikian rupa; agar nafsu kemaluan dapat memenuhi fungsinya dengan baik dan benar. Dikarenakan nafsu kemaluan merupakan nafsu yang tidak mungkin dihindari oleh anak keturunan Adam. Hal ini lebih disebabkan oleh dua alasan pokok, yaitu :
(1) Untuk mempertahankan keturunan dan (2) Supaya manusia dapat membandingkan kenikmatan yang dirasakan di dunia dari kenikmatan yang bakal dirasakannya di akhirat.
Namun dibalik dua faedah tersebut di atas ada beberapa catatan penting yang harus yang harus diperhatikan oleh kaum muslimin, karena bila hal itu tidak dicermatinya dengan baik dan benar akan dapat merusak keberagaman dan pola kehidupan umat manusia. Kekuatan nafsu yang beginilah yang harus dikendalikan oleh setiap anak manusia, tak terkecuali kaum mukminin. Inilah kekuatan syahwat yang menyala dan berkobar-kobar yang senantiasa mesti didinginkan dengan mengikuti pola kehidupan yang telah ditetapkan Allah SWT. Demikianlah guru kami memaknai firman Allah
ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ "... Ya Rabb kami! Janganlah Engkau pikul kan pada kami apa yang kami tidak sanggup memikulnya ...." (Al-Baqarah : 286)
Karena Ibnu Abbas RA menafsirkan firman Allah yang berbunyi,
وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
Dari kejahatan malam, apabila telah gelap gulita.(Al-Falaq : 3)
Sebagai terapi nafsu kemaluan dalam kesunyian malam supaya melakukan dzikrullah. Hal ini dapat dilakukan dengan sholat-sholat sunah, membaca Al-Qur'an, membaca shirah nabawiyyah, dan mempelajari ilmu pengetahuan. Semua aktifitas tersebut diharapkan dapat meminimalkan hadirnya nafsu kemaluan, terutama dikalangan para remaja dan kaum bujangan. Seperti disabdakan Nabi SAW, "Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan pendengaran, penglihatan, hati dan kemaluanku."
Nabi Muhammad SAW sangat mengkhawatirkan umatnya dengan sabdanya,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
"Aku tidak akan meninggalkan suatu cobaan sepeninggal-ku yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki selain dari wanita."
Siapa yang belum pernah merasakan kenikmatan birahinya tentu tidak akan merindukannya. Di jaman sekarang awal mula seseorang untuk merasakan kenikmatan birahinya sangat banyak fasilitas dan peluangnya, seperti gambar aurat perempuan, bioskop, internet, dan pakaian yang menampakkan aurat perempuan di tempat-tempat umum; meski umur yang masih muda sekalipun. Hal ini merupakan suatu kenyataan yang harus diterima oleh segenap umat manusia, bila umat manusia itu benar-benar telah meninggalkan petunjuk dan sunnah Rasulullah SAW.
Sekarang ini ada satu kenyataan bahwa berkhalwatnya antara lelaki dan perempuan, seperti 'pacaran' atau 'kencan', seolah telah mendapat dukungan adat dan budaya, atau telah menjadi tradisi sosial yang terbuka. Artinya, ikatan suci cinta yang namanya nikah, bukan sesuatu yang disakralkan lagi. Karena yang dipentingkan adalah adanya perilaku 'suka sama suka', dan ini dilembagakan sebagai bentuk manifestasi dari Hak Asasi Manusia (HAM).
Ini suatu kenyataan yang menggejala, dan bahkan para saudara kita yang keimanannya tipis akan kecenderungan goyah sangatlah besar, sehingga tidak jarang perilaku keberagamaannya berada dipersimpangan jalan. Untuk mengatasi keterhimpitan keimanan dengan kekuatan 'budaya perusak' itu, sudah saatnya kaum muslimin membangun kehidupan keluarganya dengan kekuatan Al Qur'an, as-sunnah dan an-nubuwwah' yang direalisasikannya dengan pemantapan ilmu akidah, ilmu syari'ah dan ilmu akhlak; sehingga dalam kehidupan kaum muslimin benar-benar mempunyai ke-kaffah-an dalam berakidah, bersyari'ah dan berakhlak. Hanya perilaku inilah yang mampu menyadarkan kaum muslimin, bahwa musuh nyatanya adalah setan dan iblis, sehingga mereka harus tetap hati-hati dan waspada terhadap peran dan gejolak syahwatnya, dalam hal ini yang sangat berbahaya adalah nafsu kemaluannya.
Guru kami pernah berkata, 'Barang haram itu akan mencari temannya' (al-haraamu sayathluhu ila ikhwaanihi). Artinya, munculnya gejolak syahwat kemaluan yang berakhir pada penyelewengan syar'i, adalah diawali dari makanannya dan minumannya yang haram dan syubhat atau rizeki yang digunakan untuk mendapatkannya makanan dan minumannya diperoleh dari cara haram dan syubhat pula.
Di sinilah Allah akan murka, dan sangat marah atas perbuatan anak keturunan Adam tersebut. Dan bila Allah marah, kata Nabi Muhammad SAW dalam wasiatnya kepada Ali bin Abi Thalib KW, Wahai Ali! Manakala Allah murka pada seseorang, maka Allah memberinya rizeki yang haram. Apabila marahnya telah memuncak, maka Allah menyerahkan kepada setan supaya memberkahi dan membantu dalam usahanya; sehingga dia sibuk dengan segala urusan bisnisnya dan melupakan agamanya. Dalam kesuksesan bisnisnya itu setan selalu membisikkan, Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Pengasih (dengan harapan supaya orang tersebut lalai dari menjaga yang halal)
Bagi kaum muslimin, hendaklah harus tetap hat-hati dan waspada terhadap apa saja yang dapat menjauhkan diri dan keluarganya dari rasa berqur'an, bersunnah dan bernubuwwah. Karena bila kaum muslimin benar-benar telah jauh dari Qur'an, sunnah dan nubuwwah; maka inilah saat kehancuran umat Islam semakin dekat.
Meladeni kehendak nafsu kemaluan, akan membuat seseorang meninggalkan perkara yang baik menurut agama, seperti : (1) Melalaikan akhiratnya sebagai masa depannya yang mutlak; (2) Semakin jauh dari Al-Qur'an; (3) Semakin jauh dengan kehidupan jama'ah di masjid dan mushola; (4) Melalaikan tugas kekhalifahan dan dakwahnya; dan (5) Menjauhi majelis-majelis ilmu yang membawa kemanfaatan dan kemaslahatan kehidupan beragama nya.
Untuk menanggulangi gejolak syahwat kemaluan yang meledak-ledak kuncinya adalah : (a) Makan, minum dan mencari rizeki yang halal; (b) Puasa; dan (c) Berkumpul dengan orang-orang yang shalih.
Bersikaplah waspada (isya'id) dan hati-hati (ihtais), bila tanda-tanda nafsu kemaluan bergejolak dalam diri. Dikarenakan, jika sudah ketagihan dan menjadi kebiasaannya, maka dibutuhkan cara pengobatan yang sangat berat, bahkan terkadang tidak membawa hasil yang memuaskan.
Ketahuilah, bahwa terpeliharanya diri (ishmah) itu manakala seseorang itu mampu melawan syahwat kemaluannya, padahal dia mampu memenuhi syahwatnya tersebut. Inilah derajat yang paling utama yang mesti dilakukan oleh kaum mukminin. Dikatakan baginda Nabi Muhammad SAW, 'Barangsiapa yang mempunyai nafsu (seksual) terhadap seorang wanita, tetapi dia menjaga kesucian diri dan merahasiakannya, kemudian dia mati ; maka dia adalah syahid.
No comments:
Post a Comment